Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar
HATIPENA. COM – Hari libur kita isi dengan cerita fiksi. Tadi pagi cerita Noel Kebelinger. Kali ini cerita, Siplester “Licin” Sitolen, masih saudara jauh dengan Sylvester “Rambo” Stallon. Ini hanya fiksi tidak ada di dunia nyata.
Ceritanya begini, wak. Siplester Sitolen, manusia yang vonisnya sudah inkrah tapi tetap bebas berkeliaran, kini hidup dalam rumah mewahnya seperti tikus ketakutan. Dulu ia jago lobi, bisa telepon sana-sini, bahkan pintu hukum terbuka bak pintu minimarket 24 jam. Tapi setelah para jenderal dan pejabat yang dulu ia andalkan pensiun, semua berubah. Kini ia cuma punya satu senjata pamungkas, alasan sakit.
Tapi bukan itu masalah terbesarnya. Masalah utamanya sekarang adalah, ia fobia suara mobil.
Coba bayangkan, wak! Seorang pria perkasa, yang dulu wajahnya sangar di talkshow, sampai Rocky Garang pucat dibuatnya, kini gemetaran hanya karena suara mobil tukang sayur. Klakson “teot-teot” terdengar di luar pagar, Siplester langsung panik, lari ke kamar mandi, masuk ke dalam mesin cuci, lalu berteriak, “Ma…, jangan biarkan mereka masuk! Itu jaksa sedang menyamar jadi kang sayur!”
Suatu sore, ada mobil PLN parkir depan rumah. Petugas turun, bawa tangga. Siplester yang sedang makan sop langsung keselek. “Astaga, itu bukan tangga! Itu borgol raksasa! Mereka mau culik aku!” Lalu ia sembunyi di bawah meja makan, memeluk kaki kursi seolah itu pelukan terakhir di dunia.
Truk sampah pun jadi mimpi buruk. Setiap Kamis pagi, ketika deru mesin dan suara tukang sampah berteriak “tukaaang saaampaaah!”, Siplester mengira itu adalah kode rahasia operasi kejaksaan. Ia pun buru-buru lari ke kamar, membuka lemari pakaian, dan masuk ke dalam tumpukan baju batik. Dari dalam ia berbisik, “Kalau aku diam seperti hanger, mereka takkan menemukanku.”
Istrinya sampai jengkel.
“Bang, yang lewat itu cuma truk aqua isi ulang.”
“Tidak! Jangan bohong! Jaksa sekarang kreatif, mereka menyamar jadi tukang galon!”
Yang paling epik adalah saat ojol datang antar paket. Bunyi klakson tinnn-tinnn membuat Siplester panik luar biasa. Ia tak sempat masuk mesin cuci, tak sempat sembunyi di lemari. Akhirnya ia cuma bisa tiarap di lantai ruang tamu, berguling-guling sambil menjerit, “Jaksa sudah datang! Aku sudah mati, aku sudah mati, ambil saja nyawaku, jangan bawa aku ke penjara!”
Kurir ojol yang lihat malah bengong, “Pak, ini cuma paket rompi Shopee…”
Ironi pun sempurna. Negara ini sibuk bicara tentang supremasi hukum, tapi satu orang bisa mengacaukan logika hukum hanya dengan suara mobil. Bukan mobil jaksa, bukan mobil polisi, tapi mobil apa pun yang pakai roda empat.
Kini, setiap kali ada suara kendaraan lewat, istrinya harus pasang pengumuman di depan pagar:
“Siplester sakit, jangan diganggu.”
Padahal, sejujurnya, bukan sakit badan yang ia derita, tapi sakit logika. Kalau terus begini, bisa jadi besok ia juga takut sama becak, takut sama gerobak tahu bulat, bahkan takut sama sepeda mini.
Saat itu terjadi, yakinlah, hukum kita sudah resmi kalah oleh klakson “teot-teot”.
Kebetulan ada kang es Bongko lewat depan rumah, pesan ah dua mangkok. (*)
#camanewak