HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Mengenal Menteri Tenaga Kerja yang Mengakui Tidak Terlibat Korupsi Noel

August 23, 2025 06:54
IMG-20250823-WA0003

Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar

HATIPENA.COM – Wakil menteri, Noel sudah dipamerkan KPK ke publik. Dia dinyatakan tersangksa korupsi. Noel tak sendiri, ada 11 lagi kroninya yang ikut dipajang. Nilai kerugian negara 81 miliar. Korupsi berjamaah di Kemenaker, menterinya ngaku tak terlibat alias bersih. Benarkah demikian? Mari kite ulek-ulek, dan tentu kopi liberika jangan lupa.

Menteri Tenaga Kerja namanya, Yassierli. Ia seorang profesor ergonomi, guru besar Institut Teknologi Bandung, peraih Ph.D. dari Virginia Tech, penerima penghargaan internasional di bidang keselamatan kerja, seorang yang masuk daftar 100 Tokoh K3 Indonesia, dan bahkan pernah jadi Presiden SEANES. Latar belakangnya begitu mulia, begitu ilmiah, begitu akademis. Di tengah sinar putih integritas itu, meledaklah kabar, wakilnya sendiri, Immanuel Ebenezer alias Noel, diciduk KPK.

Kerugian negara, 81 miliar, wak. Bukan recehan yang bisa tercecer di kantong celana, tapi angka yang jika ditukar dengan kursi ergonomis buatan luar negeri bisa bikin seluruh pegawai Kemnaker duduk nyaman sampai kiamat kecil. Rakyat pun mengernyit, bagaimana mungkin seorang menteri tidak mencium aroma busuk uang segar berputar di bawah meja kerjanya?

Namun, Yassierli tampil di hadapan publik dengan suara merdu nan penuh keyakinan. “Saya tidak tahu-menahu, saya mendukung KPK. Ini pukulan berat bagi kami, tapi saya tidak terlibat.” Begitu kalem, begitu percaya diri, seolah ia sedang memaparkan hasil riset ergonomi. Bukan sedang menafikan keterlibatan dalam drama pemerasan yang nilainya bisa membuat mata mahasiswa ITB berkunang-kunang.

Di titik ini, publik mulai mengingat filsafat lama. Semakin keras seseorang berkata “saya tidak tahu,” semakin besar kemungkinan ia sedang duduk di kursi pengetahuan yang sangat empuk. Sejarah birokrasi Indonesia penuh dengan menteri yang “tidak tahu,” dirjen yang “tidak tahu,” pejabat eselon yang “tidak tahu,” tapi entah kenapa rekening mereka tahu cara bertambah dengan sendirinya.

Kita boleh mengagumi CV Yassierli yang panjang. Dari dosen tamu di Virginia Tech, aktif di Senat Akademik ITB, Ketua Dewan Pakar Perhimpunan Ergonomi Indonesia, hingga penghargaan internasional pada 2021. Semua terlihat mengilap, seakan integritasnya sekeras baja. Tetapi persoalannya, dunia politik bukan ruang kuliah ergonomi. Di dunia politik, meja rapat bukan untuk merancang kursi, tapi untuk merancang pasal regulasi yang bisa jadi pintu masuk korupsi. Rakyat pun hanya bisa bertanya dalam hati, profesor sehebat ini, apakah benar-benar sepolos malaikat, atau justru setangguh Socrates yang pandai berkilah di hadapan murid-muridnya?

Nilai pemerasan yang dituduhkan pada Noel terlalu fantastis untuk dianggap “aksi pribadi.” Puluhan miliar itu bukan hasil arisan RT, bukan pula dana kas koperasi fakultas. Itu angka yang bergetar di level kementerian. Apakah mungkin hanya satu orang yang tahu? Atau kita sedang menonton panggung opera di mana aktor utama berusaha menyelamatkan diri dengan kalimat sakti,“Saya mendukung KPK, saya tidak terlibat.”

Ironinya, Yassierli baru saja meluncurkan program Pakta Integritas, mewajibkan seluruh pejabat Kemnaker menandatangani janji siap dicopot bila terlibat korupsi. Ia bahkan memamerkan langkah antikorupsi, rotasi pegawai setiap empat tahun, revisi Permenaker 33/2016, 5/2018, 8/2020, hingga harmonisasi Permenaker 4/1987. Semua terdengar gagah, semua terdengar akademis, semua terdengar seperti naskah disertasi yang dijilid rapi. Tetapi rakyat yang lapar keadilan justru semakin curiga. Kalau sistemnya seketat itu, kok masih bisa bocor sebesar itu? Kalau rotasi dijalankan, kenapa uangnya malah berputar makin deras?

Maka lahirlah drama ini, seorang profesor yang masuk kabinet dengan status independen, katanya bukan orang partai, tapi sempat diusulkan oleh PKS. Seorang ilmuwan yang dipuja di ruang kuliah, tapi kini dipaksa menjawab tuduhan di ruang publik. Seorang menteri yang menyebut dirinya tidak tahu-menahu, sementara kantornya sedang dibersihkan KPK dari aroma uang haram.

Akhirnya publik pun berdiri di persimpangan. Apakah harus percaya pada kredibilitas seorang profesor ergonomi yang begitu bersinar, atau justru ragu bahwa semua gelar dan penghargaan hanyalah kursi empuk untuk menyembunyikan kenyataan getir? Apakah Yassierli benar-benar tidak terlibat, atau ini hanya salah satu episode lama yang diulang dengan aktor baru?

Yang jelas, di Indonesia, muslihat korupsi selalu sama. Ketika seorang pejabat berkata “saya tidak terlibat,” rakyat otomatis menyiapkan tisu. Bukan untuk air mata, tapi untuk menutup hidung dari bau busuk uang yang masih beterbangan di udara. (*)

#camanewak