Tujuh Puisi Pilihan
Pulo Lasman Simanjuntak
1//
di atas tanah sengketa
zinah ditabur benih-benih doa
pernah tumbuh subur
tanaman masa depan
untuk pandemi
berkepanjangan
2//
bagi orang miskin
sampai pemulung liar
membawa perabotan busung lapar
di hamparan pohon jagung
sempat jadi rumah
dengan polibag dan pot
semak berduri
masuk dalam larik puisi
3//
kini tinggal daun-daun kering
berguguran
di tubuh kolam
dengan pohon obat herbal
sedikit bumbu dapur
yang nyaris kesepian
karena tak pernah disiram
air kematian
4//
bagi tubuh sang pujangga
rajin menyiram benih
dalam nyanyian
taman kesunyian
Jakarta , 24 Oktober 2021
NEGERI KHATULISTIWA DALAM PUISI
kami datang, kawan
membawa sebungkus dendam
menyusuri pasir
injakan karang tegar
sunyiku kali ini
tak mendaki
garis-garis imajinasi
sejak dalam perjalanan tadi
sahabatku bercerita;
rakyat sedang menyedot minyak bumi
utang negara ribuan triliun rupiah
bertumpuk di kolong meja
dikorupsi
pergolakan berdarah
sampai musibah tak terkira
bencana tetap merajarela
pesawat menabrak
tubuh laut tak lagi biru
kapal selam turun ke dasar
dunia orang mati
dua puluh tahun kemudian
kita akan krisis pangan
di negeri khatulistiwa
tanpa kutub utara dan kutub selatan
tanpa belahan bumi garis lintang
dua sahabat karib
tetap menyodorkan
wajahnya untuk dilukis di muka
wajah laut
di atas meja bundar
gelas demi gelas
dihidangkan hiruk pikuk
suara ombak laut selat
dingin
mengerikan
maka kami harus hidup
dengan roh rendah hati
Anyer, Serang, April 2021
BANGKIT
i//
aku ingin kembali bangkit
sekian abad terlelap
dalam gumpalan timah hitam
digelar di bawah matahari kebodohan
membentuk suatu rekaman dahsyat
percakapan kusut
keculasan menghitung
angka-angka yang harus digemukkan
ataukah hantu-hantu terus bergetayangan
di sudut meja
lautan memerah
ii/
aku ingin kembali bangkit
seratus tahun tertidur di atas ranjang komunitas biru pada gedung kesenian
kumpulan orang-orang rajin berkarya
menulis dengan teknologi
menembus ruang dan waktu
dikepung apartemen mewah
keterasingan diri
di jantung matahari, tubuh laut, paru-paru angin malamhari , mimbar rumah ibadah, sampai meditasi di trotoar jalan sunyi
kuliner sorehari
aku ingin kembali bangkit
hidup lebih (dan lebih ! ) dari seratus tahun lagi
berdiskusi pada tumpukan buku-buku para penyair baik hati
tak lagi kelaparan
menyantap menu
puisi dengan harga bandrol
tak pasti
Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Selasa 26 Juli 2022
PESAN DARI LELAKI BERLEMAK
lelaki baya berlemak ini
tiap pagi menyodorkan berita ekonomi
dan bisnis
dengan kurva gratis
dalam hamparan ladang minyak
makin mahalnya dapat bermimpi
bersetubuh dengan gandum
serta gas beracun
“biarkan mata uang dollar terus berperang dengan mata uang rubbel, tugasmu hanya menulis puisi bermata emas dan terus mempersiapkan perang nuklir supaya penyair bisa angkat senjata,” pesan lelaki baya berlemak ini sambil berbisik utang negara harus dibayar dengan jiwa dan raga
aku hanya terdiam
kehilangan pita suara
nyaris dua hari berenang
di padang tandus
sebab menyalin kemiskinan
sama dengan membaca mantera
bawah tanah
ataukah angan-angan
terus berterbangan
sampai malam
ketakutan ada virus
menusuk-nusuk puisiku
aku ingin bangkit lagi
dari benua
orang mati
Jakarta , Rabu 10 Agustus 2022
KAPAL INDUK OLENG
mendengar berita Indonesia jaya
merah putih berkibar ria
di samudera raya tak ada keluh kesah
seribu kapal berlayar untuk nusantara
hari ini,
mendengar berita Indonesia jaya
ratusan juta kepala keluarga
terjebak krisis pangan apa adanya
juga krisis energi mendunia
sampai lima benua antartika
haruskah menanam gandum
di lahan pekarangan rumah
hari esok
kembali mendengar berita Indonesia jaya
membangun jalan tol, kereta api terbang tanpa utang
kuburan untuk orang-orang
tak punya pengharapan
kemiskinan yang juga tak kunjung
sampai ke pelabuhan
Jakarta, Sabtu, 13 Agustus 2022
KELAPARAN AKUT JADI PUISI
kelaparan akut akan kujadikan puisi
pagi hari menembus cuaca mati
bersama jantung matahari
di negeri tanpa kaki-kaki
dimulai dari upacara air tanah
diselesaikan
dengan sebungkus nasi basi
kelaparan akut akan kujadikan puisi
bersiap untuk menghitung pecahan
mata uang rupiah dikalikan
bertubi-tubi
telah engkau katakan berulangkali
dengan tubuh radikal seperti air kali
yang mengalir lewat mata bank tipuan ini
maka kelaparan akut
telah mengalir deras
dalam payudara puisi
yang diretas terjadi lagi
Jakarta , Minggu 14 Agustus 2022
PERTEMPURAN HARI TERAKHIR
lewat matahari
berputar dalam imaji-imaji liar
hari raya nyaris kelaparan
dalam kesunyian abadi
tanpa tangisan bayi
binatang haram pun jadi santapan rohani
di mezbah batu warna biru
penuh amarah
tanpa dendammu berterbangan
di atas meja makan
tegur sapa jadi rajin menolak
sebungkus nyanyian mengerikan
dibuangnya di atas meja kasir
persis berhadapan dengan sekolah
layar lebar dan sulit tidur
di ranjang kematian
lalu kutulis puisi
paling mengeras
sekeras hatimu
perempuan berwajah katarak
doyan mengunyah tumbuh-tumbuhan hijau
rahimnya telah terluka
masa lalu
berakar kepahitan
penyakit kambuhan
dari pulau seberang lautan (*)
Jakarta, Minggu 8 Mei 2022