Rosadi Jamani
(Ketua Satupena Kalbar)
HATIPENA.COM – Bagi penulis, pembaca adalah raja. Apalah artinya tulisan bila tak ada yang membacanya. Ada pembaca setia tulisan saya “Bang, tolong ulas, Noh Ran. Ia pahlawan tanpa poin.” Usul yang menarik. Riset kecil dimulai, mencari siapa sosok teman akrab Megawati Hangestri Pertiwi ini.
Sambil menikmati kopi di acara pelantikan ICMI Kalbar di Pendopo Gubernur, yok kita kupas sosok gadis mungil bernama Noh Ran.
Langit lapangan voli malam itu bergetar. Hyundai Hillstate melawan Red Sparks. Perang bintang. Megawati Hangestri Pertiwi, si dewi smes dari Jember, siap menyalakan petirnya. Moma Bassoko, si monster ganas dari Kamerun siap adu pukulan. Sorak-sorai penonton bagai tsunami menggulung. Semua fokus pada para dewi voli. Tapi di sudut kecil arena, ada seorang kecil yang berdiri dengan kepala tegak. Dialah Noh Ran.
Noh Ran, sang libero Red Sparks. Nama yang mungkin tak pernah muncul di papan poin, apalagi di mimpi fans voli. Bukan karena dia tidak hebat, tetapi karena nasib seorang libero memang tragis. Takdirnya adalah memberi jalan bagi orang lain bersinar.
Set kelima. Skor genting. 14-13 untuk Red Sparks. Bola meluncur bagai roket dari tangan pemain Hyundai Hillstate. Kecepatan cahaya kalah dibanding servis itu. Semua penonton menganga, mata mereka membulat. Apakah ini akhir dari segalanya?
Tidak. Belum. Karena di saat yang genting, Noh Ran melesat seperti bayangan malam. Tubuh mungilnya yang 167 cm sigap menahan badai. DENG! Bola itu ditangkap sempurna oleh lengannya yang kokoh seperti baja. Dia jatuh ke lantai, menghantam keras, tetapi tetap tersenyum. Operan sempurna ke Yeum Hye Seon, lalu diangkat ke Megawati.
Boom! Smes geledek Megawati menghancurkan segala blokade dua pemain Hyundai Hillstate. Moma terdiam dan berkata “Mengapa langit begitu kejam?” Bola jatuh ke tanah lawan. Poin terakhir. Red Sparks menang.
Gegap gempita meledak. Nama Megawati menggema di seluruh stadion. Para penggemar melompat, mengibarkan bendera, menangis bahagia. Tapi di mana Noh Ran?
Oh, dia ada di sudut lapangan. Sendiri. Tidak dielu-elukan. Tidak dirayakan. Bahkan saat kamera menyorotnya, dia hanya tampak… mengepel lantai. Ya, mengepel lantai yang basah karena ulah konyol rekan-rekannya yang menyiram air ke Pyo Seung Jo usai meraih MVP.
Bayangkan itu, wak! Sang pahlawan yang memastikan kemenangan, sekarang berubah menjadi tukang kebersihan. Netizen tertawa. “Libero atau cleaning service sih?” ujar salah satu netizen. Dunia memang kejam, kawan.
Namun, Noh Ran tidak pernah peduli. Dia tahu tugasnya. Dia lahir untuk menjadi benteng, bukan bintang. Kalau Megawati adalah petir, maka Noh Ran adalah bumi yang memastikan petir itu bisa mendarat. Kalau Moma Bassoko adalah tembok, maka Noh Ran adalah badai yang menghancurkan dinding-dinding itu dari dalam.
Ironisnya, dunia voli tidak peduli pada pahlawan seperti dia. Tidak ada penghargaan untuk penyelamatan epik, tidak ada statistik untuk jumlah lantai yang dia tampar demi bola. Tapi, di hati para pemain sejati, Noh Ran adalah legenda.
Dia adalah pahlawan tanpa poin. Tanpa nama di papan skor. Tanpa tepuk tangan. Tapi, tanpa dia, tidak akan pernah ada kemenangan. Karena di balik setiap dewi voli yang bersinar, selalu ada seorang libero kecil yang rela menanggung beban dunia. Noh Ran, ke Pontianak yok, makan durian. (*)
#camanewak