HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Indonesia Kembali Sikat Vietnam 3-2, Boy Arnez Bintangnya

July 13, 2025 08:43
IMG-20250713-WA0028

Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar


HATIPENA.COM – Regenerasi voli putra Indonesia mulai terlihat. Biasanya Rivan Nurmulki jadi bintang, kali ini Boy Arnez. Saat laga Timnas vs Vietnam, menang 3-2, si Boy inilah bintangnya. Mari kita ungkap kehebatan pria dengan tinggi 186 cm ini sambil seruput kopi di Mahkota Hotel Singkawang.

Di panggung SEA V League 2025, tempat di mana peluh bertemu strategi, dan bola tidak sekadar dipantulkan tetapi dihardik dengan amarah patriotisme, Timnas voli putra Indonesia menulis ulang naskah laga epik melawan Vietnam, sebuah duel berdurasi lima set yang terasa seperti pertarungan takdir antara dewa net dan dewa stamina.

Sabtu, 12 Juli 2025. Catat tanggalnya. Karena di hari itulah Boy Arnez turun dari langit voli dan menabur 26 poin di atas tanah pertempuran, termasuk tiga blok keras yang seolah menghentikan waktu. Ia tidak sekadar bermain. Ia menyihir bola. Ia menyusun simfoni smash dan blok seperti Mozart memukul piano, hanya bedanya, panggungnya adalah lapangan dengan garis-garis takdir, dan musiknya adalah dentuman bola menyentuh lantai lawan.

Set pertama, Indonesia seperti singa lapar yang baru dilepas dari kurungan pandemi. Skor 25-18 hanyalah pemanasan. Vietnam dipaksa bermain di bawah tekanan seperti mahasiswa yang baru ingat belum upload tugas dua menit sebelum deadline. Rivan Nurmulki tampil memimpin dengan ekspresi seperti sedang membaca puisi sambil menghancurkan pertahanan lawan.

Namun Vietnam bukan penonton. Di set kedua, mereka membuka kitab rahasia nenek moyang dari zaman Dinasti Nguyễn. Mereka membalas dengan 25-23. Net seolah mendidih, dan para penonton Indonesia sempat merenung, apakah ini saatnya kita disetrum kenyataan?

Tidak! Set ketiga kembali menjadi ajang Garuda bangkit. Dengan servis yang lebih tajam dari satire politik, Indonesia menggempur dengan ritme yang hanya bisa dijelaskan dengan algoritma dewa. Blok demi blok ditancapkan seperti pagar rumah minimalis, rapat, rapi, mematikan. Skor 25-21.

Tapi karena semesta ingin kita deg-degan, set keempat kembali jadi panggung Vietnam. Mereka bermain dengan teknik stealth, menyusup di antara blok Indonesia seperti maling roti di tengah keramaian. 22-25. Skor pun imbang, 2-2. Para suporter Indonesia mulai kirim doa, zikir, mantra, dan beberapa bahkan nyeduh kopi lagi demi kemenangan di set terakhir.

Tibalah ia. Set kelima. Set surgawi. Set para pendekar voli.

Di sinilah aura mistis Boy Arnez mencapai puncaknya. Ia melayang bukan seperti manusia, tapi seperti hasil latihan di planet Namek. Pukulan-pukulannya membuat bola melengking seperti suara batin mantan yang belum move on. Ia meloncat, memukul, dan berteriak, “Inilah voli Indonesia, wak!”

Rivan Nurmulki menutup laga dengan smash yang bukan hanya menggetarkan Vietnam, tapi juga menyentuh dimensi spiritual penonton di rumah. Skor 15-8. Indonesia menang. Dunia bergetar. Net pun bersujud.

Total 26 poin untuk Boy Arnez, 23 poin untuk Rivan, dan 20 poin penuh gaya dari Farhan Halim. Trio maut ini bermain bukan sekadar untuk menang, tapi untuk mengukir legenda dalam hati bangsa yang lapar akan kejayaan.

Namun, seperti cinta tanpa restu, kemenangan ini belum membuat Indonesia duduk di singgasana. Kita masih di peringkat tiga klasemen dengan lima poin dari tiga laga. Tertinggal satu poin dari Thailand, dan dua dari Vietnam yang saat ini memimpin. Untuk bisa juara leg pertama, Indonesia harus membantai Filipina 3-0 (tanpa kesopanan sedikit pun) dan berharap Kamboja nyolong dua set dari Thailand (walau itu seperti berharap tuyul mencuri bitcoin).

Kabar bahagia? Oh, tentu. Dengan tambahan 4.06 poin, Indonesia melonjak ke peringkat 60 dunia versi FIVB, melangkahi Vietnam yang harus rela turun ke posisi 61. Garuda melesat, membawa harum nama bangsa, dan Boy Arnez resmi dicatat dalam kitab sakral netizen sebagai Dewa Voli Era Baru.

Ingatlah ini, wahai pembaca, di SEA V League 2025, di bawah terang lampu stadion dan jutaan pasang mata yang tegang menanti hasil, ada satu nama yang menggelegar melebihi mikrofon komentator, Boy Arnez. Selama ia masih melompat dan menghantam bola seperti sedang menyampaikan pesan dari langit, kita tahu, volley is not dead. Volley is art. (*)

#camanewak