anto narasoma
prahara apa yang tiba
di wajahku setelah kubaca puisi sepanas api yang membakar jasa-jasaku
sudah kutelaah segala kebencian, setelah kalimat-kalimat puisi itu menonjok wajahku dengan telunjuk setajam caci maki
Aku tenggelam
ke dalam laut
yang menghempas pecah segala usahaku
sebab setelah puisi
yang kutandai
dari kata ke kata itu menjadi hakim di pengadilan; mengetuk palu hingga kursi kosong yang kududuki, mati sia-sia
maka,
sejarah yang kucatat dalam jejak, menebarkan bau bangkai hingga tampilan di kursi teratas dalam karirku,
menjadi raja caci makian
: o, begitu gelap langitku sendirian, karena raut wajah ini seburuk puisi-puisi caci maki yang bertumbangan
dari kata-kata busuk,
di ruangan hampa
pabrik mobil esemka
lalu,
selepas turun dalam perjalanan bebas,
aku dilempar ke kubangan sampah
yang tak memiliki arti
hingga di lantai rumahku muncul ribuan wajah pembenci
Palembang, 15 Januari 2025