Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025

Adat yang Tak Lekang Oleh Waktu

June 7, 2025 06:11
IMG-20250607-WA0012

Mohammad Medani Bahagianda
(Dalom Putekha Jaya Makhga)


Tabik Pun!

HATIPENA.COM- Provinsi Lampung yang terletak di ujung selatan Pulau Sumatra dikenal tidak hanya karena kekayaan alamnya, tetapi juga karena kekayaan budayanya. Di tengah arus globalisasi dan kemajuan teknologi yang semakin cepat, masyarakat Lampung tetap setia memegang teguh adat istiadat warisan leluhur mereka.

Adat ini bukan sekadar tradisi seremonial semata, melainkan menyatu dengan kehidupan sehari-hari, menjadi pedoman dalam berperilaku, bermasyarakat, dan menjaga keharmonisan hidup.

  1. Struktur Adat: Saibatin dan Pepadun
    Masyarakat adat Lampung terbagi ke dalam dua kelompok utama, yaitu Saibatin dan Pepadun. Masing-masing memiliki sistem kekerabatan, tata cara adat, dan pemimpin adat yang khas.
    • Saibatin merupakan masyarakat aristokrat yang menganut sistem keturunan garis lurus dari bangsawan. Adat Saibatin lebih bersifat tertutup, kaku, dan menjaga nilai-nilai kebangsawanan. Kelompok ini banyak dijumpai di pesisir Lampung seperti di Pesisir Barat, Tanggamus, dan Lampung Selatan.
    • Pepadun lebih egaliter dan demokratis. Pemimpin adat dalam masyarakat Pepadun dipilih melalui musyawarah keluarga dan kampung. Mereka banyak mendiami daerah pedalaman seperti Lampung Tengah, Lampung Utara, dan Way Kanan.
    Kedua sistem ini mencerminkan betapa adat Lampung sangat menghargai struktur sosial dan peran masing-masing individu dalam masyarakat.
  2. Adat dalam Kehidupan Sehari-hari
    a. Gotong Royong dan Musyawarah
    Masyarakat Lampung menjunjung tinggi nilai gotong royong, atau dalam istilah lokal disebut “nyambai”. Dalam berbagai kegiatan seperti membangun rumah, mempersiapkan hajatan, atau panen padi, masyarakat saling membantu tanpa pamrih. Ini mencerminkan semangat kolektivitas yang masih kental.
    Musyawarah juga merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan warga. Setiap persoalan, baik kecil maupun besar, seperti perselisihan antar tetangga, selalu diselesaikan melalui musyawarah adat yang dipimpin oleh tokoh adat atau penyimbang.

b. Penggunaan Bahasa Lampung
Bahasa Lampung masih aktif digunakan dalam kehidupan sehari-hari, terutama di wilayah pedesaan. Bahasa ini terbagi ke dalam dua dialek utama: Api dan Nyo, yang masing-masing digunakan oleh masyarakat Saibatin dan Pepadun. Bahasa tidak hanya digunakan sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai identitas budaya.

c. Gelar Adat (Juluk-Adok)
Gelar adat di masyarakat Lampung dikenal dengan istilah Juluk-Adok. Gelar ini tidak diberikan sembarangan, melainkan melalui proses adat yang panjang, termasuk musyawarah keluarga besar. Juluk-Adok diberikan sebagai bentuk penghargaan kepada seseorang atas kedewasaan, kontribusi, atau pencapaiannya dalam masyarakat.

Contohnya, seseorang yang sudah menikah dan dianggap matang akan diberikan gelar yang menandakan kedudukannya dalam struktur sosial. Gelar ini melekat dan digunakan dalam berbagai upacara serta dokumen resmi.

  1. Upacara Adat dalam Siklus Kehidupan
    a. Upacara Pernikahan (Cangget Agung)
    Salah satu upacara adat terbesar adalah Cangget Agung, yaitu upacara pernikahan adat yang meriah dan sarat makna. Dalam upacara ini, pengantin mengenakan pakaian adat lengkap dengan kain tapis, mahkota siger, dan perhiasan emas. Tari-tarian seperti Tari Sigeh Pengunten dibawakan sebagai bentuk penghormatan kepada tamu.
    Cangget Agung menjadi ajang menunjukkan status sosial, mempererat hubungan antar keluarga, serta menjadi media pewarisan nilai-nilai adat kepada generasi muda.

b. Upacara Khitanan dan Kematian
Selain pernikahan, masyarakat Lampung juga mengadakan upacara adat saat seorang anak dikhitan atau ketika ada anggota keluarga yang meninggal dunia.

Dalam upacara kematian, misalnya, keluarga besar akan berkumpul dan melakukan ritual seperti doa bersama, serta prosesi adat untuk menghormati arwah leluhur.

  1. Warisan Seni dan Kerajinan
    a. Tapis: Simbol Keanggunan dan Identitas
    Salah satu warisan budaya paling terkenal dari Lampung adalah kain tapis. Tapis adalah kain tenun tradisional yang dibuat secara manual, dihiasi dengan benang emas atau perak membentuk motif khas seperti flora, fauna, dan simbol adat. Tapis bukan sekadar kain, tetapi mencerminkan identitas, status, dan keanggunan perempuan Lampung.

b. Musik dan Tari Tradisional
Musik tradisional Lampung menggunakan alat musik seperti gamelan, gambus, dan cetik (semacam xylophone bambu). Sementara itu, tari-tarian adat seperti Tari Melinting, Tari Bedana, dan Tari Cangget menjadi bagian dari ritual dan hiburan dalam berbagai kegiatan adat.

  1. Hukum Adat sebagai Solusi Sosial
    Masyarakat Lampung masih mempercayai hukum adat sebagai cara utama dalam menyelesaikan konflik. Misalnya, dalam kasus sengketa tanah, pencemaran nama baik, atau perselisihan keluarga, penyelesaian tidak langsung dibawa ke pengadilan formal, melainkan diserahkan kepada pemimpin adat yang akan menggelar sidang adat (hukuman kebandak).
    Hukum adat menekankan pada pemulihan hubungan, bukan hanya hukuman. Sanksi yang diberikan bisa berupa permintaan maaf secara adat, pembayaran denda, atau kerja sosial.

Adat istiadat masyarakat Lampung bukanlah peninggalan sejarah yang membeku dalam museum, melainkan masih hidup, tumbuh, dan menyatu dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Dari cara berbicara, berpakaian, berinteraksi sosial, hingga menyelesaikan persoalan, semuanya mengacu pada nilai-nilai adat yang diwariskan turun-temurun.

Di era modern seperti sekarang, ketika banyak tradisi lokal mulai luntur, masyarakat Lampung justru menunjukkan bahwa kearifan lokal bisa berjalan seiring kemajuan.

Adat yang tak lekang oleh waktu ini bukan hanya menjadi identitas, tetapi juga fondasi kebersamaan, kehormatan, dan keberlanjutan hidup berbudaya. (*)