Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Api Cemburu

March 11, 2025 09:20
IMG-20250305-WA0120

Rosadi Jamani

Cinta Tertinggal (4)
HATIPENA.COM – Di saat Mak Leha sibuk memberikan pijatan terbaik untuk Vanja Bukilic dan Park Eun Jin di Daejeon, Korea, serta Nohran yang disibukkan dengan latihan voli bersama teman-temannya, Mega juga ikut latihan untuk persiapan babak playoff. Sementara di Pontianak, sosok misterius yang sering mengirimkan kopi liberika kepada Nohran mengalami kegelisahan yang tak terduga.

Pagi itu, ia sedang duduk di warung kopi langganannya, menikmati secangkir liberika yang biasanya membawa ketenangan. Namun, ketenangan itu sirna begitu saja saat ia membuka media sosial. Sebuah video dari akun @putra.hasyim17 muncul di berandanya. Video itu menampilkan Putra Hasyim, warga Indonesia yang bekerja di sana, sedang bersama Nohran. Mereka terlihat akrab, berbincang santai setelah pertandingan melawan GS Caltex.

Nohran mengenakan jaket hitam tebal, rambutnya diikat rapi. Meski sederhana, pesonanya tetap terpancar. Wajahnya terlihat cerah, matanya berbinar-binar. Sosok misterius itu menelan ludah, perasaannya bercampur aduk. Dalam video itu, Putra mengajak Nohran mengikuti tren di Indonesia. Dengan senyum lebar, Putra berkata, “Ubur-ubur makan lele.”

Nohran yang tampak sedikit kebingungan, tetap menanggapi dengan suara lembut, “Jang Kwan Jang Lee.”

Sebuah video singkat, tetapi dampaknya begitu besar bagi si pria misterius. Cangkir kopi yang ia genggam terasa semakin dingin. Rasa pahit dari kopi liberika yang biasanya menenangkan, kini seperti mencerminkan hatinya yang mulai dilanda keresahan. Ada sesuatu yang mengganjal, sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan. Dadanya terasa sesak, seolah-olah ada sesuatu yang diambil darinya.

“Apa ini yang disebut cemburu?” gumamnya lirih.

Ia mencoba mengabaikan perasaan itu. Tetapi, semakin berusaha melupakan, semakin kuat rasa tidak tenang yang menghantui. Ia memejamkan mata, tetapi bayangan Nohran bersama Putra tetap terlintas di kepalanya. Sejak kapan ia begitu peduli? Sejak kapan senyum Nohran menjadi sesuatu yang begitu berarti baginya?

Tanpa pikir panjang, ia bangkit dari bangkunya, meninggalkan kopi yang belum habis. Langkahnya terburu-buru, pikirannya penuh dengan tanda tanya. Setibanya di rumah, ia langsung masuk kamar, menutup pintu, dan membiarkan dirinya tenggelam dalam lamunan.

Malam terasa lebih panjang dari biasanya. Setiap kali ia mencoba tidur, bayangan Nohran dan Putra kembali menghantuinya. Hatinya gusar, pikirannya terus berputar-putar mencari jawaban yang tak kunjung ditemukan. Sementara di kejauhan, di negeri orang, Nohran mungkin tak menyadari ada seseorang di Pontianak yang tengah bergulat dengan perasaan yang baru saja ia sadari.

Sosok misterius itu menarik napas dalam-dalam. Ia sadar, mungkin ini saatnya untuk mengungkapkan perasaannya. Tapi bagaimana caranya? Apakah Nohran merasakan hal yang sama? Ataukah semuanya hanya perasaan sepihak belaka?

Ia menatap langit-langit kamar dengan perasaan yang semakin tak menentu. Dalam diam, ia tahu satu hal, cinta yang tertinggal di Pontianak ini semakin sulit untuk diabaikan. Lelaki itu lalu memutar lagu “Gregetan” dari Sherina Munaf sebagai pengantar tidurnya. (*)(bersambung lagi)