Oleh Mila Muzakkar
(Puisi esai ini dikembangkan dari cerita Dian Yulia Novita, yang dalam kondisi hamil 8 bulan ditangkap karena telibat dalam aksi terorisme, salah satunya kasus bom panci di istana Presiden tahun 2016) (1)
HATIPENA.COM – “Atas perbuatan merencanakan bom bunuh diri di Istana kepresidenan, saudari Ika Puspitaningrum, dijatuhi hukuman selama 10 tahun penjara. Tok…tok…tok…!”
Ketukan palu sidang menggema di antara dinding beton pengadilan Negeri Jakarta Timur. (2)
Putusan hakim menggelegar, membelah awan,
menjatuhkan butiran air mata di sela-sela kain hitam penutup matanya.
Ia, Ika, perempuan bercadar hitam itu berusaha berdiri setegar karang.
Di rahimnya, malaikat kecil segera hadir menebar cahaya Ilahi.
Sebulan lagi, ika akan melahirkan.
Tapi, ketukan palu sidang itu,
Seperti ombak pasang yang menggulung di musim kemarau.
Jeruji besi itu menjadi saksi bisu,
cahaya Tuhan berkilauan di tubuh mungil itu.
Ika telah menjadi ibu,
tanpa pendekar hatinya, Solihin.
Bermil-mil jarak memisahkan kedua sejoli itu.
Ika di Indonesia, Solihin di Iraq.
Solihin, suami Ika, adalah pimpinan organisasi Teroris yang berafiliasi dengan ISIS (3)
Hati mereka beradu di layar internet,
Pernikahan online pun dilakukan.
Hanya sekali Ika bertemu dengan Bapak dari anaknya itu.
Bagai ditelan bumi, Solihin tak lagi berada di sisi Ika,
Tak juga nafkah dikirimkannya,
hanya berjumpa via suara.
Namun, tiket surga membuat Ika gelap mata.
“Setelah menikah, kamu akan menjadi pengantin surga,” dari balik ponsel, Solihin menyuci otak istrinya.
“Masyaallah, semoga saya mendapatkan tiket itu ya, Mas,” suara girang penuh haru Ika dari balik ponsel.
Di bawah langit yang sama,
kedua insan itu memadu kasih, di depan layar.
Untaian benang janji surga terus menggema,
“Kita akan bertemu lagi, dan memadu kasih di surga nanti,” Solihin mengikat hati bidadarinya.
“Sekarang, banyak laki-laki penakut.
Mereka menyia-nyiakan kesempatan syahid.
Sudah waktunya perempuan yang berjihad, menjadi pengantin surga,” Solihin meyakinkan istrinya.
Ika tak terlalu paham agama,
Tapi hatinya menuntunnya percaya pada Allah.
Shalat lima waktu, rutin ia lakukan.
Di rumah, orang tuanya masih membakar kemenyan,
Ika menolak, namun tak mampu melawan pemilik rahim yang melahirkannya.
Di tiap kesunyian malam,
perempuan itu tak lelah mencari cahaya-Nya.
Ingin ia mengenal Penciptanya,
tapi tak ada yang menuntunnya.
Pada Solihin, ia menemukan jalan cahaya itu,
yang ia cari di antara gelapnya malam.
“Lelaki inilah yang akan menuntunku menuju surga,
bertemu Penciptaku,” Ika memantapkan hati.
Pagi itu, awan mendung menyelimuti ibukota.
Perempuan bercadar hitam,
berjalan pelan, mendekati Istana Presiden Republik Indonesia.
Di balik hijab panjangnya, rakitan bom siap meledak.
“Ledakan bom inilah tiket surgaku,
aku siap menjadi pengantin, Ika kembali meyakinkan diri.
“Bismillah, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Langit Jakarta memerah,
auman sirene lalu-lalang memecah sunyinya pagi.
Ika disergap, dilumpuhkan polisi.
bom di tangannya, diamankan.
Ika tak jadi pengantin,
Ia hanya menjadi bunga kering,
karena mengharap hujan yang tak kan pernah hadir.
Depok, 2 Februari 2025
Catatan
(1) https://theconversation.com/relasi-dengan-keluarga-dan-suami-menjadi-motif-teroris-perempuan-dalam-lakukan-aksi-mereka-158409
(2) https://www.bbc.com/indonesia/41021645
(3) ISIS: Islamic State of Iraq and Syiria, sebuah kelompok teroris internasional terbesar di abad ke-21.