Cikgu Wati
Engkau berdiri di lembah sunyi, bayang-bayangmu mengembara ke seluruh penjuru.
Mencari apa gerangan, di gelap jiwa yang hampa? Jiwa yang lelah bekerja.
Mengorek luka, menebar duri tajam pedih, menabur racun dalam darah.
Mencari kebenaran, di antara debu dan derita.
Sekeping perak, membelenggu nurani,
Menjual martabat, demi pujian dan yang fana.
Dalam cela orang lain, dalam duka, kau temukan kepuasan, kegembiraan.
Padahal, surga terbentang luas di jalan kasih dan kerendahan.
Mengapa mata tak melihat, telinga membisu, keindahan yang tersembunyi?
Bunga-bunga kebaikan, yang mekar di hati?
Mengapa tangan tak menebar, benih-benih kasih sayang?
Hanya duri dan racun, yang kau tebar di sepanjang jalan.
Hanya amis dan busuk kau sampaikan sepanjang dunia membentang.
Hidupmu sunyi, bagai padang pasir yang gersang,
Dihindari, dijauhi, bagai bayang-bayang yang menakutkan.
Doa pun enggan terucap, untuk jiwa yang terbelenggu,
Oleh dahaga akan pujian, yang tak pernah cukup.
Sadarlah, wahai pengembara di jalan sesat,
Ada jalan lain, lebih indah dan bercahaya.
Bangunlah, tebarkan kebaikan, bertobat sebelum terlambat.
Agar namamu dikenang, dalam syair kasih yang cahaya abadi. (*)
Way Pisang, 11 Maret 2025