HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Demi Revana

July 18, 2025 19:25
IMG-20250718-WA0083

Cerpen: Devita Andriyani

HATIPENA.COM – Kulewati lapis demi lapis pagi. Langit kulihat begitu cerah. Menatap pagi ini ada impian-impian baru. Menatap pagi ini serasa memandang dunia dari sudut pandang yang baru. Rasa sesal, kesal, gelisah seperti ingin kutinggal. Pagi ini terasa begitu berbeda dengan pagi di hari yang lalu.

Jalanan terasa sepi hanya sedikit sepeda motor dan mobil yang lewat. Sudah lebih 1 kilometer melewati jalan menuju tempat kosku di daerah Tegalrejo Salatiga.

Meski aku sendiri merasa tak sepenuhnya mampu menerima kenyataan hidup. Aku berusaha bersyukur. Kisah hidup ini hanya aku dan Revana yang mengalaminya. Baru sehari aku menjalani kehidupan yang baru di kota Salatiga ini. Ada lembar demi lembar hari baru yang akan kulewati.

Seribu harapan ada di di dadaku saat menginjakkan kaki di kota Salatiga ini. Memutuskan untuk tinggal di kota Salatiga memang sebelumnya sudah aku rencanakan di tahun yang lalu.

Hari ini dengan semangat yang baru aku berjualan susu kedelai keliling di kota Salatiga. Usaha yang sudah aku rintis bertahun-tahun bersama dengan suami. Namun kini aku jalani usaha ini sendiri sejak bercerai. Meski ada perasaan sedih yang menghampiri, demi Revana aku berusaha yang terbaik. Rasa sayang pada anakku Revana itulah yang penyemangat hidup di pagi hari .

Terkadang ada perasaan tak berharga pada diriku saat harus berjuang sendiri untuk menghidupi Revana. Perasaan bersalah juga kerap muncul ketika aku harus menjalani hidup dengan status bercerai. Almarhum Ibu dan Bapak tidak pernah menginginkan anaknya bercerai. Mereka punya prinsip yang kuat. Bagi kedua orang tuaku perceraian itu sesuatu yang dibenci oleh Tuhan.

Semasa hidup almarhum kedua orang tuaku selalu belajar untuk memegang prinsip kebenaran dalam ajaran agama mereka. Mereka selalu menanamkan kasih terhadap sesama. Dan hidup yang harus mau belajar mengampuni orang lain, sekalipun melakukan kesalahan yang sangat parah. Kedua orang tuaku pun selalu mendoakanku pagi dan malam hari agar pernikahan kami selalu langgeng.

Namun kenyataannya pernikahan aku dan Mas Rega hanya berlangsung delapan tahun. Aku tak pernah menyangka bahwa kakak kandung dari Mas Rega menginginkan pernikahan kami berakhir saja. Persoalannya adalah cinta bahwa aku melahirkan anak yang mengalami down syndrome.

Selain itu aku dikira sudah selingkuh dengan sahabat Mas Rega. Pengaruh yang dari kakak kandung Mas Rega agar segera bercerai, membuat kami akhirnya mengakhiri pernikahan pada akhir desember.

“Sudahi saja hubunganmu dengan Rega adikku ! Sudah bertahun tahun kamu menikah tapi tak pernah melahirkan anak yang normal.” kata kakak Mas Rega dengan nada membentak.

“Tapi…aku masih mencintai Rega Kak.”Ucap Kakak dari Mas Rega

“Maaf ya … keluarga kami itu selalu berharap generasi yang terbaik. Bulan depan nanti Rega akan segera menceraikanmu.”Kakak dari Mas Rega menjelaskan dengan tegas.

Akhirnya aku dengan segala kemampuan, menjadi single parent yang gigih berjuang demi Revana. Aku berusaha untuk tetap tersenyum apapun yang terjadi. Meski aku sebetulnya tak ingin mengalami ini semua. Tapi apa boleh buat, aku tetap harus menghadapi kenyataan pahit ini. Aku berusaha untuk selalu berpikir positif. Aku berusaha untuk melupakan.

Aku berusaha untuk tak membandingkan hidup dengan pernikahan orang lain. Aku ingin terus maju melangkah hadapi semua tantangan hidupku. Aku tak mau menyerah. Aku percaya meski ada ketidaksempurnaan pada pernikahan yang telah terjadi ini, Tuhan pasti tetap punya rencana terbaik.

Tinggal di kota Salatiga memang ada banyak harapan yang baru. Namun perceraian dengan Mas Rega tetap meninggalkan sisa -sisa kenangan pahit. Perceraian dengan Mas Rega juga membentuk konsep diriku jadi negatif. Ada perasaan malu jika bertemu dengan ibu-ibu di dekat tempat kos yang baru. Ada perasaan minder juga jika bertemu dengan mereka. Rasanya ingin menangis jika melihat keluarga mereka masih lengkap. Tidak seperti diriku yang sudah berpisah. Tiap kali mereka menanyakan suamiku di mana, aku berusaha menutupi. Aku menjawab pada mereka bahwa suamiku bekerja di luar kota.

Tentang pernikahanku dengan Mas Rega memang tak ada satu pun dari mereka yang tau. Aku bukan orang yang suka mengumbar kisah hidupku yang tak perlu diceritakan. Aku selalu berusaha untuk terlihat baik di mata mereka.

“Sayang…aku berjanji tetap setia padamu apapun kondisinya.”Mas Rega meyakinkanku pernikahan ini akan terus langgeng.

“Terima kasih Mas Rega…sudah mencintaiku … sudah menerimaku dan mempertahankan pernikahan ini delapan tahun. Aku terus berdoa pernikahan kita akan langgeng terus sampai maut memisahkan. Aku percaya bahwa Tuhan akan selalu ada dalam setiap perjalanan cinta kita berdua.”

“Pasti sayang…kita akan tetap terus menjadi suami dan istri. Kita juga jadi orang tua buat Revana. Kita akan berjuang bersama -sama untuk Revana. Meski Revana mengalami down syndrome. Dan harus mendapat pembelajaran di sekolah khusus. Aku percaya suatu saat nanti Revana akan jadi anak kebanggaan kita berdua..”Mas Rega berharap yang terbaik.

“Tentu Mas Rega…kita akan berjuang bersama melalui setiap tantangan yang ada di depan. Jangan dengar kata-kata orang yang negatif tentang pernikahan kita. Kita harus bisa menutup telinga untuk perkataan – perkataan orang lain yang tak perlu di dengar.”

“Iya sayang…aku ingin belajar untuk itu. Aku ingin menutup telinga saat ada perkataan-perkataan negatif dari orang lain tentang pernikahan kita. Aku ingin belajar sepertimu. Kau wanita yang kuat sayang. Kau wanita yang tak terlalu memikirkan perkataan orang yang tak penting. Baru kali ini aku bertemu dengan wanita sepertimu. Kau memang wanita yang Tuhan kirim buat aku.” Mas Rega mengagumiku.

“Kau harus bisa Mas Rega. Aku percaya kau mampu. Kau kuat bersama Tuhan. Lewati setiap detik pernikahan kita.Kau harus semangat Mas Rega.Kau bukan laki-laki lemah. Kau laki-laki yang bisa arungi samudera hidup ini. Meski ada banyak tantangan di depanmu.”Aku mendorong Mas Rega agar terus kuat.

“Terima kasih sayang…kamu adalah pasangan terbaikku. Kamu bagiku wanita hebat. Aku bahagia memilikimu.”Mas Rega memujiku.

“Mas Rega…aku juga bahagia memilikimu.”Ucapku pelan pada Mas Rega.

“Aku berharap…suatu saat nanti usaha kita akan makin berkembang. Usaha kita akan menjadi berkat bagi banyak orang.”Ucap Mas Rega penuh harap.

“Aku…dukung Mas Rega…”
Kenangan-kenangan itu. Semua perkataan-perkataan Mas Rega hanyalah ucapan di bibir. Mas Rega tak bisa mempertahankan pernikahan ini.

Perkataan Mas Rega delapan tahun lalu masih saja teringat hingga kini. Meski aku sudah melalui tahun yang baru. Tapi masih saja kenangan itu tak bisa pergi jauh dari hidupku. Aku ingin kehidupan yang baru hari ini. Tapi kenangan itu seperti menjadi pengalaman pahit yang masih mewarnai hari-hariku. Kenangan itu masih seperti datang tanpa permisi. Dan pergi tanpa pamit. Entah kenapa aku sulit untuk melupakannya. Tapi aku berjuang sendiri untuk mengawali hidup yang baru dengan Revana.

Hidup di kota Salatiga, adalah awal yang baru. Hidup di kos keluarga yang baru. Dalam sebulan aku hanya membayar Rp500.000,-/ bulan. Aku bersyukur mendapatkan kos yang murah. Meski sederhana tapi cukup untuk tinggal dengan Revana anakku. Di tempat kos yang baru di daerah tegalrejo Salatiga ini aku merasa beruntung bisa bertemu dengan tetangga baru yang ramah-ramah dan suka menolong.

Sejak berpindah tempat tinggal di Salatiga baru kali ini aku memiliki tetangga seperti mereka. Di kos-kosan yang baru ini aku menemukan beberapa tetangga baru yang sudah seperti saudara sendiri. Beberapa Ibu rumah tangga yang satu RT dengan aku sudah seperti keluarga sendiri. Bu Jiyem penjual gorengan, Bu Ngatiyah penjual kue leker, Bu Nik penjual bakpao keliling, Bu Min penjual nasi jagung. Aku senang bisa memiliki tetangga baru seperti mereka.

Aku baru merasakan suasana hidup yang begitu harmonis dan kekeluargaan di Salatiga. Tak seperti berada di Semarang dengan Mas Rega suamiku. Aku tak begitu mengenal baik dan akrab dengan tetangga-tetangga Mas Rega. Hal ini dikarenakan kesibukan masing-masing. Kondisi kehidupan yang sibuk dengan pekerjaan. Pergi pagi dan pulang agak malam membuat aku tak begitu mengenal mereka.

Hari ini meski tanpa Mas Rega aku mencoba untuk menyemangati diri. Meski terkadang aku sendiri kehilangan semangat hidup. Aku tetap percaya Tuhan bahwa dibalik setiap masalah selalu ada hikmah terbaik. Hari ini di awal tahun aku mencoba berpikir positif. Meski tak lagi berbisnis susu kedelai , threecoffe, dan bisnis property dengan Mas Rega aku tetap bersyukur saat ini. Aku menikmati hidup dalam kesederhanaan di awal tahun ini.

Melalui tetangga – tetangga baru aku belajar hidup untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Beruntung sekali beberapa tetangga satu RT memiliki iman percaya yang sama. Aku merasa bahagia terkadang bisa berkumpul dan berdoa dengan mereka. Di awal tahun ini aku merasakan kebahagiaan hidup dalam kesederhanaan. (*)