HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Perbedaan Jakarta dan Makassar

June 28, 2025 18:19
IMG-20250628-WA0075

Asrul Sani Abu *)

HATIPENA.COM – Kota yang Membentuk Kita dan Kota yang Memanggil Pulang.

Ada kota yang membentuk langkah pertama,
dan ada kota yang memanggil pulang saat jiwa mulai mencari arah pulang.

Jakarta adalah kota tempat saya tumbuh secara profesional.
Di sanalah saya kuliah di Universitas Trisakti,
bekerja pertama kali di segitiga emas,
hingga mendirikan bisnis sendiri di bidang jasa transportasi.

Jakarta mengajari saya cara berjuang, berdiri, jatuh, lalu bangkit lagi, semua dalam tempo yang cepat, menantang ego dan menguji ambisi kita.

Namun pada tahun 2017, saya mengambil keputusan besar:
kembali membangun usaha keluarga ke Makassar.
Bukan karena Jakarta kejam dalam persaingan usaha,
tapi karena Makassar memberi ruang untuk bernapas lebih dalam,
berpikir lebih jernih, dan merasa lebih utuh.

Makassar: Tempat Jiwa Dibesarkan

Makassar adalah kota tempat saya dibesarkan.
Bukan hanya tempat tinggal masa kecil,
tetapi tempat nilai-nilai ditanamkan oleh orang tua.
Tempat di mana langit tidak sibuk mengejar awan,
dan laut masih tahu nama saya.

Di Jakarta, saya dibentuk.
Di Makassar, saya dipulihkan.
Jakarta melatih strategi berpikir.
Makassar menguatkan hati.
Jakarta memaksa kita cepat dan disiplin.
Makassar mengajari kita nikmat dan hakikat.

Landmark: Simbol, Spirit, dan Rasa

Jakarta memiliki Monas sebagai tugu perlawanan nasional,
Bundaran HI sebagai denyut kehidupan,
dan Masjid Istiqlal masjid terbesar di Asia Tenggara,
tempat berjuta doa bertemu dalam satu kubah kebangsaan Indonesia.

Sementara Makassar punya Pantai Losari dan Pantai Bosowa, Benteng Rotterdam, dan Masjid 99 Kubah sebuah masjid unik terindah dengan warna mencolok dengan arsitektur futuristik di atas laut,
dengan warna-warni yang tak hanya mencolok mata, tapi menyentuh hati.

Setiap senjanya seperti berdzikir, sambil menyeruput sarabba atau kopi Toraja yang hangat di lidah dan jiwa.

Transportasi: Kecepatan vs Ketenangan

Jakarta adalah kota yang sibuk mengejar waktunya.
Transportasinya lengkap dan salah satu terbaik dunia sebut saja ada MRT, LRT, TransJakarta, kereta cepat, tol dalam kota, hingga taksi daring yang siap di mana saja.
Tapi lengkapnya moda, tak selalu membuat hidup jadi ringan seringkali justru membuat kita lupa bagaimana rasanya menikmati perjalanan dengan kemacetannya.

Makassar, sebaliknya, menawarkan ritme yang lebih bersahabat.
Tak ada MRT, tak ada kereta cepat,
tapi ada pete-pete, Bus Rapid Transit (BRT) Mamminasata,
dan tol layang AP Pettarani, tol layang pertama di Indonesia Timur.
Di Makassar, perjalanan adalah bagian dari kehidupan yang pelan, bukan hanya perlombaan.

Jakarta memindahkan tubuh dengan cepat.
Makassar memindahkan hati dengan pelan.

Gedung Tinggi dan Cinta Lokal

Jakarta punya gedung tinggi menjulang milik pengusaha nasional dan BUMN:
Thamrin Nine Tower dan BNI 46 Tower, simbol kekuatan finansial bangsa.

Tapi Makassar punya Wisma Kalla milik H. Jusuf Kalla
dan Bosowa Tower milik H. Aksa Mahmud.
Gedung tinggi yang lahir dari cinta putra daerah, sebagai tanda bakti pada tanah kelahirannya.

Gedung Menjulang vs Keajaiban Alam

Di Jakarta kita menatap ke atas melihat pencakar langit yang mewah.

Di Makassar kita menatap sekitar dan merasa kecil dalam keindahan alam yang hakiki seperti pegunungan Rammang-Rammang, gugusan karst terbesar dan salah satu terindah di dunia,
yang membuat hati diam dan merenungi kebesaran Pencipta.

Upah Minimum Regional kota Jakarta dan kota Makassar terpaut jauh.

UMR Jakarta 2024: ± Rp 5.060.000

UMR Makassar 2024: ± Rp 3.400.000

Pendapatan per kapita Jakarta: ± Rp 180 juta/tahun

Pendapatan per kapita Makassar: ± Rp 65 juta/tahun

Jakarta menawarkan nominal besar, tapi juga dengan tekanan besar.
Di Jakarta, gaji Rp 10 juta bisa terasa pas-pasan.
Sedangkan di Makassar, Rp 3 juta masih bisa disyukuri, bahkan dibagi.
Makassar tak menjanjikan kemewahan,
tapi keseimbangan hidup yang mulai langka di ibu kota.

Soal Makanan dan Makna

Jakarta menawarkan segalanya:
dari Soto Betawi, steak wagyu, hingga Ikan Hiu dan Napoleon seharga jutaan.

Tapi di Makassar, dengan hanya ratusan ribu rupiah,
Anda bisa menyantap Coto Makassar, Sop Ikan Bandeng, Konro,
bahkan Ikan Hiu dan Napoleon segar dari laut Sulawesi,
ditemani angin laut dan obrolan hangat dari warung ke warung.

Jakarta punya rasa global.
Makassar punya rasa keramahan lokal,
yang tumbuh dari tanah sendiri, laut sendiri, dan tangan sendiri.

Puncak vs Malino

Jakarta punya Puncak destinasi akhir pekan yang menyejukkan dengan kelengkapan fasilitas dan kemacetannya.

Makassar punya Malino Highland,
di mana kabut turun seperti doa yang menyelimuti dada,
dan kebun tehnya menyambut setiap tamu seperti keluarga.
Di sana, waktu berjalan pelan agar kita sempat merenungi diri.

Pusat vs Poros

Jakarta adalah pusat komando dan kekuasaan nasional.
Makassar adalah poros strategis Indonesia timur:
dengan Pelabuhan Soekarno-Hatta, Makassar New Port,
Tol Layang AP Pettarani, dan Bandara Sultan Hasanuddin
yang menjadi penghubung antara pulau dan peluang.

Jakarta punya kawasan bisnis dunia: SCBD, Sudirman, Kuningan.
Makassar punya Panakkukang, Pettarani, dan Center Point of Indonesia (CPI) bukan sekadar kawasan bisnis, melainkan perpanjangan mimpi orang-orang Timur
yang bekerja dengan hatinya.

Saya bersyukur pernah dibesarkan oleh dua kota besar.
Jakarta membentuk isi kepala saya.
Makassar membentuk isi hati saya.

Jakarta mengajari saya cara mengejar cita dan cinta.
Makassar mengajari saya cara menerima dan mengikhlaskan.
Jakarta membentuk emosi dan ambisi.
Makassar mengingatkan pada misi dan makna.

Hari ini, saat saya duduk di anjungan Pantai Losari,
menatap Masjid 99 Kubah yang terapung di atas laut reklamasi,
menyantap sop ikan hangat,
dan meresapi anging mammiri yang meniupi wajah dan ingatan,
saya tahu:
pulang bukan sekadar kembali tapi menyatu dengan siapa diri kita yang sejati.

Dan di antara Jakarta yang megah dan Makassar yang ramah,
saya memilih untuk tidak memilih,
karena keduanya telah membentuk saya menjadi siapa saya hari ini. (*)

Salam
*) Ketua Bidang Hubungan Internasional APINDO Sulsel
Ketua Bidang Transportasi AUMI Jakarta
Alumnus LEMHANNAS RI