HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Nasib Patrick Kluivert dan Shin Tae Yong

October 10, 2025 19:38
IMG-20251010-WA0054

Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar

HATIPENA.COM – Saya tak mengulas, kenapa Jay Idzes cs kalah lawan Arab Saudi 2-3? Sudah banyak pundit membahasnya. Saya mau fokus pada dua pelatih ternama, Patrick Kluivert dan Shin Tae Yong (STY). Yang satu sedang melatih. Satunya lagi mantan pelatih Timnas. Gimana nasibnya? Simak narasinya sambil seruput kopi tanpa gula, wak!

Dunia sepak bola memang lucu. Kadang ia seperti puisi yang ditulis dengan kaki, dan dibaca dengan hati yang gampang marah. Dua nama besar, Patrick Kluivert dan Shin Tae Yong, kini sedang berada di dua persimpangan takdir yang sama-sama absurd. Yang satu baru saja kalah tipis 2-3 dari Arab Saudi, dan diserbu netizen yang merasa lebih ahli dari FIFA. Yang satu lagi, baru dipecat klubnya sendiri, Ulsan HD, setelah dianggap gagal mempertahankan kejayaan domestik. Dua-duanya sama, tersandung bukan karena bodoh, tapi karena sepak bola memang tak punya belas kasihan pada yang pernah berjaya.

Patrick Kluivert datang ke Indonesia bukan untuk berlibur di Bali, tapi untuk menyatukan disiplin Eropa dengan semangat gotong royong Nusantara. Misi yang bahkan Einstein mungkin malas menghitung rumusnya. Setelah laga lawan Arab Saudi, semua jari menunjuk padanya. Seolah-olah satu umpan salah adalah bukti dia tak layak melatih pasukan Garuda. Padahal, dalam sepak bola, kesalahan adalah bahan bakar kemajuan. Tanpa gagal, tak ada strategi yang hidup. Tapi ya, coba jelaskan itu pada fans yang baru top up kuota demi bisa marah di kolom komentar.

Di sisi lain, Shin Tae Yong, pelatih yang dulu dielu-elukan di Indonesia seperti nabi taktis, justru tumbang di tanah kelahirannya sendiri. Ulsan HD, klub besar Korea Selatan, memutuskan kontraknya tanpa ampun. Padahal STY yang membentuk Timnas kita jadi tim yang berani menatap mata lawan, bukan menatap rumput. Ironi ini menarik, di negeri orang ia jadi legenda, di negeri sendiri ia kehilangan pekerjaan. Begitulah sepak bola, kalau cinta tak disertai hasil, semua romantisme tak lebih dari catatan kaki di sejarah.

Kluivert pasti membaca kabar itu. Mungkin ia menghela napas, sadar bahwa nasib pelatih di mana pun sama saja, dipuji saat menang, dicaci saat tumbang, dilupakan di antara dua laga. Tapi semoga dari kisah STY, ia belajar satu hal, pelatih bukan sekadar pengatur strategi, tapi juga penjaga api semangat.

Melawan Irak nanti, Kluivert tak butuh keajaiban, ia butuh keberanian untuk tak terlalu waras. Ia harus meramu formasi bukan dari buku teks, tapi dari intuisi, siapa yang lapar, siapa yang berani, siapa yang tak takut jatuh. Lini tengah mesti jadi jantung, bukan sekadar lorong transit bola. Dua pivot harus hidup, menekan, merebut, dan menyerang. Irak punya mesin serangan cepat, maka cara melumpuhkannya cuma satu, rebut bola sebelum mereka sempat berpikir.

Kluivert juga mesti belajar dari gaya STY, bangun dari bawah, jaga disiplin, tapi beri ruang bagi kebebasan. Jangan terjebak dogma 4-2-3-1; kalau perlu ubah jadi 3-4-3 atau 5-3-2, yang penting tim nyaman dan percaya. Bola bukan soal angka, tapi ritme batin sebelas orang yang berlari untuk satu lambang di dada.

Irak boleh lebih kuat, tapi mereka tetap manusia, bisa gugup, bisa goyah, bisa kalah. Kalau Indonesia main dengan kepala dingin dan hati panas, bukan mustahil Garuda bisa mencuri poin. Karena dalam sepak bola, seperti dalam hidup, kemenangan kadang datang bukan dari yang paling pintar, tapi dari yang paling tak menyerah.

So, ketika Kluivert berdiri di pinggir lapangan nanti, ia tak hanya membawa taktik Eropa. Ia membawa semangat Shin Tae Yong yang dulu menyalakan api Garuda, semangat untuk membuktikan, nasib bisa berubah, asal keberanian tetap hidup.

“Bang, kalau Timnas kalah lagi, apakah kawan Spongebob, eh salah, si Patrick tetap dipertahankan Erick dan diganti STY?”

“Waduh, laga belum usai, wak. Doakan saja lawan Irak nanti, Timnas menang. Soal Patrick atau STY itu urusan PSSI dan netizen nanti.” Ups.. (*)

#camanewak

Foto AI hanya ilustrasi