HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Ikhlas dan Riya dalam Beramal

April 25, 2025 07:11
IMG-20250425-WA0000

Oleh. Hi. Makmur
Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Bandarlampung

HATIPENA.COM – “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus” (QS.Al-Bainah:5)

Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada para hamba-Nya untuk berbuat dan bekerja dengan penuh rasa ikhlas. Ikhlas hanya mengharap ridho Allah swt. Dan memang pengertian ke-ikhlasan dalam ayat ini sangat berkaitan dengan memurnikan ketaatan hanya kepada Allah, mentauhidkan dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Hanya kepada Allah kita menyembah dan hanya kepada Allah memohon pertolongan.

Dengan demikian kita tahu bahwa Keikhlasan itu terlahir dari lubuk hati yang paling dalam, dan tidak ‘mengada-ada’ atau dalam kata lain bukan karena sikap carmuk (cari muka). Karena untuk saat ini sangat banyak sikap menagada-ada tersebut yang di lakukan oleh sebagian orang (yang ambisius) , untuk mendapatkan sesuatu yang di inginkannya. Dan sesuatu itu biasanya yang bersifat instan atau sesaat, seperti materi (uang), jabatan, populeritas dsb.

Dan jika ini terjadi, maka berbagai cara akan di lakukkannya, bahkan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu itu. sikap ini akan melahirkan sesuatu yang negative, seperti bekerja bukan karena pengabdian tapi karena ingin mendapatkan pamrih yang berlebihan, ibadahnya bukan karena Allah tapi karena ingin mendapat pujian dari orang lain. Contoh yang lain misalnya menyantuni anak yatim/panti asuhan hanya ingin di bilang dermawan, bahkan beribadah seperti haji-pun bukan karena Allah tapi karena hanya ingin status sosialnya di hadapan masyarakat menjadi menigkat.

Di mata manusia, perilaku seperti diatas mungkin dianggapnya sesuatu yang baik, bahkan ada sebahagian orang bilang hal itu hebat, tetapi tidak demikian dimata Allah, karena Allah tidak memandang dari bentuk rupa manusia, tetapi yang akan di lihat adalah niat dalam hati. “sesunggunya Allah tidk memandang kepada tubuh kalian dan tidak pula pada rupa kalian, tetapi memandang hati kalian” (HR Muslim).

Pada riwayat yang lain Rosulullah, pernah merasa khawatir akan sikap tidak ikhlas, karena itu akan menuju pada perbuatan syirik kecil seperti dalam hadisnya, “sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah syirik kecil, para sahabat bertanya ‘wahai Rosulullah apakah syirik kecil itu, beliau menjawab ‘Riya’. Allah ta’ala akan berfirman kepada mereka pada hari di balasnya para hamba atas amal-amal perbuatan mereka, ‘Pergilah kamu kepada orang-orang yang kamu pameri sewaktu didunia, maka lihatlah apakah kamu dapat memperoleh sesuatu kebaikan dari mereka”

Sementara dalam hadist Qudsi : Allah ta’ala berfirman : “Aku adalah Dzat yang tidak membutuhkan sekutu syirik. Aku tidak membutuhkan amal yang didalamnya mengandung persekutuan kepadaa selain Aku. Barang siapa yang mengerjakan suatu amal perbuatan yang di dalamnya terkandung persekutuan selain Aku, maka Aku lepas dari padanya”.

Hadis tersebut di atas mengandung petunjuk bahwa Allah swt tidak akan menerima sedikitpun amal perbuatan, kecuali amal perbuatan yang di kerjakan dengan ikhlas, semata-mata hanya mengaharapkan ridho-Nya. Dan apabila amal itu dikerjakan dengan ‘Riya’ (tidak ikhlas), maka ia hanya akan mendapatkan sesuatu di dunia saja, mungkin jabatan, mungkin harta, mungkin pujian orang, sedang di akhirat kelak ia tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali siksa dari Allah SWT.

Biasanya orang yang tidak iklas dalam aktivitasnya, memang hanya menginginkan kehidupan dunia saja, sedangkan urusan akhirat itu akan menjadi sesuatu yang tak pernah difikirkannya. Dan untuk kehidupan dunia ini Allah akan berikan kepada siapa saja.“Barang siapa mengehndaki kehidupan sekarang (dunia), maka akan kami segerakan baginya kehidupan di (dunia) ini” (QS. Al Isro: 18)

Dalam ayat ini jelas bahwa siapa saja yang amalnya hanya mengaharakan kehidupan dunia dan tidak mengharapkan kehidupan akhirat maka Allah akan memberikan kehidupan dunia itu kepada yang Ia kehendaki.

Dalam hadisnya yang panjang di kisahkan : dari Abu Hurairah ra : bahwa ‘yang pertama kali diseru pada hari kiamat adalah orang yang hafal Al Quran, orang yang mati syahid dan orang yang kaya. Kepada orang yang hafal Al Quran Allah berfirman : “Apakah Aku tidak mengajarimu membaca Al Quran yang Aku turunkan kepada Rosul-Ku?, Jawab mereka : tentu saja ya Tuhan-ku, firman Allah selanjutnya “untuk apa ilmu yang engkau miliki itu? Jawab mereka “saya amalkan dan saya kaji siang malam”, Firman Allah selanjutnya “Engkau bedusta”, firman Allah, “sebenarnya engkau ingin mendaptkan pujian dari orang banyak, bahwa engkau sebagai seorang qori, maka fahala-mu, cukup pujian orang-orang itu, itulah bagian-mu.

Sekarang gilaran orang kaya dihadapkan kepada Allah, firman Allah: apakah Aku tidak memberikan kekayaan kepada-mu, hingga kau tidak membutuhkan siapapun? Jawabnya “tentu saja ya Tuhan, hamba telah mendapat kekayaan dari-Mu. Selanjutnya Allah berfirman, “Kau gunakan untuk apa kekayaan yang Aku berikan itu? ia menajawab saya pergunakan untuk bersilaturrahmi dan bersedekah. Maka Allah berfirman engkau berdusta! firman Allah selanjutnya, sesungguhnya kau ingin mendapatkan pujian sebagai seorang yang murah tangan/dermawan, nah pujian itulah bagian untuk mu.

Kini giliran orang yang mati syahid di hadapkan pada Allah. Allah berfirman : apa yang engkau lakukan selama di dunia. Jawabnya : saya diperintahkan turut dalam perang sabil. Dan perintah itu saya turuti hingga saya mati dalam peperangan itu. Firman Allah : dusta Kamu ! selanjutnya Allah berfirman : sebenarnya engkau hanya ingin di puji sebagai orang pemberani (pahlawan) dan pujian itulah bagiannmu. Kemudian Rosulullah menepuk lututku sambil bersabda : Ya Abu Hurairah, mereka itu yang pertama tama merasakan panasnya api neraka.

Cukuplah hadis tersebut menjadi pelajaran bagi kita semua, bahwa setiap amal yang kita kerjakan pasti mendapat balasannya. Jika ikhlas surgalah tempatnya, tapi sebaliknya jika riya (tidak ikhlas), maka nerakalah tempatnya. Dan sebagai renungan kita adalah kaul Ali bin Abi Tholib “ Bagi orang riya itu ada empat tanda : malas beramal bila sendirian, rajin beramal bila bersama-sama dengan yang lain, meningkatkan amalnya bila dipuji, dan mengurangi amalnya jika dicela”.
Apakah ada tanda-tanda ini pada kita?

(wallahu’alam).