Herry Tany
aku petani
tani kelas pekerja yang tak pernah henti memberi makan nasi ke seluruh negeri
sedari pagi hingga tenggelam matahari
tani tak bosan kritisi pemerintah
soal ketidakadilan sosial
karena tani tak pernah sejahtera
sejak era koloni
sampai jaman AI
dialekku warisan nenek moyang
warna lokal kental
dengan kebaya
caping pupuk cangkul
tak lupa sangu dan sambal pengganjal perut
energiku penuh
ku lempar pesan kelam perlawanan
menyuarakan kesadaran pada semua akar rumput
sampai anak cucu
keluargaku petani turun temurun
dari bapakku hingga bapaknya bapakku
ia menangis saat tanahnya dirampas
menjerit karena selalu menjadi kuli
di tanahnya sendiri. (*)
Suara Pinggiran Jakarta, Juni 2025