HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Cerminan Diri pada Peringatan ke-80 Tahun Kemerdekaan Indonesia

August 18, 2025 09:13
IMG-20250818-WA0035

Novita Sari Yahya *)

HATIPENA.COM – Setiap tanggal 17 Agustus, bangsa Indonesia di desa dan kota, bahkan di pelosok daerah terpencil, memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 2025 ini, kita memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia. Sudah 80 tahun Indonesia merdeka dari penjajahan kolonialisme Belanda dengan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Saat melihat upacara bendera di televisi ataupun peringatan acara kemerdekaan dengan berbagai lomba di tingkat RT, desa, kota, dan provinsi, saya mencoba merenungkan kembali arti kemerdekaan dari pandangan pendiri bangsa (The Founding Fathers). Kesimpulan dari semua pemikiran pendiri bangsa, yaitu Soekarno, Bung Hatta, H. Agus Salim, Muhammad Natsir, Tan Malaka, dan Sutan Syahrir, tentang arti kemerdekaan adalah kebebasan dari penjajahan dan penindasan, kebebasan dari kemiskinan, kebodohan, dan ketakutan.

H. Agus Salim mengatakan, kemerdekaan bukan hanya tujuan, tapi sebuah proses yang berkelanjutan untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera. H. Agus Salim dan Muhammad Natsir menekankan pentingnya peran rakyat dalam menentukan arah dan pembangunan bangsa, serta pentingnya kesadaran dan pendidikan dalam membangun masyarakat yang merdeka dan berkeadilan. Kedua tokoh ini juga menekankan peran agama dan moralitas dalam membangun bangsa dan negara yang merdeka.

Fakta hari ini menunjukkan bahwa masih banyak masalah yang dihadapi oleh rakyat, seperti penggusuran tanah, kekerasan saat berdemo menuntut keadilan, kenaikan pajak yang signifikan, dan korupsi yang masih marak. Maka, perlu kita bercermin kembali apa arti merdeka menurut para pendiri bangsa.

Merdeka 100 persen yang diteriakkan Tan Malaka mengandung makna kemerdekaan sejati adalah ketika rakyat kecil memiliki kemandirian ekonomi, pendidikan yang merata, dan hak-hak politik yang terjamin. Pertentangan kelas selalu menyebabkan konflik yang bisa memicu teriakan revolusi sosial di negara mana pun dalam sejarah masyarakat dunia.

NKRI berdiri atas pengorbanan semua suku dan masyarakat dengan cita-cita yang sama, yaitu merdeka dari penjajahan dan eksploitasi. Marilah kita jaga semangat dan nyala api kemerdekaan dengan nilai kemanusiaan, empati, keprihatinan, dan kesederhanaan, agar semua merasakan keadilan hidup sebagai bangsa merdeka.

Saya hanya mengingat satu puisi Wiji Thukul yang mengguncangkan bahwa ‘Kemerdekaan adalah nasi dimakan menjadi tai’. Puisi yang cukup mengguncangkan kesadaran etis dan logis saya bahwa kemerdekaan bukan hanya bicara tentang perut, terutama perut siapa yang kenyang dan perut siapa yang lapar. (*)

Novita Sari Yahya. Kegiatan sehari-hari penulis dan peneliti.
Beberapa buku yang sudah ditulis:

  1. Romansa Cinta
  2. Padusi: Alam Takambang Jadi Guru
  3. Novita & Kebangsaan
  4. Makna di setiap rasa antologi 100 puisi bersertifikat lomba nasional dan internasional
  5. Siluet cinta, pelangi rindu
  6. Self Love : Rumah Perlindungan Diri.
    Kontak pembelian buku : 089520018812
    Instagram: @novita.kebangsaan