Menyambut Aplikasi Knowing Myself+Healing LSI Denny JA (10)
Oleh Denny JA
HATIPENA.COM – Pada awal dekade 2010-an di Florida, Amerika Serikat, dua psikolog—Dr. Jennifer Hall dan Dr. J. Brice—mengajukan sebuah pertanyaan mendasar yang terdengar sederhana:
“Apa sebenarnya yang membedakan pengusaha sukses dari mereka yang hanya bisa bermimpi?”
Mereka mengamati ribuan mahasiswa dan profesional di pusat-pusat pelatihan bisnis. Banyak dari mereka belajar membuat business plan, mempresentasikan ide startup, mengikuti seminar motivasi. (1)
Namun setelah lulus, hanya segelintir yang benar-benar melangkah dan bertahan.
“Apa yang hilang?” tanya mereka.
Jawaban mereka lahir dalam bentuk Entrepreneurial Mindset Profile (EMP). Ini sebuah alat ukur psikologis untuk membaca karakter dan pola pikir wirausahawan.
EMP mengukur 14 dimensi, dari Need to Achieve, Risk Acceptance, Execution, hingga Interpersonal Sensitivity.
Ia bukan hanya menilai kemampuan seseorang memulai bisnis, tetapi juga kemampuannya menanggung kegagalan, menahan ambiguitas, dan mengelola kepercayaan diri.
Tes ini pertama kali dikembangkan sekitar tahun 2013–2014 di McNair Center for Entrepreneurial Leadership, Eckerd College.
Sejak itu, EMP digunakan di berbagai universitas ternama dan inkubator global. Namun yang paling penting dari EMP bukanlah angka-angka yang dihasilkannya.
Melainkan cermin batin yang ia sodorkan:
“Siapakah Anda? Dan mampukah Anda bertahan saat semua pintu tertutup?”
Filosofi ini menancap dalam benak saya. Bahwa kewirausahaan adalah tentang keberanian dan daya tahan atas tekanan, bukan sekadar kemampuan teknis soal keuangan.
-000-
Saya membaca ulang kisah tentang Dr. Hall dan Dr. Brice saat bersama tim LSI Denny JA menyusun apa yang kami sebut: Entrepreneurship Intelligence Quotient (EIQ).
Ini sebuah bentuk kecerdasan yang lain. Kecerdasan berwira usaha.
EIQ menjadi salah satu dari 14 tes dalam aplikasi KnowingMyself+Healing LSI Denny JA.
Yakni, sebuah platform yang kami lengkapi dengan teknologi AI agar bisa diakses siapa saja, kapan saja, di mana saja.
Inspirasi EMP membuka jalan bagi kami untuk membangun versi lokal yang relevan dengan konteks Indonesia—dengan keberagaman sosial, ekonomi, dan semangat pembelajarannya yang khas.
-000-
Apa Itu Bakat Jadi Orang Kaya?
Pertanyaan ini sederhana, tapi jawabannya membelah sejarah psikologi modern. Apa yang disebut “bakat kekayaan” bukanlah faktor tunggal. Ia bukan IQ. Bukan pula warisan genetik.
Ia adalah simpul dari:
1. Struktur kepribadian (stabil atau penuh ketakutan?)
2. Dorongan batin (punya ambisi atau hanya menunggu?)
3. Keterampilan praktis (bisa menjual, mengeksekusi, merancang?)
Tes EIQ menyaring semua itu ke dalam 20 dimensi.
Dari Tenacity, Risk Acceptance, hingga Reflective Learning—tes ini memberi peta utuh.
Namun peta bukanlah kompas. Ia hanya menuntun.
Yang membawa kaki melangkah tetaplah keberanian.
-000-
Tes ini lahir bukan dari ruang hampa. Ia lahir dari kekecewaan terhadap model pelatihan wirausaha yang terlalu teknis, terlalu dangkal.
Padahal banyak orang gagal bukan karena tak tahu cara membuat business plan—tapi karena takut gagal, takut malu, takut hidup berubah.
LSI Denny JA menyatukan empat teori besar:
• EntreComp dari Komisi Eropa
• Entrepreneurial Mindset Profile (EMP)
• Great Eight Competencies
• Model Morris et al.
Dari sana dirumuskan struktur tiga lapis:
1. Dispositional Core (karakter bawaan)
2. Motivational Drive (tenaga penggerak batin)
3. Developmental Competence (keterampilan teknis yang bisa dilatih)
Ini bukan lagi sekadar tes.
Ia adalah dialog antara psikologi, filsafat keberanian, dan dunia nyata.
-000-
Sebut saja namanya Tiara dari Semarang. Jika ia mengikuti tes ini, ia mungkin berkata:
“Saya pikir saya gagal dalam hidup karena saya bodoh. Tapi ternyata saya hanya belum mengenali apa yang bisa saya kembangkan.”
Skor Tiara rendah di Self-Efficacy, tapi sangat tinggi di Creativity dan Social Influence.
Rekomendasi AI menyarankannya menjadi co-creator—bukan CEO, tapi otak kreatif di balik merek orang lain.
Hari ini, ia desainer produk yang mengelola brand sepatu ramah lingkungan di Jawa Tengah.
Apakah ia kaya secara materi? Tidak ekstrem. Tapi ia bangga membiayai hidup orangtuanya.
Dan yang paling penting: ia kini hidup dari keahlian yang sesuai jiwanya.
-000-
Bakat menjadi orang kaya adalah kepekaan terhadap peluang, ketekunan saat gagal, dan seni mencipta dari kekurangan.
Ia lebih dekat ke sifat petani yang menanam walau langit gelap,
daripada ke sifat penjudi yang menunggu hoki.
Dalam kerangka EIQ, ada banyak jalan menuju “kaya”:
• Si Visioner: unggul di Strategic Vision dan Future Focus
• Si Eksekutor: tinggi di Execution & Planning
• Si Jaringan: dominan di Social Influence
• Si Tangguh: tertinggi di Tenacity dan Optimism
Setiap profil punya jalan masing-masing.
Maka, mengenali diri adalah langkah pertama.
Lalu mencintai jalan itu, meski sunyi.
-000-
Program ini tak hanya menyentuh individu, tapi juga komunitas.
Jika dilakukan uji coba pada para eks-narapidana hasilnya bisa mengejutkan, seperti ini.
• 46% memiliki potensi tinggi di Entrepreneurial Resilience
• 32% unggul di Guerrilla Skills dan Value Creation
Dengan pembinaan, banyak dari mereka bisa menjadi pemilik usaha mikro: warung kopi, servis motor, sablon baju.
Mereka bukan sekadar mantan napi.
Mereka adalah pencipta nilai baru.
Tes ini tidak bertanya:
“Apakah Anda bersih dari masa lalu?”
Tes ini bertanya:
“Apakah Anda masih punya masa depan yang layak diperjuangkan?”
-000-
Dan akhirnya, kembali ke pertanyaan awal:
Apa yang membedakan mereka yang hanya bermimpi, dan mereka yang benar-benar melangkah?
Jawabannya mungkin tak terletak pada besar modal, atau nama keluarga.
Melainkan pada satu momen kecil:
Ketika seseorang duduk sendiri, membuka selembar hasil tes,
dan berkata dalam hati:
“Saya punya nilai. Saya bisa menciptakan. Saya layak berhasil.”
Kadang, yang kita butuhkan untuk memulai
bukanlah warisan atau keajaiban.
Cukup selembar cermin,
sedikit hujan,
dan keberanian untuk percaya pada diri sendiri. ***
Catatan:
(1) EMP dikembangkan oleh tim psikolog di Eckerd College, termasuk Dr. Jennifer Hall dan Dr. J. Brice, sebagai alat untuk mengukur pola pikir kewirausahaan.
Sumber:
• Hall, J. A., Davis, M. H., & Mayer, P. S. (2015). Developing a New Measure of Entrepreneurial Mindset: Reliability, Validity, and Implications for Practitioners. Consulting Psychology Journal: Practice and Research, 67(4), 1–20.
-000-
Ratusan esai Denny JA soal filsafat hidup, political economy, sastra, agama dan spiritualitas, politik demokrasi, sejarah, positive psychology, catatan perjalanan, review buku, film dan lagu, bisa dilihat di FaceBook Denny JA’s World