Albertus M. Patty
ADA TIGA nilai penting yang diangkat oleh Doris Kearns Goodwin dalam bukunya Leadership in Turbulent Times. Saya mengangkat tulisan Goodwin karena saya percaya kini Indonesia sedang memasuki era turbulent times yang sangat serius.
Kita mengalami guncangan hebat oleh konflik elite partai, korupsi pejabat dan aparat yang makin gila, dan kesenjangan sosial yang makin dalam. Guncangan itu bukan dari luar tetapi berasal dari kerapuhan dalam diri kita sendiri. Dan ini mengancam eksistensi bangsa kita. Lalu, apa ketiga nilai itu?
Ketiga nilai itu adalah: Integritas, inklusivitas, dan inovasi—atau I-3—. Bagi saya ketiga pilar kepemimpinan ini menggerakkan bangsa menuju kejayaan. Ketiganya tidak sekadar nilai moral, tetapi strategi politik yang, ketika diterapkan secara konsisten, mampu mencegah kehancuran negara.
Sejarah telah membuktikan bahwa pemimpin yang mengabaikan ketiga nilai ini sering kali membawa bangsanya ke dalam jurang kegagalan.
Abraham Lincoln, seperti yang diuraikan Goodwin, mencontohkan integritas sebagai fondasi pemerintahan. Melalui “kabinet rival”-nya, ia merangkul perbedaan demi kepentingan bangsa, dan dengan Emancipation Proclamation, ia menunjukkan keberanian moral dalam membebaskan perbudakan. Nilai inklusivitas tercermin dari keberanian dan kebijakannya memimpin bangsa yang hampir terpecah belah, sementara inovasi ditunjukkannya melalui strategi politik yang cerdas.
Theodore Roosevelt, dalam semangat keadilan sosial, menerapkan regulasi untuk melindungi pekerja dan konsumen, sembari menjaga kelestarian lingkungan melalui kebijakan konservasi. Kebijakan ini mewariskan lingkungan yang hijau, segar dan sehat bagi generasi mendatang.
Franklin D. Roosevelt menghidupkan solidaritas nasional dengan New Deal, membangun inovasi kebijakan yang memperkuat kesetaraan sekaligus kohesi sosial di tengah pluralitas bangsa. Lyndon B. Johnson, melalui Civil Rights Act, melindungi hak rakyat kecil, memperkuat inklusivitas dalam demokrasi.
Persimpangan Sejarah!
Kegagalan menerapkan nilai I-3 akan mengarahkan bangsa pada jurang kehancuran. Negara seperti Venezuela menjadi ilustrasi suram kegagalan I-3. Krisis ekonomi berkepanjangan di sana adalah buah dari korupsi para penjilat dan oligarki yang menghancurkan integritas, ketidakadilan yang menghapus inklusivitas, dan stagnasi kebijakan yang membunuh inovasi.
Indonesia, dengan kompleksitasnya, berada di persimpangan sejarah. Presiden Prabowo memiliki kesempatan emas untuk memimpin dengan prinsip I-3, menjadikannya kompas dalam memulihkan kepercayaan publik, merangkul perbedaan, dan menciptakan solusi kreatif untuk tantangan bangsa. Jika I3 diterapkan, kehancuran dapat dihindari, dan Indonesia bisa melangkah ke arah kebangkitan.
Bila bisa memilih langkah dan kebijakan terbaik sehingga bangsa ini mampu lepas dari multikrisis, Presiden Prabowo akan dikenang sebagai “Pemimpin Legendaris’ gelar yang belum bisa diraih oleh para mantan presiden kita.
Mercure PIK, 9 Januari 2025