Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Puisi yang Menikahi Hujan

January 13, 2025 13:45
8b36d52e-0587-434a-bb85-bc93fd908b66

Puisi Edy Samudra Kertagama

1//

Tertawalah hujan sepuasmu malam ini mungkin siang bagimu adalah maut
dan sunyi adalah cangkang tubuh mulai rapuh. tapi, catatlah jika kalut muram itu datang jangan engkau ingkari lagi, sebab saat ini ia sudah menikahi seribu puisi yang bersiap untuk bersemi.

Di tepi lain malam,
kadang-kadang engkau selalu saja menggoda untuk membawanya di antara lalu lalang hal-ihkwal. tapi kesunyian yang telah memberinya mahar telah meninggalkan tubuh yang bersading cahaya menyanyikan duka dari apa yang dilahirkan . sementara ia terhimpun diam, lalu terbakar dalam gelora karena ketidakhadirannya pada halaman-halaman
yang begitu ia puja saat engkau (hujan)
membasahi seluruhnya dengan hasrat yang besar.

Engkau (hujan) turun dari segala duka dari apa yang terlahir, maka jagalah dirimu jagalah puisi-puisinya paling sunyi
jika tidak, perempuan yang ada di dalamnya akan terus mencari duri di tengah bunga.

Hujan tanpa anggur
setunggul mata terbuka
lalu kembang layu terkulai di sapu angin derita.

2//

Tapi apa pun itu
apalagi tentang derita dalam puisi-puisinya
sampai kapan pun engkau tak kan bisa memahaminya karena ia selalu saja perih bersama lukanya.

Di halaman-halaman lain puisi-puisinya sering menuding ke langit , sementara ia tak meminta dilintasi cahaya atau harum bunga, agar orang-orang dapat membacanya lalu memberi salam pada pernikahan puisi yang selalu ragu untuk menuju pintumu lantaran kini jadi gelap dan sepi.

3//

O. semuanya lahir
di tahun seribusembilan ratus tujuh puluh sembilan lalu, tiada musim semi untuk nya mahar pun gugur di tanah lapang yang dikemaraui.

Sekarang ia pergi membawa seribu puisi perih yang tak pernah merestui, karena hasratnya sudah lenyap dibawa angin yang jauh sedang kata-katanya yang ia tinggalkan belum selesai ia salin selalu membuatnya menjadi sepi

4//

“Mungkinkah ia harus mundur”? sedang hujan terus menerus turun
sampai tak ada kenangan, tak ada ciuman apalagi sekadar mimpi di malam hari,

O. lunglai, tergenang linangan
o, mati lebih diinginkan jika dibanding hidup
seribu kali dalam puisi.

5//

“Apakah ia pencatat paling buruk bagi puisi-puisi nya” sementara : surat-surat lama, potret-potret lama
kini jadi gelisah untuk kembalimembangkit kan kenangan yang selalu saja Ia abaikan.

“ Bisakah engkau jelaskan ini!” sementara perang tiga puluh tahun yang lalu belum selesai di tepi laut yang keriput dan itu tak akan kubiarkan, sebab napas dan ilhamku selalu bersendawa dari suaraku sendiri ketika terbangun dari ranjang & berjumpa matahari.

Barangkali saat ini,
engkau bisa jadi sedang mengamati bulan muncul di atas padang ilalang, yang tak lebih bagiku hanya sekedar basa-basi.

Tak ada yang lain yang ia ingini kecuali sesuatu yang dikicaukan kendati jantungnya selalu berdetak
seakan hendak di renggut lalu di buang di atas batu runcing.

6//

Ah, akhirnya sampai juga ia pada halaman terakhir dengan segala anyelir yang di milki. kendati dengan tegas ia menolak adanya harum bunga yang masuk merangkul perdu dalam cahaya paling suci.

Untuk itu sesekali bacalah puisi yang menikahi hujan agar maknannya selalu berhamburan di bibir-bibir fajar dan tak lagi mendiami kesendirian

Tapi apa pun itu, ia lebih puitis jika di bandingkan dengan serumpun bunga yang tumbuh di halaman rumahmu.

Lampung, 2018
(Terbit dalam Antologi Senja dan Gerimis 2024)

Berita Terkait