Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Di Balik Asap dan Bom

January 15, 2025 19:41
IMG-20250115-WA0110

Puisi Rizal Tanjung

di los angeles, angin berbicara lewat nyala api,
rumah menjadi puisi abu, kenangan jadi debu yang menari.
dua puluh nyawa hilang, ribuan terusir dari “rumah,”
harta benda naik ke langit, jadi asap yang mencibir semesta.

tapi ini cuma bab pembuka dari epos dunia,
di gaza, tragedi menulis babak lebih suram:
empat puluh ribu nyawa, bukan sekadar angka,
tiap satunya adalah mimpi yang dipangkas paksa.

jalanan gaza adalah peta luka,
museum kehancuran tanpa tiket masuk.
di sana, hujan adalah bom, bukan air,
membakar tanah, menelan rindu, mematikan harapan.

di kejauhan, amerika mengeluarkan suara serak,
bukan permintaan maaf, oh tidak, terlalu mahal.
joe biden, sang pemilik naskah pidato,
berbicara tentang damai seperti menjual mimpi kosong di pasar gelap.

bantuan kemanusiaan, katanya,
dari tangan yang sama yang menjahit luka dengan peluru.
roti di tangan kanan, api di tangan kiri,
inilah seni memberi sambil mengambil,
komedi hitam yang dimainkan di panggung penderitaan.

biden menelepon netanyahu, dua aktor panggung politik,
mungkin mereka bercanda, tertawa,
tentang sandera, gencatan senjata, stabilitas regional,
oh, betapa diplomatis, betapa hangat.
sementara di bawah meja, bom terus dijahit,
rencana baru terus disusun dengan tinta darah.

mereka melirik lebanon, suriah, iran,
melabeli mereka “musuh” dengan kuas penuh prasangka.
gaza? tak lebih dari catatan kaki,
kuburan massal yang tak layak jadi headline,
di mana anak-anak dikubur tanpa nama,
di mana hak asasi manusia dijual dalam paket senjata.

amerika, ahli standar ganda,
melukis wajah kemunafikan dengan kuas emas.
damai mereka adalah senjata,
keadilan mereka adalah mata uang,
hak asasi hanya berlaku bagi yang “bernilai.”

sementara itu, los angeles terus membara,
gaza terus menangis dalam sunyi.
amerika? oh, mereka terus berbicara,
karena kata-kata lebih murah dari nyawa.

dan dunia?
dunia hanya bisa menonton,
marah, tapi terbelenggu,
menunggu bom berikutnya jatuh,
menunggu api berikutnya menelan segalanya.

inilah puisi kita, puisi dunia,
metafora luka, ironi yang membakar,
satire dari peradaban yang katanya beradab,
namun terus menari di atas mayat dan debu.

Padang, 7 Januari 2025

Berita Terkait