HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Audit, Amanah, Asa

August 26, 2025 21:24
IMG_20250826_211439

Oleh: Nurul Jannah

Pagi di Gerbang Sejarah

HATIPENA.COM – Jam baru menunjuk 07.30 ketika aku dan rombongan tiba di RS TNI AL Dr. Mintohardjo. Rumah sakit yang berdiri sejak 1957 ini menyimpan jejak pengabdian panjang TNI Angkatan Laut kepada prajurit dan masyarakat. Pagi itu, halaman RS terasa istimewa: hari ini adalah panggung pertama peserta pelatihan audit mempraktekkan ilmi audit LH.

Peserta berasal dari berbagai penjuru negeri, mulai dari Aceh, Kendari, NTT, Banten, Depok hingga Bogor. Mereka hadir di sana untuk mempraktekkan ilmu yang ditempa selama empat hari di kelas; ke lapangan nyata.

Mayor Umar membuka kegiatan dengan suara tegas, “Hari ini RS Mintohardjo menyerahkan diri untuk diaudit. Silakan, audit sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya. Masukan Bapak-Ibu menjadi bahan perbaikan kami.”

Kalimat itu menggema, menggetarkan. Bagai pintu yang terbuka lebar, memberi ruang bagi calon auditor untuk berlatih setulus hati.

Membagi Formasi

Peserta dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok Administrasi: didampingi langsung oleh Kapten Sulis. Fokus mereka adalah menelaah dokumen perizinan, catatan pemantauan air limbah, SOP pengelolaan limbah B3, hingga laporan berkala yang seharusnya dikirim ke pemerintah melalui SIMPEL.

Kelompok Teknis Lapangan: ditemani oleh Ibu Widya, meninjau fasilitas lingkungan. Mulai dari IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah), TPS Limbah B3, hingga incinerator yang kini sudah tidak berfungsi.

Namun satu prinsip dijaga teguh: walaupun peserta dibagi dua kelompok, seluruh peserta tetap melakukan audit administrasi dan audit teknis fasilitas.

Tidak ada yang hanya duduk di balik meja, tidak ada yang hanya berjalan di lapangan. Semua wajib melihat, mencatat, menelaah: data dan fakta harus seimbang.

Aku, bersama Pak Nugroho (auditor senior) dan Pak Khoe (penanggung jawab akademik LPK AMI), ikut mendampingi pelaksanaan audit lapangan. Dari tim LPK AMI lainnya, hadir juga Mas Bima (marketing), Mas Iyan (admin), dan Mbak Elly yang memastikan jalannya kegiatan terkoordinasi baik.

Dokumen lingkungan RSAL diterbitkan tahun 2011 tersebut. Kebetulan Pak Khoe, yang saat ini ikut menemani audit lapangan adalah ketua tim penyusun

Waktu berputar cepat; empat belas tahun berlalu. Dan kini, ketika beliau kembali, menyadari bahwa ternyata dokumen yang dulu dianggap tuntas; kini harus ditata ulang; karena adanya perubahan regulasi, teknologi, dan standar.

Audit Dimulai: Data dan Fakta

Audit dimulai pukul 08.15. Kelompok administrasi, dipandu Kapten Sulis meneliti lembar demi lembar dokumen. Pak Darsan, peserta dari Kendari bertanya, “Apakah dokumen-dokumen lingkungan ini masih berlaku sesuai ketentuan UU No. 32 Tahun 2009 dan turunannya?”

“Kami akui, ada beberapa yang perlu diperbarui.” jelas Kapten Sulis.

Pak Khoe menambahkan, “Inilah bukti bahwa dokumen yang dulu kami susun, kini harus disesuaikan lagi. Audit memberi ruang untuk itu.”

Di lapangan, kelompok teknis bersama Kapten Widya menatap serius instalasi IPAL. Pak Yus, dari Untirta berkomentar, “Debit air limbah cukup besar, tapi efluen harus dipastikan sesuai Permen LHK No. 68/2016.”

Ibu Widya membenarkan; “Tepat sekali. Mohon dicatat kondisi ini, untuk bahan kami memperbaiki.”

Di depan incinerator, Ibu Elisabeth, peserta dari NTT, menatap mesin tua yang tak lagi berfungsi. “Kalau ini tidak bisa lagi digunakan, harus ada pihak ketiga berizin untuk memusnahkan limbah B3 medis,” ujarnya.

Dialog yang Menghidupkan

Menjelang siang, semua berkumpul kembali di ruang rapat. Hasil temuan mulai dipresentasikan.

Patric Anggito Lubis, peserta termuda, mewakili salah satu kelompok, menyampaikan presentasinya dengan gemilang.

“Administrasi perlu diperkuat, dokumen-dokumen lingkungan harus diupdated menyesuaikan peraturan terbaru dan pelaporan melalui SIMPEL pun harus konsisten,” tandasnya.

“Di lapangan, IPAL butuh perbaikan teknis, TPS Limbah B3 harus lebih tertib, dan incinerator yang mati tidak bisa lagi dibiarkan,” Pak Nasir, peserta dari Aceh ikut menambahkan.

Mayor Umar, Kapten Sulis dan beberapa wakil dari RS AL Dr. Mintohardjo mendengarkan dengan serius.

“Masukan ini sangat berharga. Kami bersyukur, audit sukarela ini membuka mata kami. Terima kasih sudah obyektif dan profesional.” Mayor Umar menanggapi dengan mata berbinar senang.

Ya, Audit Lingkungan Hidup bukan soal menyalahkan, tapi soal membangun masa depan. RS Mintohardjo telah memberi teladan keterbukaan. Inilah yang disebut best practice.

Sebagai penanggung jawab pelatihan, aku menutup diskusi siang itu dengan kalimat penyemangat: “Hari ini calon auditor telah menunjukkan sikap auditor sejati: obyektif, berbasis bukti, dan berhati lapang. Pegang itu sampai kapan pun.”

Haru di Ujung Siang

Pukul 12.00, audit ditutup. Ada senyum, ada rasa syukur. Auditi merasa mendapat masukan berarti, calon auditor merasa ilmunya teruji.

Pak Bambang, seorang peserta dari Depok berkata lirih, “Alhamdulillah, pengalaman ini tak ternilai. Kami belajar dari fakta, dari data, dan dari kebersamaan.”

Auditi pun membalas dengan senyum hangat, “Terima kasih telah memberi banyak masukan, bukan hanya kritik.”

Aku merasakan haru mendalam. Dari ruang administrasi hingga instalasi IPAL, dari catatan dokumen 2011 hingga temuan baru hari ini, semua berpadu jadi pelajaran hidup: lingkungan harus terus diperbaiki, dan auditor adalah saksi sekaligus penggeraknya.

Refleksi: Audit Sebagai Warisan

Hari itu, aku belajar satu hal: dokumen bisa menua, tapi semangat memperbaiki tak boleh padam.

Pak Khoe, yang menyusun dokumen lingkungan RSAL 14 tahun lalu, kini melihat generasi baru auditor memberi masukan segar. Ada kesinambungan, ada estafet pengabdian.

Audit bukan hanya tentang kertas kerja, bukan hanya soal IPAL atau incinerator. Audit adalah amanah lintas generasi, warisan yang terus dijaga agar bumi tidak kehilangan napasnya.

Audit bukan hanya praktek melakukan evaluasi. Ia adalah sajian nyata tentang keberanian melihat kekurangan, kejujuran mencatat fakta, dan ketulusan memberi solusi.

Audit bukan mencari salah, tapi mencari jalan keluar. Fakta harus dicatat, solusi harus ditawarkan.

Dari RSAL Dr. Mintohardjo, aku belajar: seorang auditor sejati bukan hanya mata yang menilai, tetapi juga hati yang menyembuhkan. Bukan hanya tangan yang menulis laporan, tetapi jiwa yang menyalakan harapan.

Alhamdulillah. Hari itu kami pulang dengan catatan, tetapi lebih dari itu: kami pulang dengan keyakinan bahwa audit adalah ibadah, dan menjaga bumi adalah salah satu jalan menuju surga.

Apresiasi tinggi untuk Kolonel Samuel, Letkol Vera, Mayor Umar, Kapten Sulis, Ibu Widya dan Tim RS AL Dr. Mintohardjo yang berkenan memberikan jalan pada kami, tim LPK AMI untuk melakukan praktek audit sukarela di RS AL Dr. Mintohardjo. Barokallah. (*)

Bogor, 26 Agustus 2025