HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

‎Pencipta Keteduhan di Sekolah Itu Pun Ditebang

August 26, 2025 19:10
IMG-20250826-WA0069

Puisi Esai Anies Septivirawan

HATIPENA.COM – Matahari pagi bersinar panas nan tegas menembus pori-pori para siswa-siswi SMA 2 Situbondo, Jawa Timur yang duduk bersila, berjejer di lapangan basket sekolah tempat mereka menimba ilmu.

‎Mereka tidak sedang mengikuti pengajian. Tidak berdzikir. Juga tidak sedang mengikuti ritual sakral. Tapi sedang memuntahkan isi hati yang dongkol kepada orang yang dijadikan panutan setiap hari. Panutan mereka, juga panutan para guru di sekolah penyandang penghargaan “Adiwiyata”.

‎Ia adalah sang kepala sekolah yang diunjuk rasa para anak didiknya. Mereka,para siswa – siswi kesal kepada sang kepala sekolah karena telah menebang pohon di halaman belakang sekolah.

‎Meski tidak anarkis, mereka cukup kreatif merangkai kata – kata sindiran buat kepala sekolah. Mereka sangat kreatif karena telah memodifikasi foto sang kepala sekolah ditempel gambar telinga tikus yang memakai sehelai dasi. 

‎Mereka menganggap sang kasek tidak mencintai lingkungan hidup yang hijau.  Mereka juga sangat berharap agar sang kepala sekolah dipindah ke sekolah lain.

‎Dalam momentum unjuk rasa ratusan siswa-siswi SMA Negeri 2 itu juga sempat dihadiri oleh sang senior, mereka yang sudah menjadi alumni, juga ikut nyemplung di tengah demonstrasi damai itu. Bahkan juga ikut orasi. 

‎Kini pohon – pohon di halaman belakang sekolah itu mati atas nama eksekusi pemegang kebijakan orang nomor satu di sekolah unggulan itu.

‎Forum komunikasi pimpinan kecamatan (Forkopimca) pun datang berkumpul, berembuk dan rapat di ruang kerja sang kepala sekolah. Entah apa yang dibicarakan dan solusi apa yang harus didapatkan. Insan media hanya bisa mengintip dari celah jendela.

‎Dan di tengah berlangsungnya demo para murid, ada selintingan suara menyeruak di tengah – tengah semangat para awak media yang berbunyi: kenyataan dan fakta itu tidak boleh ditulis. Entah siapa yang memerintahkan hal itu. Namun toh peristiwa kenyataan tersebut muncul juga di media cetak dan online: media mainstream.

‎Kini, perbuatan manusia di sekolah yang menebang pohon – pohon itu tengah dimintai pertanggungan jawab oleh hukum dunia.

‎Kini, arwah-arwah sang pohon itu sudah bermigrasi ke alam lain, entah ke mana. Dan tubuh – tubuhnya tidak lagi bisa menciptakan suasana rindang bagi para anak didik yang belajar di sekolah, karena ia telah ditebang. Ia ditebang karena kepentingan manusia yang katanya makhluk ciptaan tuhan yang sempurna. Entah salah apa, pohon – pohon itu dimusnahkan.

‎Pencipta keteduhan di sekolah favorit itu telah tumbang karena ditebang untuk kepentingan makhluk sempurna yang berakal. (*)

Situbondo, 25 Agustus 2025