anto narasoma
turun,
turunlah sederas kekecewaanku,
yang mengalir ke dalam cerita sepenuh pengkhianatanmu
air pada awan hitam, telah membangun gejolak kemarahan tatkala perasaan ini
kau bakar lewat kilatan petir dari pengkhianatanmu
padahal,
sepenuh napasku perasaan ini kucatat sebelum cinta itu kuserahkan dalam hitungan usiaku
turun,
turunlah sekali lagi
basahi kejengkelan
di dada ini yang tak mampu berbicara setelah aku salah menafsirkan kehadiranmu dari dalam diksi pilihan
satu dasa warsa
telah kucurahkan titik-titik cinta ke dalam hati kita yang basah
karena air hujan mampu memecahkan kristal cinta yang menancap tajam di dada
haruskah kekecewaan itu kuhanyutkan
ke dalam genangan cinta setelah air hujan memudarkan doa-doa
ketika aku merentangkan tangan kepada-Mu, Tuhanku? (*)
Palembang, 12 Maret 2025