Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Kartini: Fajar di Balik Tirai Keheningan

January 25, 2025 18:48
IMG_20250125_184054

Oleh Gunawan Trihantoro
(Sekretaris Komunitas Puisi Esai Jateng)

Jejak Perempuan di Palagan Nusantara (4)

HATIPENA.COM – Kartini menjadi salah satu sosok penting dalam emansipasi wanita di Indonesia. Oleh karena itulah, tanggal 21 April yang juga merupakan hari lahir perempuan asal Jepara, Jawa Tengah, tersebut diperingati setiap tahunnya sebagai Hari Kartini untuk mengenang jasa-jasanya dalam kesetaraan gender. [1]


Di balik dinding Jepara yang sunyi,
Di bawah langit yang menggenggam malam pekat,
Hiduplah seorang perempuan muda,
Yang menatap dunia lewat jendela impian.
Kartini, sebuah nama yang takkan pudar,
Mengukir sejarah dengan pemikiran dan pena,
Mendobrak gelap yang membelenggu perempuan,
Dengan nyala cahaya pengetahuan yang membara.

Ia lahir dalam batas-batas adat yang keras,
Dibentuk oleh tradisi yang tak memberi ruang.
Perempuan, katanya, harus tunduk,
Menundukkan kepala di altar keluarga.
Namun Kartini, di balik kelembutannya,
Adalah api yang tak mudah padam.
Ia bertanya pada dirinya,
“Apakah ini takdir perempuan selamanya?”

Dinding kamarnya menjadi saksi,
Malam-malam panjang yang ia habiskan,
Bersama surat-surat yang melintasi samudera,
Berbicara pada sahabat di Belanda.
Pena di tangannya adalah senjata,
Setiap huruf yang ia tulis adalah peluru,
Menggugat batas, mendobrak tradisi,
Memimpikan dunia di mana perempuan bebas berdiri.

Kartini menulis tentang pendidikan,
Bukan sekadar hak, tapi kebutuhan.
Ia memimpikan sekolah untuk perempuan,
Tempat jiwa-jiwa muda belajar terbang.
“Ilmu adalah sayap jiwa,” katanya,
“Tanpa itu, kita terkurung dalam gelap.”
Ia melihat dunia yang lebih besar,
Lewat buku-buku yang ia baca dengan rakus.

Namun, mimpi besar itu terjal jalannya,
Di hadapannya, tembok adat berdiri kokoh.
“Perempuan tak perlu berpikir,” kata mereka,
“Diam adalah keindahan sejati.”
Namun Kartini, dengan keberanian dalam suaranya,
Menjadi badai di tengah keheningan.
Ia tahu bahwa perubahan tak datang seketika,
Namun langkah kecil adalah awal dari revolusi.

Di usia yang masih belia,
Ia harus menikah seperti adat yang digariskan.
Namun, pernikahan baginya bukan akhir,
Melainkan jembatan menuju peluang baru.
Ia membangun sekolah kecil di tanahnya,
Mengajarkan perempuan untuk bermimpi.
Setiap kata yang ia ucapkan adalah nyala,
Menyalakan api keberanian di hati generasi muda.

Namun hidup Kartini tak panjang diberi waktu,
Di usia dua puluh lima, ia berpulang.
Namun kematiannya bukanlah akhir,
Melainkan awal dari sebuah perjalanan abadi.
Buku yang ia tinggalkan,
“Habis Gelap Terbitlah Terang”,
Adalah warisan yang takkan pudar,
Cahaya yang menerangi jalan perempuan Indonesia.

Kartini adalah simbol harapan,
Bagi mereka yang hidup dalam gelap.
Ia mengajarkan bahwa gelap hanyalah awal,
Dan pagi selalu menunggu di balik malam.
Ia adalah pelita di tengah kabut,
Menerangi jalan yang penuh duri.
Di hatinya, ia menyimpan satu keyakinan,
Bahwa dunia bisa menjadi tempat yang lebih adil.

Namanya kini terukir dalam sejarah,
Bukan hanya sebagai seorang perempuan,
Namun sebagai jiwa yang berani melawan zaman.
Setiap tahun, saat hari itu tiba,
Kita mengenang Kartini bukan hanya sebagai nama,
Namun sebagai suara yang terus bergema.
Ia adalah fajar yang menyinari masa depan,
Fajar yang tak pernah padam. (*)

Rumah Kayu Cepu, 25 Januari 2025

Catatan:
[1] Puisi esai ini diinspirasi dari kisah Raden Adjeng Kartini tokoh perempuan Indonesia yang dikenal sebagai pelopor emansipasi perempuan. Pemikirannya dituangkan dalam surat-surat yang dikumpulkan dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang. https://tirto.id/biografi-ra-kartini-kisah-pemikiran-habis-gelap-terbitlah-terang-gdd5