Pipiet Senja
Dulu sekali tatkala kanak-kanak
Hanya satu-dua saja yang kudamba
Kalau bukan sosok emak
Niscaya petuah bapak yang menderas
Bak lahar semesta
Bak api bak lautan
Bak matahari
Bak rembulan
Dulu sekali tatkala kanak-kanak
Bukan mainan yang kucari
Bukan kolecer yang menari
Bukan kesenangan
Bukan yang melenakan
Melainkan wajah sejoli
Kami memanggilnya
Emak dan Bapak
Melangkah jenjang usia
Tiada terasa masa kanak-kanak
Terlampaui sudah
Giliranku melihat wajah mungil
Jiwa-jiwa kecil dalam asuhan
Betapa kerap kudengar kesah
Betapa sering kuhela resah
Kubalun ketakutan buah hati
Dengan doa dan puja yang kumiliki
Dengan simpanan keibuanku
Meski langkahku sendiri
Tertatih lesi dihajar seringai
Tanpa hati
Tanpa nurani
Sosok itu bukan seperti bapakku dulu, Cinta
Pantaskah dia kita ikuti?
Patutkah dia kita rindui?
Sebab segala ikhlas telah tuntas
Dikhianati dan dilukai
Dilecehkan dan dipersetankan
Bibirku gemetar
Sekujur tubuh menggeletar
Bumi dan lautan bak gelegar
Menghantam sisi-sisi hati
Gerangan dimanakah cinta dilabuhkan?
Aku ingin menjerit
Aku ingin meradang
Biarkan segala pedih-perih
Mengawang langit
Membadai nyeri yang melesak jauh
Di dalam dada ini
Gerangan dimanakah rindu dilabuhkan?
Lihatlah, Cinta!
Bayangku bagaikan elang tua
Terbang dalam angan-angan
Cakarku tinggal goresan patah
Namun aku takkan pernah
Kalah dan menyerah
Sebab sesungguhnya telah kutemukan
Cinta dan rindu mengalir senantiasa
Dalam sosok-sosok mungil
Kepada siapa bisa kupanggil
Malaikat-malaikat kecil
Di sinilah ternyata
Seluruh keluh membusai
Pada lahan mengurai rindu
Yang tak kunjung usai (*)
Bilik Hati, 10 November 2012