HATIPENA.COM – Musik klasik kini makin merambah ke berbagai daerah di Indonesia. Berkat kemajuan teknologi dan media sosial, acara-acara musik ini dihidupkan melalui postingan para pecinta musik klasik, baik pelaku maupun penikmat.
Banyak musisi klasik, baik amatir maupun sudah profesional aktif menggelar pertunjukan dan lokakarya, memperkenalkan kekayaan musik klasik Indonesia kepada komunitas setempat. Dukungan platform digital seperti YouTube dan Spotify turut memperluas jangkauan, menjadikan musik klasik ini tetap relevan dan digemari di kalangan masyarakat daerah yang sebelumnya kurang terpapar.
Kini di Jakarta Utara, tepatnya di Kompleks Ruko Pluit Village, telah dibuka sebuah tempat pertemuan para anak muda belajar dan menjadi ajang berbagi untuk musik klasik bernama “Musicantus Academy”.
Lokasinya di pantai utara Jakarta strategis untuk sekalian “healing”, melarikan diri dari macet dan kekisruhan metropolitan. Sabtu, 7 Juni kemarin adalah konser inaugurasi Musicantus Academy dengan sang pendiri, Randy Ryan serta para pianis Gen-Z dan gen alpha yang menjadi muridnya.
Mereka adalah Emelie Nicole Thong, Charlotte, Samuel Maximus, Christopher Alfian Lim, Maximus Huang, Muhammad Channiel Roshan Syarkawi, Allegra Karenina Godeliva Manuel, Alf Elijah Beloved Segarlaki, Victor Clementius Ditra dan Michael Anthony Kwok. Turut hadir antara lain komponis & pianis Ananda Sukarlan.
Generasi-Z dan Generasi Alpha memang menunjukkan minat yang meningkat terhadap musik klasik Indonesia, terutama karena penyajiannya yang kini lebih mudah diakses dan menarik. Lewat konten-konten kreatif di TikTok, Instagram dan X, mereka terpapar pada video pendek yang menampilkan musik klasik dengan presentasi yang kekinian dan tidak kaku.
Selain itu, banyak sekolah dan komunitas seni di daerah mulai memasukkan musik klasik Indonesia ke dalam kurikulum atau kegiatan ekstrakurikuler, menarik perhatian anak muda yang haus akan identitas budaya.
Tren ini diperkuat oleh kebanggaan generasi muda terhadap warisan lokal, di mana mereka melihat musik klasik sebagai bentuk ekspresi yang autentik dan keren, sekaligus cara untuk terhubung dengan akar budaya mereka di tengah arus globalisasi.
Ini juga dibuktikan dengan peningkatan kuantitas dan kualitas peserta di Kompetisi Piano Nusantara Plus, yang tahun 2024 kemarin diikuti oleh 477 peserta. Tahun ini Randy Ryan juga akan menjadi bagian dari dewan jurinya.
Musicantus Academy memiliki visi pendidikan generasi penerus bukan hanya menjadikan mereka musikus handal, tapi juga berkarakter dan beridentitas kuat. Di acara pembukaan Musicantus Sabtu 7 Juni kemarin, dua pianis menarik perhatian karena teknik dan musikalitasnya.
Victor Clementius Ditra memainkan Rapsodia Nusantara no. 20 (berdasarkan lagu Jawa Tengah, “Padhang Wulan”), dan Michael Anthony Kwok (yang notabene tunanetra dan autis) memainkan Rapsodia Nusantara no. 31 (berdasarkan lagu Tapanuli “Sigulempong”). Victor adalah Juara I Ananda Sukarlan Award 2023 kategori Young Artist, dan tahun ini akan bertanding lagi di kategori paling atas, yaitu Professional Artist.
Sedangkan Michael Anthony Kwok pernah menjuarai ASA dalam kategori musikus berkebutuhan khusus, dan tahun ini ia akan bertanding dengan pianis-pianis lain, termasuk Victor Clementius dalam kategori Professional untuk pianis umum dan bukan berkebutuhan khusus. Akan sangat menarik menyaksikan dua pianis ini bertanding di ajang bergengsi ini.
Sebagai staff pengajar ada Odorikus Kaloka (biola), Kevin Lukito (gitar), para vokalis Yosua Yesa Yusmirna, Yasashi I Evelyn Pangaribuan serta para pianis Kaleb Yuseli dan Ignes Nathania.
Rapsodia Nusantara, karya monumental Ananda Sukarlan, memainkan peran penting dalam memapankan identitas dan mempromosikan musik Indonesia ke kancah internasional dengan mengangkat elemen musik tradisional Indonesia ke dalam serangkaian komposisi virtuoso untuk piano solo.
Rapsodia Nusantara menggabungkan motif musik dari lagu-lagu daerah Indonesia, seperti gamelan, keroncong, dan melodi tradisional lainnya, dengan teknik komposisi klasik Barat.
Pendekatan ini menciptakan jembatan budaya yang memperkenalkan kekayaan musik Nusantara kepada penonton global, terutama di panggung-panggung bergengsi dunia, sekaligus menunjukkan bahwa musik tradisional Indonesia dapat berdialog dengan bahasa musik universal.
Konser-konser Ananda Sukarlan di berbagai situs bersejarah seperti Majapahit, Sriwijaya dan Prambanan yang diselenggarakan secara daring pada saat pandemi Covid-19 di kanal YouTube Kemenbud juga berhasil menarik perhatian penonton internasional, memperkuat narasi pemajuan kebudayaan Indonesia dan mempromosikan pariwisata budaya.
Selain sebagai karya seni, Rapsodia Nusantara juga berfungsi sebagai alat diplomasi budaya, sebagaimana ditunjukkan oleh Ananda Sukarlan dalam pertunjukan di situs-situs bersejarah Indonesia yang mengaitkan musik dengan narasi sejarah dan identitas bangsa.
Dengan memadukan cerita sejarah Indonesia dalam konser-konser ini, Ananda tidak hanya memainkan musik, tetapi juga mengedukasi penonton global tentang kekayaan budaya dan sejarah Indonesia, sehingga memperluas pemahaman dan apresiasi terhadap warisan Nusantara.
Penampilannya di berbagai negara oleh para musisi internasional juga memperkuat posisi Rapsodia Nusantara sebagai duta budaya, membawa identitas musik Indonesia ke panggung dunia sambil menjaga esensi budaya lokal tetap hidup dan relevan di era globalisasi.
Sang pendiri Musicantus Academy, Randy Ryan dikenal sebagai salah satu pianis muda paling menjanjikan di Indonesia. Seorang musisi yang aktif sebagai solois dan sebagai pianis kolaborator di musik kamar (duo, trio dll), dengan konser di Amerika Serikat, Italia, dan Polandia.
Selain itu juga di Austria, Denmark, Jerman, Hong Kong, Malaysia, Tiongkok, Jepang, Thailand, Singapura, Korea, dan berbagai kota di Indonesia.
Randy Ryan membuat debut konsernya pada usia 10 tahun dengan membawakan Piano Concerto dari Wolfgang Amadeus Mozart dalam A mayor k. 414 bersama Jakarta Concert Orchestra.
Ia memenangkan Ananda Sukarlan Award, kompetisi musik klasik paling tangguh dan prestisius di Indonesia pada usia 16 tahun tahun 2012, sampai saat ini pemenang termuda dalam sejarah ASA.
Sebetulnya tahun 2008 pun ia sudah mengikuti ASA, dan berhasil menjadi juara ke-3, dengan usia 12 tahun (Juara pertama diraih oleh Inge Buniardi yang hadir di pembukaan Musicantus dan berfoto bersama Randy dan Ananda, dan juara ke-2 Edith Widayani yang sekarang bergelar Doctor of Music dari Eastman School of Music, Rochester).
Sejak saat itu, ia telah tampil dengan banyak orkestra, seperti Thailand Philharmonic Orchestra, Yayasan Musik Jakarta Orchestra, Jakarta Sinfonietta, dan yang terbaru dengan Jakarta Simfonia Orchestra dipimpin Stephen Tong dan Eunice Tong.
Seorang musisi kamar yang antusias, Randy menerima beasiswa ke festival musik kamar Kneisel Hall dan Music Academy of the West pada tahun 2018. Randy tampil di Juilliard Chamberfest 2014 dan 2017. Randy diundang ke Piano Academy 2016 di Eppan, Italia di bawah bimbingan Pavel Gililov.
Ia juga mendapat kesempatan untuk mengunjungi Paris dan Polandia untuk memberikan konser dan belajar dengan pianis legendaris Paul Badura-Skoda, yang memuji Randy atas “sifat puitisnya dan sentuhan hangat dari salah satu artis muda yang paling menjanjikan.”
Randy lulus dari Juilliard School (New York) tempat ia belajar dengan Hung-Kuan Chen dan Matti Raekallio. Diploma pascasarjana dan gelar master musik dalam piano performance dan pedagogi diraihnya di Peabody Conservatory of Music dengan beasiswa penuh, belajar dengan pianis legendaris Leon Fleisher. Sejak wafatnya Leon Fleisher pada bulan Agustus 2020, Randy menyelesaikan diploma Master-nya pada tahun 2021 di bawah bimbingan prof. Yong-Hi Moon.
Randy Ryan telah banyak memainkan karya Ananda Sukarlan, termasuk memperdanakan karya pendek tapi virtuosik, “Fons Juventatis” (The Fountain of Youth) untuk piano dan orkes. (*)