Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Mati Surinya Empati Terhadap Cerita Anak

February 15, 2025 16:44
IMG-20250215-WA0022

M. Octavianus Masheka *)

HATIPENA.COM – Teknologi, tak bisa kita pungkiri, telah membawa banyak kemudahan. Tapi, benarkah ia tak pernah mengambil apa-apa dari kita? Anak-anak yang dulu begitu gemar membaca kini lebih sibuk menatap layar. Mereka terpesona oleh permainan digital, terpaku pada animasi-animasi instan, hingga perlahan lupa pada keindahan dunia kata.

Dan kita, para orangtua, apakah kita lebih baik dari mereka? Ataukah kita juga terjebak di pusaran yang sama? Sibuk memburu kabar di linimasa, asyik dengan pesan-pesan instan, hingga lupa memberikan waktu berkualitas untuk buah hati kita. Anak-anak menanti perhatian, sementara kita tenggelam dalam dunia yang berbeda.

Pernahkah kita bertanya, ke mana perginya waktu-waktu terbaik bersama anak-anak kita? Kapan terakhir kali kita mendengar suara mereka yang penuh tanya, yang gemar bertualang di halaman-halaman buku cerita? Dan, kapan terakhir kita benar-benar hadir di samping mereka, tanpa terganggu notifikasi yang terus berdenting dari layar gawai kita?

Haruskah kita biarkan kebersamaan ini terus terkikis? Haruskah dunia baca hilang begitu saja dari keseharian mereka? Apakah cukup bagi kita menyerahkan tumbuh kembang mereka pada layar dan algoritma?

Jawabannya tentu tidak. Kita harus kembali. Kembali memperhatiak mereka dengan kasih sayang. Kembali menawarkan dunia penuh warna, penuh mimpi dan petualangan, yang takkan pernah bisa mereka temukan di balik layar. Kembali bercerita sebelum mereka tidur menghidupkan imajinasinya. Agar mereka kembali seperti bayangan sesepuh kita dulu: “Hidup seperti anak kecil, tetapi berpikir seperti orang dewasa.”

Dengan alasan itulah, Taman Inspirasi Sastra Indonesia mengajak para penulis Indonesia yang juga pernah menjadi anak-anak, menulis bersama dan lahirlah anak kreatif Kumpulan Cerpen: Cerita Anak Indonesia.

Barangkali ini menjadi semacam upaya menghadirkan kasih sayang dalam bentuk yang lain. Setiap cerita dalam buku adalah jembatan kecil yang akan mempertemukan kita dengan anak-anak kita—di dunia imajinasi, di dunia yang selalu terbuka untuk petualangan baru.

Kita jangan pernah lupa pada warisan Ki. Hadjar Dewantara bahwa seorang anak lebih membutuhkan perhatian dan cinta daripada sekadar uang jajan? Semoga buku ini hadir untuk mengimbangi derasnya arus teknologi dan mengurangi dampak buruknya pada anak-anak kita. Sehingga mereka kembali mencintai membaca dan belajar mengembangkan diri.

Mari, jadikan buku ini sebagai hadiah untuk anak-anak kita, keponakan, dan juga anak-anak tetangga. Karena siapa tahu, dari cerita-cerita dalam buku ini, menginspirasi mereka untuk terus bermimpi dan menjadi generasi emas yang lebih bijaksana daripada kita.

Selamat membaca, dan mengabarkan pada yang lain. (*)


*) Ketua Taman Inspirasi Sastra Indonesia