HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Saliva dalam Bercinta

October 3, 2025 10:17
IMG-20251003-WA0011

Catatan Cak AT

HATIPENA.COM – Malam Jumat lagi. Nanti malam. Para sejoli yang sudah hafal kalender romantika Nusantara tentu paham: Kamis sore menjelang maghrib itu sama saja dengan bunyi bel tanda masuk kelas cinta.

Eh, bukan hanya doa malam Jum’at yang naik ke langit, tapi juga imajinasi tentang bagaimana nanti malam bisa menjadi ajang “ritual” yang katanya penuh berkah. Nah, di tengah semua itu, ada cairan yang sering diremehkan, dianggap remeh, bahkan kadang bikin jijik kalau muncrat ke arah yang salah: air liur, alias saliva.

Jangan salah, Prof. Ahmad Syaify, guru besar gigi dan periodontologi UGM, dalam bukunya The Miracle of Saliva, menegaskan bahwa cairan yang sering kita ludahkan ke selokan ini ternyata bisa jadi “aktor utama” dalam panggung asmara.

Serius! Kalau selama ini kita mengira saliva hanya bekerja untuk melunakkan tempe mendoan atau menetralkan sambal terlampau pedas, ternyata ia juga punya peran sakral dalam urusan yang membuat pasangan bisa bergidik sekaligus tersenyum di ranjang.

Ambil contoh paling populer: ciuman. Ilmu tentang ciuman bahkan punya nama keren: philematology. Konon, ketika bibir bertemu bibir dan saliva tukar-menukar alamat rumah, bukan sekadar romantis yang terjadi, seperti adegan sinetron jam sembilan malam.

Helen Fisher, antropolog top dari Rutgers University, bilang bahwa di dalam saliva terkandung hormon testosteron, yang bisa “dikirim” pria ke pasangannya lewat deep kiss. Bayangkan, laki-laki sedang melakukan “transfer data hormon” lebih canggih dari Bluetooth. Bedanya, yang ini tanpa password dan bisa bikin gairah meningkat, bukan baterai habis.

Penelitian Wendy Hill dari Lafayette College pun menambahkan bumbu ilmiah. Hasil risetnya menunjukkan bahwa ciuman bisa menurunkan hormon stres (kortisol) dan meningkatkan oksitosin —alias hormon keintiman. Jadi, jangan heran kalau pria habis ciuman mendadak lebih kalem, sementara perempuan malah sibuk menghitung, “Lho, kok oksitosin gue nggak naik-naik, ya?” Hidup memang misterius: bahkan hormon bisa pilih kasih.

Lebih jauh lagi, Gallup & Burch menuliskan di Evolutionary Psychology bahwa lewat ciuman dan saliva, manusia sedang melakukan tes laboratorium instan untuk mengecek “kecocokan genetik”. Jadi kalau ada pasangan yang habis ciuman malah pengin muntah, bisa jadi itu bukan sekadar karena bau pete, tapi alarm biologis bahwa sistem kekebalan tubuh mereka tidak cocok. Saliva, dalam hal ini, jadi konsultan genetika gratis, tanpa perlu antre di laboratorium.

Tapi jangan buru-buru menobatkan air liur sebagai holy water cinta. Ada catatan gelapnya. Dalam sejarah Dinasti Qing di Tiongkok abad ke-18, saliva konon digunakan sebagai pelumas alami. Logikanya: gratis, selalu tersedia, dan tidak perlu izin BPOM. Tetapi, kedokteran modern angkat tangan.

Brody & Weiss dalam Journal of Sexual Medicine (2010) bilang jelas-jelas: penggunaan saliva sebagai pelumas meningkatkan risiko infeksi, mulai dari vaginosis bakteri hingga herpes mulut (HSV-1). Jadi kalau ada yang bilang, “Pakai air liur aja, lebih alami,” jawab saja, “Iya, alami… alami bikin masuk poli kandungan.”

Singkatnya, saliva punya dua wajah: di satu sisi ia bisa jadi “tinta cinta” yang menuliskan ikatan hormon dan rasa sayang di tubuh pasangan. Di sisi lain, kalau disalahgunakan sebagai pelumas, ia bisa berubah jadi “surat tilang” dari dokter.

Begitulah tubuh manusia: luar biasa canggih, tapi tetap butuh sains untuk menentukan kapan harus memanfaatkannya, dan kapan harus bilang, “Stop, cukup sampai bibir.”

Walhasil: apa yang keluar dari mulut bisa jadi sumber cinta atau sumber masalah. Air liur ternyata punya sisi mukjizat, tapi juga potensi mudarat.

Mungkin ini teguran halus bahwa dalam urusan asmara, bukan hanya keberanian yang dibutuhkan, tapi juga kebijaksanaan. Karena malam Jumat bukan sekadar ritual, melainkan ujian: apakah kita benar-benar mencintai dengan sehat, atau sekadar membiarkan nafsu menetes tanpa arah. (*)

Cak AT – Ahmadie Thaha
Ma’had Tadabbur al-Qur’an, 2/10/2025