HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Fenomena Silent Divorce yang Tak Disadari Pasangan Modern

October 6, 2025 08:40
IMG-20251006-WA0029

Asrul Sani Abu

HATIPENA.COM – Suatu hari, seorang teman yang sering terlihat tampil mesra bersama pasangannya di media sosial dan di setiap acara, kemaren mendadak, menelpon saya dengan suara bergetar.
Katanya, “Kakak, saya sudah menggugat cerai pasanganku. Kami sama-sama lelah, saling menyakiti, dan memenjarakan diri dan hati sendiri, sering bertengkar pada hal2 yang sepele.”

Saya terdiam. Betapa banyak pasangan di dunia modern ini yang mengalami hal serupa tanpa pernah menyadarinya.

Mereka hidup bersama, tapi tidak lagi benar-benar bersama.
Tinggal di rumah yang sama, namun jiwanya berjarak.
Berbicara setiap hari, tapi tak lagi saling mendengar.
Itulah yang disebut silent divorce, perceraian tanpa berpisah, kehampaan tanpa kata “cerai.”

Fenomena ini tumbuh subur di tengah dunia yang serba sibuk dan penuh pencitraan.
Banyak pasangan yang tampak bahagia di layar, namun di balik senyuman itu tersimpan sepi yang panjang.
Cinta yang dulu hangat kini menjadi rutinitas. Mereka tetap menjalankan peran, makan bersama, tidur di ranjang yang sama, namun tanpa rasa, tanpa jiwa.

Silent divorce tidak lahir dalam semalam.
Ia tumbuh perlahan, dari percakapan yang mulai hambar, dari pelukan yang tak lagi bermakna, dari doa yang tidak lagi menyebut nama pasangan dengan lembut.
Komunikasi digantikan asumsi, perhatian digantikan kesibukan, dan cinta perlahan digantikan oleh gengsi.

Sebagai seorang penulis dan pemerhati kehidupan keluarga, saya sering menemukan pasangan yang tidak menyadari gejala ini.

Mereka merasa semuanya baik-baik saja hanya karena tidak bertengkar, padahal yang sebenarnya terjadi adalah kehampaan yang diam-diam membeku.

Fenomena ini muncul karena ego lebih besar daripada empati, dan gawai lebih dekat daripada pasangan.

Banyak yang saling menatap layar, tapi lupa menatap mata.
Banyak yang sibuk menulis status cinta, tapi lupa menuliskannya dalam hati.

Namun, silent divorce bisa disembuhkan, bukan dengan harta, bukan dengan liburan mewah, tapi dengan kesadaran.

Kesadaran untuk kembali berbicara dari hati ke hati,
mendengarkan tanpa menghakimi,
memahami tanpa menuntut lagi.

Terkadang, yang dibutuhkan bukan kejutan mahal,
melainkan pelukan hangat yang berbisik lirih,
“Aku masih di sini, setia bersamamu.”

Cinta sejati tidak berteriak di media sosial.
Ia tumbuh diam-diam dalam kesetiaan,
dalam perhatian kecil,
dalam doa yang tak pernah putus setiap malam.

Cinta itu seperti tanaman, jika tidak disiram, ia kering.
Jika tidak dijaga, ia mati perlahan dalam diam.
Maka sebelum semuanya terlambat,
mari kita kenali tanda-tanda silent divorce,
dan kembali menumbuhkan cinta dengan kesadaran dan kasih yang tulus.

Sebab rumah sejati bukan tempat kita tinggal,
melainkan tempat di mana hati kita saling menemukan.
Dan dalam pertemuan hati itulah,
cinta kembali hidup tanpa suara, tapi penuh makna. (*)

Salam….