Yesi Elsandra
HATIPENA.COM – Kata Bu Sri Mulyani, dalam penghasilan dan harta kita, ada hak orang lain yang mesti dikeluarkan. Saya setuju dengan pernyataan ini. Kewajiban ini dalam Islam namanya ziswaf (zakat, infak, sadaqah, dan wakaf), namanya bukan pajak.
Dalam Islam, komponen zizwaf yang disebutkan nominalnya hanya zakat, itupun dikeluarkan “hanya” 2.5 persen, yang lainnya bebas. Zizwaf dikeluarkan oleh orang yang mampu kepada yang tidak mampu.
Bandingkan dengan pajak. Pajak dikeluarkan hingga ratusan kali lipat dari zakat. Zakat dikeluarkan untuk membiayai orang yang tidak mampu, tapi pajak dibayar oleh orang yang tidak mampu untuk membiayai hidup orang yang mampu, untuk pejabat, tunjangan pejabat, asuransi pejabat gaya hidup pejabat dan keluarganya, dan lain-lain.
Bukan masyarakat nggak mau bayar pajak, tapi distribusi pajak yang cenderung hanya menyejahterakan golongan tertentu itu yang membuat ketidakadilan dan kemiskinan berurat dan berakar di negara kita.
Silakan cek dan bandingkan gaji pegawai pajak, anggota dewan, komisaris, direksi BUMN dengan guru dan dosen. Seperti langit dan bumi.
Guru masih ada yang menerima gaji di bawah gaji pembantu rumah tangga. Padahal guru itu garda terdepan dalam mencerdaskan anak bangsa. Dosen sekarang wajib sekolah sampai S-3, eh orang baru tamat kuliah kemaren sore bahkan terpidana yang sudah ingkrah diangkat jadi komisaris BUMN yang bisa bawa pulang gaji ratusan juta. Dosen klenger dengan riset dan publikasi, guru menahan hati menghadapi anak didik zaman now, tapi kesejahteraan mereka jauh berbeda.
Jangan bilang kita tidak mau bayar pajak. Mau, sangat mau. Tapi tolong, sekali lagi tolong, salurkan pajak benar-benar untuk kesejahteraan rakyat seperti di negara-negara maju yang memungut pajak tinggi kepada rakyatnya tapi pajak itu faedahnya untuk kesejahteraan bangsa dan rakyat di negaranya. Bukan dikorupsi atau hanya menyejahterakan pejabat doang.
Pernah tinggal di negara yang tinggi pajaknya. Ngerasain sendiri fungsi pajak mengalir termasuk ke kita (yang hanya numpang) sebentar di sana. Waktu itu saya hamil dan melahirkan. Nggak ada kontraksi hebat, nggak ada pendarahan setetes pun tapi harus bedrest di rumah sakit. Melahirkan operasi. Dengan pelayanan sekelas VIP kalau di RS di Indonesia, sama sekali nggak bayar. Malah dapat uang ditransfer ke rekening sekitar 10 juta rupiah. Gokil nggak?
Itu baru pelayanan kesehatan. Belum lagi pendidikan. Bukan mau membandingkan, tapi begitulah negara lain mendistribusikan pajaknya. Hayuk kita buka mata, buka hati. Setuju kita edukasi rakyat bayar pajak, tapi mbok ya penyaluran pajaknya juga nampak hasilnya. (*)