Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025

Menikmati Kehilangan

June 7, 2025 08:43
IMG_20250607_084132

Rerasan: Muslimin Lamongan

HATIPENA.COM – Waktu berjalan menurut garis edar. Dalam hitungan kalender, sudah masuk usia 56. Setengah abad lebih. Tak terasa waktu cepat berlalu. Merasa kemarin masih mengaji di madrasah. Tak terasa sudah 29 tahun berkeluarga. Istri, anak, dan cucu menemani. Suka duka mengisi hari-hari, tangis tawa mewarnai. Bila ditulis dalam kata dan kalimat, bisa jadi puisi, cerpen, atau novel. Meski tak membahana, sederhana tak berdrama, bila direnung lebih dalam, muaranya adalah hikmah yang bermakna.

Namun, kebajikan itu sering luput, tersudut oleh gelut dunia merebut. Makin lansia, makin amnesia terhadap hakikat dan tujuan hidup. Malu bertanya sesat di jalan, gagu melangkah bekal panjang perjalanan.

Melansia, mau tidak mau harus rela banyak kehilangan. Kaki mulai goyah melangkah. Mata mulai katarak lamur. Telinga berdengung, suara-suara terucap tak jelas terdengar. Posesif sensitif melanda. Rasa yang hambar. Logika tak runtut. Suara bergetar.

Kekhawatiran dan sakit, kesepian dalam keramaian. Merasa sebentar lagi jatuh wibawa. Tua-tua keladi, makin tua makin mengeriputi. Pesona raga mulai pudar, gelora jiwa mulai nanar. Bila pikun sering kesasar. Pintu kulkas disangka pintu WC.

Menyedihkan? Menggiriskan? Entahlah, dalam benak sudah mulai teriak: apakah nanti juga jadi pesakitan, seperti lansia yang lain. Jadi ramutan, jadi gerutuan istri dan anak yang merawat. Oh, jangan! (seribu satu kali diucapkan).

Bukankah banyak lansia yang semakin tegar berwibawa? Masih sehat bersemangat menjalani aktivitas. Bahkan banyak yang mengalami masa keemasan di usia 60-70an. Manusia memang terstruktur dalam konsep “wis wayahe”, sudah waktunya. Jika ditakdirkan berjaya di usia lanjut, rintangan apa pun tak bisa menghadang.

Saya mulai menafakuri fenomena ini. Saya tidak tergesa membara menginginkan hal-hal muluk. Di luar kemampuan diri. Saya sudah tahu takaran diri. Lansia tidak bisa dihindari, saya hanya berharap dan berdoa. Semoga sehat wal ‘afiat senantiasa. Hingga tidak menjadi “kembang mbayang” kedukaan. Tetap bisa beraktivitas sesuai keadaan dan kemampuan. Tetap bisa bersilaturrahim, bercanda ria dengan para sahabat dan kawan. Harmonisasi keluarga. Menjadi makin dalam tutur kata. Menjadi teladan meski bukan insan sempurna.

Akhirnya, menikmati banyak kehilangan fasilitas raga adalah suatu keadaban. Harus berterima dalam kesantunan. Raga makin berantak, berharap jiwa makin beranjak. Makin dekat denganNya, makin jauh dengan sekutuNya.

Terima kasih Tuhan, masih diberi nafas. Mohon ampun Tuhan, laku diri masih culas. Hanya RahmatMu sandaran, hanya syafaat Rasulullah Muhammad dambaan. (*)

Lamongan, 3 Juni 2025