Ilustrasi : Meta AI/ ReO Fiksiwan
Penulis : ReO Fiksiwan *)
HATIPENA.COM – Rasionalitas, selama masa pencerahan, harus melawan agama; dan mereka melawan agama dengan sains terkini: fisika. Mereka melawannya dengan keharusan hukum fisika. Masalahnya—Hume melihat ini, dia melihatnya dengan sangat baik—adalah bahwa keharusan hukum bukanlah sesuatu yang dapat Anda buktikan, tetapi hanya sesuatu yang dapat Anda percayai: jadi itu adalah kepercayaan terhadap kepercayaan lain.
Dan sebenarnya saya pikir kepercayaan pada keharusan hukum pada dasarnya adalah kepercayaan pada Tuhan, karena Anda percaya pada apa yang tidak dapat Anda buktikan, Anda percaya pada tatanan yang menjamin hukum. Faktanya, Anda mungkin tidak percaya pada Tuhan lagi, tetapi Anda percaya pada keteguhan hukum yang ilahi.“ — Quentin Meillassoux(57), After Finitude(2006).
Quintin Meillassoux(baca: Kwantang Meilosang) adalah seorang filsuf Perancis yang terkenal karena karyanya di bidang realisme spekulatif dan ontologi. Konsep “ontologi superlatif” adalah aspek sentral dari filsafat realismenya dan ia kembangkan melalui bukunya, edisi Perancis Après la finitude(2006) dan edisi Inggris After Finitude(Paska Keterbatasan).
Filsafat ontologi superlatif Meillassoux merupakan teori realisme mutakhir(spekulatif dalam arti lain) yang membahas hakikat realitas dan hubungan antara keberadaan dan pemikiran.
Meillassoux berpendapat bahwa ontologi tradisional — umumnya menelisik metafisika Tuhan dan alam semesta (kosmologi) — yang didasarkan pada gagasan ihwal substansi dan esensi yang sudah tidak dapat dipertahankan lagi, terutama hakikat metafisika kuno alam (kosmos), manusia dan Tuhan. Sebaliknya, ia mengusulkan ontologi baru berdasarkan gagasan “superlasi”.
Superlasi adalah konsep yang dipinjam Meillassoux dari matematika. Ini mengacu pada gagasan bahwa selalu ada nilai yang lebih besar atau lebih kecil yang melampaui nilai lainnya. Ia menerapkan gagasan ini pada ontologi, dengan alasan bahwa realitas tidak ditentukan oleh substansi atau esensi yang tetap, tetapi oleh berbagai kemungkinan keadaan yang tak terbatas.
Ontologi superlatif Meillassoux mempunyai beberapa implikasi. Di satu sisi, realitas tidak ditentukan oleh suatu tatanan atau struktur yang tetap, melainkan oleh berbagai kemungkinan keadaan yang tak terhingga.
Di sisi lain, pengetahuan manusia tidak ditentukan oleh suatu kebenaran atau kepastian yang tetap, melainkan oleh kemungkinan perspektif yang sangat beragam dan tidak terbatas.
Ontologi superlatif Meillassoux juga mempunyai implikasi terhadap teologi dan filsafat agama. Ia berpendapat bahwa teologi tradisional yang didasarkan pada gagasan tentang ketuhanan yang maha kuasa dan maha tahu sudah tidak dapat dipertahankan lagi.
Lebih lanjut, Meillassoux mengusulkan teologi baru yang didasarkan pada gagasan tentang ketuhanan “superlatif”, yang ditentukan bukan oleh substansi atau esensi yang tetap, tetapi oleh berbagai kemungkinan keadaan yang tak terbatas.
Secara keseluruhan, ontologi superlatif Meillassoux adalah konsep kompleks dan provokatif yang menantang ontologi dan teologi tradisional. Ia menawarkan perspektif baru mengenai hakikat realitas dan hubungan antara keberadaan dan pikiran, dan mempunyai implikasi terhadap teologi, filsafat agama, dan pengetahuan manusia.
Teori ontologi superlatif Quentin Meillassoux adalah aspek sentral dari karya filosofisnya, khususnya pada Paska Keterbatasan, uraiannya ringkas teorinya sebagai berikut
Meillassoux mengkritik ontologi tradisional yang didasarkan pada gagasan substansi dan esensi. Ia berpendapat bahwa ontologi ini sudah tidak dapat dipertahankan lagi karena tidak memperhitungkan kompleksitas dan keragaman realitas.
Dengan demikian, is mengusulkan ontologi baru, yang disebutnya “ontologi superlatif”. Ontologi ini didasarkan pada gagasan bahwa realitas tidak ditentukan oleh substansi atau esensi yang tetap, tetapi oleh berbagai kemungkinan keadaan yang tak terbatas.
Terdapat empat prinsip ontologi superlatif yang diajukan berikut ini:
- Prinsip Keabadian:
Realitas tidak terbatas dan tidak dapat ditentukan oleh substansi atau esensi padat apa pun. - Prinsip Keanekaragaman:
Realitas itu beragam dan tidak dapat ditentukan oleh satu substansi atau esensi. - Prinsip Kontingensi:
Realitas bersifat kontingen dan tidak dapat ditentukan oleh substansi atau esensi apa pun. - Prinsip Superlasi:
Realitas bersifat superlatif dan tidak dapat ditentukan oleh substansi atau esensi padat apa pun, melainkan oleh berbagai kemungkinan keadaan yang tak terhingga. Sebagai pemutakhiran filsafat realisme, ontologi superlatif Meillassoux memiliki beberapa konsekuensi:
- Realitas tidak lagi ditentukan oleh substansi atau esensi padat, tetapi oleh berbagai kemungkinan keadaan yang tak terbatas.
- Pengetahuan manusia tidak lagi ditentukan oleh suatu kebenaran atau kepastian yang tetap, tetapi oleh kemungkinan perspektif yang sangat beragam.
- Ontologi tradisional dan teologi tradisional sudah tidak dapat dipertahankan lagi dan harus digantikan dengan ontologi baru dan teologi baru.
Secara keseluruhan, ontologi superlatif Meillassoux adalah konsep kompleks dan provokatif yang menantang ontologi dan teologi tradisional serta menawarkan perspektif baru tentang realitas dan pengetahuan manusia.
Terkait relasi ontologi superlatif dan kecerdasan buatan (AI) dijelaskan sebagai berikut:
Sebagaimana diutarakan secara ringkas di atas,
ontologi superlatif Meillassoux merupakan teori realisme spekulatif. Teori ini mengemukakan bahwa sifat realitas dan hubungan antara keberadaan dan pemikiran dengan realitas tidak ditentukan oleh substansi atau esensi padat. Akan tetapi berbagai wujud realitas didasarkan oleh berbagai kemungkinan keadaan yang tak terbatas.
Sehubungan dengan peran AI dan ontologi superlatif dapat dilihat sebagai contoh realisme spekulatif dalam arti lainnya. Sistem AI mampu memproses data dalam jumlah kompleks dan mengambil keputusan yang tidak ditentukan oleh substansi atau esensi yang solid. Sebaliknya, mereka didasarkan pada berbagai kemungkinan keadaan dan probabilitas.
Dengan kata lain pula, keempat prinsip dan kategori ontologi superlatif dan segala konsekuensinya serta kaitannya dengan kehandalan peran AI, sama persis yang telah dijelaskan di atas. Masing-masing terpaku pada prinsip ketakterbatasan, keragaman, kontingensi dan superlasi matematis.
Hubungan antara AI dan ontologi superlatif dapat dijelaskan melalui empat prinsip di atas, tetap memiliki tantangan berbagai kemungkinan keadaan dan probabilitas. Juga, sistem AI bersifat kontingen dan tidak dapat ditentukan oleh substansi atau esensi yang diperlukan.
Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara AI dan ontologi superlatif Meillassoux adalah topik yang kompleks dan menarik untuk dikaji lebih lanjut. Sistem AI dan ontologi superlatif dapat dipandang dan didasarkan, sekali lagi, pada berbagai kemungkinan keadaan dan probabilitas.
Walhasil, hubungan AI dan filsafat realisme spekulatif ini memiliki konsekuensi tak terpermaknai pada pemahaman kita tentang AI, ontologi dan prinsip-prinsip eskatologi yang masih ditudungi „mysterium-fascinosum“ belum terjawab? (*)
*) Ditulis dari perspektif filsafat realisme superlatif Meillassoux dan lukisan dengan bantuan AI.
l