Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Kunci Kehidupan

February 28, 2025 13:04
IMG-20250228-WA0097

Ilustrasi : Meta AI/ Rizal Pandiya
Oleh: Wawan Susetya *)

HATIPENA.COM – MENGAPA orang menjadi sedih? Dan mengapa pula orang gembira? Orang yang bersedih hati biasanya karena keadaannya qabd (kesempitan), sedang orang yang gembira biasanya karena bast (keadaan lapang). Secara umum, kebanyakan orang lebih cenderung memilih keadaan bast (lapang) daripada qabd (kesempitan).

Itulah sebabnya ketika kebanyakan orang berada dalam keadaan qabd (kesempitan), biasanya mereka segera menginginkan agar dapat pindah ke suasana bast (lapang). Mengapa demikian, lantaran mereka merasa tidak tahan (tidak sabar) dalam menghadapi kesempitan (qabd).

Namun demikian, Abu Bakar Ash-Shidiq r.a ternyata lebih memilih berada dalam kesempitan (qabd). Abu Bakar pernah berkata: Kami diuji dengan kesukaran, maka kami bisa tahan atau sabar, tetapi ketika diuji dengan kesenangan (kelapangan), hampir tidak sabar (tidak tahan).

Bukan hanya Abu Bakar r.a saja, tetapi juga orang-orang arif lainnya. Mereka, orang-orang arif, sesungguhnya merasa khawatir (takut) ketika berada dalam posisi bast (lapang); jangan-jangan mereka akan terlena.

Ulama kenamaan Syech Athoillah Asy-Syakandari juga pernah memberikan argumentasinya: Di dalam keadaan lapang (bast), hawa nafsu dapat mengambil bagiannya karena gembira, sedang dalam masa sempit (qabd) tidak ada bagian sama sekali untuk hawa nafsu. Karena itu manusia lebih aman dalam kesempitan, karena hawa nafsu tidak dapat memperdaya. (Kitab Al Hikam, 1984).

Mengapa orang bersedih hati? Menurut Syech Abul-Hasan Asy-Syadzily, sebab-musababnya seseorang mengalami qabd (sempit, risau hati), yakni salah satu dari tiga hal di bawah ini;

Pertama, karena dosa yang dilakukannya.

Kedua, karena telah kehilangan dunia (harta) miliknya.

Ketiga, karena dihina orang.

Lalu, bagaimana menyikapi keadaan qabd (sempit) seperti itu? Syech Athoillah Asy-Syakandari menerangkan bahwa dalam keadaan qabd (sempit), hendaknya dia menenangkan diri dan bersabar menunggu datangnya masa lapang (bast).

Ketika malam gelap-gulita, hendaknya seseorang jangan berharap mencari terangnya sinar matahari, tetapi hendaknya menikmati keadaan malam yang pekat. Bukankah pada malam hari ada bintang-gemintang dan pada saat bulan purnama memancarkan cahaya yang indah?

Sebaliknya, mengapa orang merasa bergembira (bast)? Menurut Syech Abul-Hasan Asy-Syadzily, seseorang berada dalam keadaan bast (lapang, gembira) biasanya karena ada satu di antara tiga hal ini, yakni;

Pertama, bertambahnya ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, termasuk dalam menunaikan ibadah kepada Allah Taala.

Kedua, bertambahnya ilmu marifat atau karena bertambahnya kekayaan atau kehormatan.

Ketiga, karena pujian dan sanjungan orang kepadanya.

Lalu, bagaimana cara menghadapi keadaan dalam posisi bast seperti itu? Menurut Syech Abul-Hasan Asy-Syadzily, jika seseorang merasa bertambah ketaatan ibadatnya dan ilmu marifatnya harus merasa bahwa itu semata-mata karunia Allah Taala, sebaliknya jangan sampai merasa bahwa hal itu dihasilkan dari usahanya sendiri.

Selain itu, jika seseorang mendapat tambahan rizki, hal itu juga harus disikapi bahwa rizki tersebut semata-mata merupakan karunia-Nya pula. Adapun ketika seseorang mendapat pujian atau sanjungan dari orang lain, hal itu juga disikapi dengan bersyukur kepada Allah yang telah menutupi aib atau kekurangannya.

Demikianlah bahwa semua orang tentu akan dihadapkan pada keadaan lapang atau gembira (bast) dan sempit atau risau hati (qabd) secara silih berganti. Syech Athoillah Asy-Syakandary memberikan nasihat: Allah melapangkan bagimu, supaya engkau tidak selalu dalam kesempitan (qabd), dan Allah menyempitkan bagimu supaya engkau tidak hanyut dalam kelapangan, dan Allah melepaskan engkau dari keduanya, supaya engkau tidak bergantung kepada sesuatu selain Allah.

Seorang hamba yang tidak bergantung pada keadaan sempit (qabd) ataupun lapang (bast), berarti ia telah menghayati pemahaman makna Kalimah Thoyyibah Laa haula wala quwwata illa billahi (Tidak ada daya dan kekuatan kecuali pertolongan Allah).

Dalam kehidupan ini, bahkan dalam keadaan apapun, semuanya tentu ada rambu-rambunya sebagaimana dinasihatkan Syech Abul-Hasan Asy-Syadzily secara komprehensif, yakni;
Pertama, jika seseorang berada dalam ketaatan, hendaknya ia mengembalikannya kepada Allah Taala dan jangan mengklaim bahwa hal itu merupakan amal usahanya.

Kedua, jika seseorang jatuh ke dalam kemaksiatan, hendaknya ia segera bertaubat untuk mendapatkan ampunan Allah.

Ketiga, jika seseorang mendapatkan musibah (bala), hendaknya ia bersabar karenanya.

Keempat, jika seseorang mendapatkan kenikmatan, hendaknya ia bersyukur kepada Allah. (*)

*) Penulis adalah Sastrawan dan Budayawan dan penulis Satupena Jatim, tinggal di Tulungagung-Jatim.

Berita Terkait

Berita Terbaru