:Oleh: Widodo & M. Taufik
Alumnus Pramuka Gudep 211 SMP Negeri 1 Bangil 1983
HATIPENA.COM – Di tengah gemerlap ibu kota Jakarta, berdirilah seorang pria paruh baya yang tak pernah melupakan akar perjuangannya: Widodo, seorang pengusaha sukses, pemilik beberapa perusahaan rintisan teknologi dan sosial. Namun, di balik jas elegannya, Widodo menyimpan selembar kenangan yang terus ia peluk erat—seragam cokelat tua dengan dasi kuning-hitam: seragam Pramuka.
Widodo kecil bukan berasal dari keluarga kaya. Ia lahir di sudut pinggir Jakarta yang sempit dan penuh debu. Tapi dari tempat itulah ia mengenal arti perjuangan dan nilai kehidupan. Tempat yang menjadi saksi awal semangat pantang menyerahnya tumbuh, dibentuk oleh barisan kegiatan Pramuka—berkemah, menolong warga, menjelajahi hutan, hingga lomba tali-temali dan api unggun.
“Semua pencapaian saya hari ini,” ucap Widodo dalam salah satu pidatonya di hadapan ratusan siswa SMA, “berakar dari satu hal: Pramuka membentuk mental saya sebelum bisnis membentuk karier saya.”
Kini, Widodo punya mimpi besar yang ia gaungkan di berbagai ruang pendidikan: menjadikan Pramuka sebagai kegiatan ekstrakurikuler yang aktif, progresif, dan dihargai negara. Tak sekadar formalitas seragam setiap Jumat, tapi sebagai medan pelatihan kepemimpinan, solidaritas, dan pembentukan karakter anak bangsa.
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai perjuangan pemudanya.” – Soekarno
Penelitian menguatkan kesaksian Widodo. Dalam jurnal “Pembentukan Karakter Siswa melalui Pendidikan Kepramukaan”, disebutkan bahwa kegiatan kepramukaan mampu meningkatkan tanggung jawab, disiplin, kerja sama, dan kejujuran siswa secara signifikan¹. Hal ini karena kepramukaan tidak hanya mengajarkan teori, tetapi memberikan pengalaman langsung (experiential learning) yang membekas.
Widodo percaya, pendidikan karakter semacam ini penting di tengah krisis moral dan tantangan zaman digital. Dalam wawancaranya dengan salah satu media pendidikan, ia mengatakan bahwa negara semestinya memberi perhatian khusus pada pemuda Pramuka sebagaimana perhatian terhadap atlet berprestasi.
“Kalau negara saja bangga dengan medali olahraga, mengapa tidak bangga dengan pemuda Pramuka yang bertahun-tahun berlatih menjadi manusia tangguh dan jujur?” katanya tegas.
“The foundation of every state is the education of its youth.” – Diogenes
“Scouting is a game with a purpose: to teach young people to grow into strong, reliable citizens.” – Robert Baden-Powell
Widodo pun menggagas program beasiswa “Scoutpreneur”—beasiswa kewirausahaan khusus untuk eks anggota Pramuka yang punya mimpi membangun bisnis sosial. Ia juga mengadakan pelatihan wirausaha untuk pelajar Pramuka se-Jabodetabek, menekankan pentingnya karakter dalam membangun bisnis.
“Seorang Pramuka sejati tak akan tawuran di jalanan. Ia tahu energi mudanya bukan untuk merusak, tapi untuk membangun bangsa.”
Dalam sebuah sesi, seorang siswi bernama Dina dari Jakarta Selatan mengangkat tangan dan berkata,
“Pak Widodo, saya ingin seperti Bapak. Tapi kadang saya merasa Pramuka cuma dianggap kegiatan formalitas.”
Widodo tersenyum, “Justru karena itu kamu harus teruskan. Anak muda seperti kamu inilah yang kelak akan menjadikan Pramuka bukan hanya simbol—tapi pergerakan!”
“Character is higher than intellect.” – Ralph Waldo Emerson
Buku Pendidikan Kepramukaan Berbasis Pendidikan Karakter oleh Asmani (2017) juga menegaskan bahwa Pramuka merupakan model pendidikan karakter yang kontekstual dan terbukti membentuk pribadi tangguh². Kegiatan Pramuka memperkuat nilai-nilai Pancasila dan wawasan kebangsaan melalui pengalaman konkret, bukan sekadar hafalan.
Dalam satu pertemuan dengan Menteri Pendidikan, Widodo menyampaikan surat resmi berisi lima usulan kebijakan nasional untuk Pramuka:
Pertama, memberi poin prestasi nasional untuk siswa aktif Pramuka.
Kedua, Menyediakan jalur khusus ke PTN dan sekolah kedinasan.
Ketiga Menyelenggarakan Scout Camp Nasional tahunan yang didukung BUMN dan kementerian.
Keempat, Menyusun kurikulum karakter berbasis Dasa Dharma Pramuka.
Kelina. Mengintegrasikan pelatihan kewirausahaan dan ketahanan hidup ke dalam agenda Pramuka.
“Leadership and learning are indispensable to each other.” – John F. Kennedy
Kini, nama Widodo tak hanya dikenal sebagai pengusaha. Tapi sebagai pionir yang membangkitkan kembali semangat Pramuka di era digital—era di mana karakter, gotong royong, dan adaptasi sangat dibutuhkan.
Dalam suatu malam perkemahan nasional, di tengah api unggun dan suara jangkrik, Widodo menutup pesannya:
“Indonesia tidak butuh hanya orang pintar. Tapi butuh orang tangguh, jujur, berjiwa sosial. Itulah Pramuka. Jadilah bagian dari mereka yang membangun, bukan yang menghancurkan.” (*)
#menuliscerpenpranuka Cerpen ketiga
Penutup
Cerpen ini bukan sekadar kisah fiksi heroik, tetapi refleksi nyata tentang pentingnya pendidikan karakter dalam membentuk pemimpin masa depan. Widodo adalah cerminan dari hasil pendidikan Pramuka yang membumi dan berorientasi sosial.
Pendidikan kepramukaan bukan hanya warisan, tetapi kebutuhan zaman. Sebagaimana disebut dalam jurnal internasional “The Implementation of Character Education through Scout Activities”, gerakan Pramuka terbukti mampu membentuk kepribadian yang bertanggung jawab, empatik, dan mandiri³—tiga kualitas yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan abad ke-21.
Daftar Referensi
- Hidayati, Ika. (2018). Pembentukan Karakter Siswa Melalui Pendidikan Kepramukaan. Jurnal Pendidikan Karakter, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
- Asmani, Jamal Ma’mur. (2017). Pendidikan Kepramukaan Berbasis Pendidikan Karakter. Jogjakarta: DIVA Press.
- Rohim, Fajar A. (2016). The Implementation of Character Education through Scout Activities. ERIC Institute of Education Sciences, USA.