Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar
HATIPENA.COM – Yang jomblo disarankan jangan baca tulisan ini. Karena, akan sangat menyakitkan. Ini cerita orang kakek 74 tahun bisa dibilang “menang besak” kata budak Pontianak. Nikahi perawan ting-ting 24 tahun. Si aki menang 3-0, dan simak kisah absurdnya sambil seruput kopi tanpa gula, wak!
Ceritanya begini. Di sebuah dusun kecil bernama Sidodadi, Pacitan, sejarah baru tercipta. Bukan tentang penemuan fosil purba atau penampakan makhluk gaib, tapi tentang pernikahan paling absurd abad ini. Seorang kakek 74 tahun menikahi gadis 24 tahun dengan mahar cek Rp 3 miliar yang ternyata, bodong. Iya, palsu. Seperti janji politisi menjelang pemilu.
Namanya Tarman, lelaki sepuh dari Karanganyar yang entah sedang jatuh cinta, kerasukan, atau tengah melakukan riset sosial tentang batas toleransi manusia terhadap “harapan palsu.” Sementara sang mempelai wanita, Shela Arika, gadis muda yang mungkin sempat mengira dirinya akan jadi “Cinderella Pacitan”, lengkap dengan mahar miliaran dan kisah cinta lintas generasi.
Namun, dongeng itu ternyata berakhir dengan ending seperti sinetron jam 2 siang, kakek kabur naik motor.
Setelah resepsi yang dibiayai Rp 50 juta, uang yang katanya dari hasil “usaha pribadi” Tarman minta izin pinjam motor. Alasannya sederhana, mau beli rokok. Tapi, hingga ayam jantan berkokok, suara motornya tak pernah kembali terdengar.
Mungkin kalau ada drone di langit Pacitan, kita akan melihat adegan epik itu, kakek tua berhelm setengah, membawa tas kresek berisi sandal jepit, melaju di jalan desa sambil tertawa lirih, “Selamat tinggal, cinta tiga miliar…”
Belakangan terungkap, mobil mewah yang sempat dipajang saat akad ternyata bukan miliknya. Itu mobil rental yang digadaikan Rp 50 juta untuk biaya nikah. Luar biasa. Ini bukan cinta kilat, ini operasi finansial lintas sektor.
Kalau ini bukan seni, entah apa lagi.
Orang-orang kampung bilang, “Mbah Tarman itu menang telak 3–0.”
Mari kita rinci skor pertandingannya:
Gol pertama: Mahar Rp 3 miliar, palsu, tapi sukses bikin satu kecamatan percaya bahwa cinta bisa sekaya itu.
Gol kedua, mobil rental digadai, modal jadi pesta megah, pesta jadi legenda.
Gol ketiga, usai menganu-anu bak malam Jumat, ia kabur. Lalu, pakai motor istri pula. Mirip romantisme ala Fast & Furious versi lansia.
Yang paling ironis, semua ini dilakukan dengan senyum lembut di depan penghulu. Sungguh, jika cinta adalah ladang, maka Tarman menanam tipu-daya dengan kesuburan luar biasa.
Tapi jangan buru-buru menghujat. Mari kita lihat sisi filosofisnya.
Mungkin, di usia 74 tahun, Tarman sudah mencapai tahap pencerahan hidup.
Ia tahu dunia ini fana, cinta tak abadi, dan uang tiga miliar tak lebih dari selembar kertas dengan tinta janji. Untuk apa kita terlalu serius? Nikah itu ibadah, katanya. Setiap ibadah memang butuh pengorbanan, dalam kasus ini, pengorbanan reputasi, logika, dan satu unit motor.
Sementara Shela? Ia mungkin kini jadi seleb dadakan di media sosial, korban pertama “cek palsu romantika abad ke-21.” Siapa tahu nanti diundang ke podcast, dengan judul, “Aku Dinikahi Kakek Mahar 3 Miliar tapi Ceknya Bodong.” Penontonnya bisa jutaan. Dunia memang adil dengan caranya sendiri.
Pada akhirnya, pernikahan ini bukan hanya kisah asmara lintas usia, tapi sebuah karya konseptual tentang eksistensi manusia dalam ilusi cinta dan kapital.
Tarman bukan sekadar kakek, ia adalah filsuf absurd yang mempraktikkan teori, jika dunia menipumu, tipulah dunia balik.
Mungkin nanti ada yang menulis buku berjudul “Filosofi Motor yang Tak Kembali.” Isinya tentang cinta, uang, dan kabur di malam pertama.
Kalau ditanya, siapa yang paling rugi?
Jawabannya, mungkin bukan Shela, bukan Tarman, tapi kita semua, karena di tengah kisah ini, logika kita ikut ditipu.
Tapi tak apa. Dari Pacitan, kita belajar satu hal, cinta bisa menggerakkan gunung, menggadaikan mobil, dan menguapkan tiga miliar hanya dengan selembar cek palsu. (*)
#camanewak
Foto AI hanya ilustrasi