Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Koperasi Desa dan Gerakan Kemerdekaan

March 9, 2025 15:52
IMG-20250309-WA0117

Oleh: Sunano
Direktur Advokasi Konsumen Muslim Indonesia (AKMI) PP KB PII. Penulis buku Lucunya Prabowo

Bagian 1

HATIPENA.COM – Kita perlu menyambut baik, Presiden Prabowo berencana membentuk 70 ribu Koperasi Merah Putih. Perkiraan biaya pembentukan satu koperasi membutuhkan dana 3 sampai 5 milyar rupiah. Sumber keuangan pembentukan koperasi ini dari dari berbagai sumber seperti Dana Desa, APBN, APBD, BUMDes, dan HIMBARA yang mencapai 350 triliun rupiah.

Koperasi Desa Merah Putih ini akan menjadi pilar utama ekonomi desa selain BUMDes. Membangun desa, khususnya desa pertanian, menurut saya memang tidak cukup hanya membicarakan harga gabah yang layak, pupuk tersedia dan terjangkau harganya, bibit unggul, dan teknik budidaya. Tapi, yang paling penting justru membangun organisasi kerjasama antar petani lewat model koperasi.

Secara ideologis, fungsi koperasi harus dibangun sebagai organisasi perjuangan kemerdekaan bagi kelompok petani miskin. Tumbuh dari kesadaran kolektif untuk sejahtera bersama. Hal ini juga bisa menjadi langkah konkret mendorong corak ekonomi kerakyatan yang lebih sosialistik sebagai penyeimbang dari model kapitalis-oligarkis.

Spirit perjuangan bisa melihat kembali ketika koperasi pertama di Indonesia berdiri. Waktu itu, dampak kolonialisme Belanda sangat kejam. Dampak yang parah akibat cultuurstelsel dan ekonomi liberal telah mengakibatkan penderitaan bagi rakyat, terutama petani miskin. Saat itu masyarakat mulai mengenal uang. Dalam banyak kebutuhan seluruhnya dilakukan dengan uang. Banyak petani miskin terpaksa berhutang kepada rentenir.

Banyak petani dan priyayi tersiksa akibat bunga yang terlalu tinggi dari rentenir ketika memberikan pinjaman uang. Untuk membantu masyarakat yang terlilit hutang, pada 1886 seorang Patih Purwokerto, Raden Ario Wiriaatmadja mendirikan Hulpen Spaaren Bank, sebuah bank di Purwokerto.

Di awal tujuan didirikannya bank tersebut adalah untuk menolong pegawai dan orang kecil dari jeratan lintah darat yang menerapkan bunga tinggi pada pinjamannya. Tujuan Patih tersebut kemudian dikembangkan oleh asisten residen Belanda, yaitu De Wolf Van Westerrode dan menganjurkan untuk mengubah Bank menjadi Koperasi.

Wajah Koperasi Desa
Menurut saya, sumber primer pertama tentang koperasi adalah buku yang ditulis Margono Djojohadikusumo, kakek Presiden Prabowo. Tentu referensi pertama Prabowo adalah merujuk buku Margono yang menjelaskan peta koperasi secara lengkap di era kolonial Belanda.

Dalam buku itu, semangat koperasi masih sangat murni, mendorong kemerdekaan rakyat miskin. Merupakan usaha kelompok lemah, petani miskin untuk meningkatkan kesejahteraan.

Dalam buku Sepuluh Tahun Penerangan Tentang Koperasi, Margono menjelaskan bahwa lahirnya pergerakan Indonesia berangkat dari semangat koperasi. Lahirnya Budi Utomo, Sarekat Dagang Islam bercita-cita memperjuangkan kesejahteraan rakyat dengan semangat cooperative, semangat kerjasama.

Makanya, keberadaan Koperasi merupakan pondasi perjuangan kemerdekaan Indonesia. Merupakan semangat yang tidak terpisahkan dalam gerakan kemerdekaan. Dari kesadaran Koperasi, gerakan ekonomi pribumi bermetamorfosis menjadi gerakan politik, atau sebaliknya. Seperti Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam. Seperti PNI mendirikan ribuan koperasi dalam gerakan ekonominya.

Sarekat Dagang Islam pada tahun 1905 merupakan organisasi dagang anak negeri untuk melawan desakan pedagang Tionghoa yang amat besar pengaruhnya di Solo. Kemudian berubah menjadi Sarekat Islam dan anggotanya sangat banyak. Banyak anggota SI mendirikan koperasi sampai ke desa-desa. Karena kepemimpinan koperasi SI tidak cakap, kepercayaan anggota Sarekat Islam menurun. Setelah lima belas tahun, tidak lagi ada koperasi yang dibina Sarekat Islam.

Begitu juga dengan PNI menyelenggarakan kongres koperasi tahun 1929. Hasilnya berdiri ratusan koperasi PNI. Tetapi pada tahun 1932, koperasi-koperasi itu cepat lenyap seperti cepatnya mendirikan.

Hal inilah yang menjadi masalah. Pengurus koperasi berfikir dengan bekerja satu sampai dua tahun saja, mau mencapai hasil yang sama dengan yang dicapai oleh Raiffeisen, sedangkan Raiffeisen sendiri baru memetik hasilnya setelah dua puluh tahun bekerja keras.

Masalah yang lain itu adalah basis kerjasamanya. Kita memang negara yang sangat suka gotong royong. Ketika membangun rumah, membersihkan lingkungan, saat ada bencana, kita dengan sukarela membantu. Kerjasama ini basisnya sosial, karena ada ikatan dalam masyarakat. Dalam aspek lain merupakan bentuk saling ketergantungan dan adanya perlindungan satu dengan yang lain. Kelompok paguyuban.

Sedangkan basis kerjasama koperasi adalah individu-individu yang memiliki kepentingan yang sama untuk memajukan ekonomi. Sama-sama petani, sama-sama buruh pabrik, karyawan, atau sama-sama jamaah masjid.

Arah Koperasi
Sejak awal ada koperasi di Indonesia, memang digagas oleh kalangan terdidik, dari atas, top down. Di era kolonial Belanda, semangat koperasi adalah bentuk perlawanan. Bentuk perjuangan kemerdekaan ekonomi untuk sejahtera.

Ketika kepentingan orang miskin ditinggalkan koperasi, maka secara prinsip sudah kehilangan ruh gerakan. Meski pemerintah menggelontorkan uang banyak, koperasi hanya menjadi milik elite pemerintahan desa. Menjadi milik tuan tanah dan petani kaya. Dampaknya tidak dapat dirasakan petani miskin.

Seperti kata Bung Hatta, koperasi pada dasarnya adalah gerakan ekonomi, sosial dan politik rakyat. Bukan sekadar aktivitas bisnis semata. Bagi pemimpin partai seperti PNI, pemimpin gerakan politik seperti SI, wadah koperasi menjadi identitas perjuangan dan ideologisasi.

Meski sebagian besar koperasi yang berdiri tidak bertahan lama, sebagian kecil sanggup tumbuh besar. Sebagai contoh, ketika Margono menjabat AVB, mengamati peran “koperasi pemberantas oetang” pada 1930-an yang relevan dengan situasi sekarang.

Banyak petani terjerat utang dan terpaksa menjual tanah atau melepas tanahnya karena dijaminkan ke bank. Koperasi pemberantas hutang mengambil alih (menebus) tanah itu lalu mengelolanya secara lebih baik, sebagian hasilnya dipakai untuk membayar utang tanpa petani harus kehilangan tanah.

Ini juga bisa menjadi solusi masifnya alih fungsi lahan dari pertanian ke penggunaan lain.

AVB dimana Margono menjadi salah satu pejabat tingginya, juga tidak sepenuhnya bisnis. Pada tahun 1934, semua lembaga kredit di Hindia Belanda dikumpulkan menjadi satu dengan nama Algemeene Volkscredietbank (AVB) yang awalnya bertujuan menjadi bank koperasi, berubah menjadi organisasi yang bertujuan sosial. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan AVB yang membebaskan hutang petani dan masyarakat desa dari tunggakan hutang ke bank desa yang sangat banyak.

Meski cita-cita koperasi dalam implementasinya sedikit bergeser, pegawai AVB tetap menerapkan prinsip koperasi dalam memberikan izin badan yang mau berdiri, apakah itu perkumpulan kredit, produksi, dan verbruiks cooperatie, lumbung dan bank desa. Prinsip koperasi antara lain memilih orang-orang yang boleh meminjam dan boleh diterima sebagai anggota tetap, menentukan bersama-sama berapa uang yang akan dipinjamkan dan apa saja perjanjiannya, membicarakan bersama-sama aturan-aturan yang akan diambil.

Contoh lain yang masih bertahan sampai sekarang adalah Lumbung Desa. De Wolff van Westerrode mendirikan lumbung dalam 250 desa, yang berupa badan-badan yang meminjamkan padi. Modal untuk mendirikan lumbung desa diambil dari zakat, pajak yang berupa hasil bumi menurut agama Islam. Lumbuh itu diserahkan kepada suatu komisi yang terdiri dari kepala desa, juru tulis desa, dan penghulu kampung. Lumbung ini rencananya akan dijadikan contoh kepada koperasi-koperasi yang lain.(*)

Jakarta, 9 Maret 2025