Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025

Sajak dalam Koin Kehidupan: Ketika Isu Kemiskinan Dikisahkan dalam Puisi Esai

May 23, 2025 14:05
IMG-20250523-WA0060

Oleh : Ririe Aiko

“Dalam kasus ini, kemiskinan bukan sekadar soal lapar atau kurangnya uang. Ia adalah penghinaan yang tak terlihat, sistemik, dan kejam.”
— Denny JA

HATIPENA.COM – Kemiskinan, bagi sebagian orang, hanyalah statistik dalam laporan pembangunan. Namun bagi jutaan manusia lainnya, ia adalah kenyataan yang menggigit, membungkam suara, dan merampas hak untuk bermimpi. Dalam dunia yang bergerak cepat dan penuh distraksi, kisah-kisah kemiskinan kerap menguap begitu saja—diabaikan, dilupakan, atau dianggap sebagai bagian tak terelakkan dari hidup. Di sanalah Sajak dalam Koin Kehidupan: Ketika Isu Kemiskinan Dikisahkan dalam Puisi Esai mengambil tempatnya: sebagai suara bagi yang bisu, sebagai wajah bagi yang tak terlihat.

Buku ini saya tulis sebagai upaya menyuarakan luka-luka sosial yang selama ini tersembunyi di balik gemerlap kota, di balik angka-angka pertumbuhan, di balik layar-layar yang sibuk menampilkan pencapaian. Sajak dalam Koin Kehidupan adalah cermin yang saya arahkan kepada kita semua—agar berani menatap wajah-wajah yang kerap kita hindari: mereka yang terpinggirkan, yang hidup dalam diam, yang bertahan dengan pilihan-pilihan pahit karena tak punya ruang untuk berharap.

Setiap sajak yang saya tulis berangkat dari kisah nyata. Ia adalah hasil dari pencarian, penggalian, dan perenungan mendalam. Dari seorang ayah di Sulawesi yang harus membawa jasad anaknya dengan motor karena tak sanggup membayar ambulans, hingga seorang pemuda yang diarak karena mencuri pisang demi adik yang kelaparan. Mereka bukan tokoh fiksi. Mereka nyata, hidup di sekitar kita—namun seringkali kita hanya menoleh sejenak, lalu kembali pada kenyamanan kita sendiri.

Saya menulis untuk mengajak pembaca menyelami realitas yang mungkin selama ini luput dari jangkauan rasa. Di balik tiap bait, saya sisipkan harapan, agar kita kembali mengingat bahwa kemanusiaan bukanlah hak istimewa, melainkan hak semua orang. Dan bahwa makna hidup tak diukur dari seberapa banyak yang kita miliki, tetapi dari seberapa dalam kita mampu peduli. (*)