Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar
HATIPENA.COM – Beralih lagi ke Kota Daejeon. Mega, Nohran, dan Dabin mengajak Mak Leha mengunjungi National Science Museum di 481 Daedeok-daero, Yuseong-gu, Daejeon. Kenapa mereka mengajak Mak Leha ke museum? Alasannya sederhana, agar Mak Leha, walau hanya seorang tukang urut, bisa mengenal ikon dan keunggulan kota Daejeon.
Sepanjang perjalanan, Mak Leha merasa takjub dengan kebersihan dan keteraturan Daejeon. Jalan-jalan lebar tanpa kemacetan, trotoar yang nyaman, serta fasilitas umum yang tertata rapi membuatnya membandingkan dengan kota asalnya, Pontianak. Dalam hati, ia membatin, betapa jauhnya perbedaan ini. “Andai saja di kotaku bisa serapi ini,” gumamnya pelan.
Sesampainya di museum, mereka langsung disambut oleh berbagai pameran teknologi dan inovasi. Nohran mengambil peran sebagai pemandu, menjelaskan dengan penuh semangat.
“Mak, Daejeon ini sering dijuluki ‘Silicon Valley-nya Korea’ karena banyak lembaga riset besar dan universitas ternama seperti KAIST, Korea Advanced Institute of Science and Technology.”
Mak Leha mengangguk sambil memperhatikan sekelilingnya. “Luar biasa, Nak. Banyak anak muda pintar di sini, ya?”
Dabin menimpali, “Iya, Mak. Makanya slogan kota ini adalah ‘It’s Daejeon.’ Artinya kota ini unik karena menggabungkan tradisi, budaya, sains, dan teknologi.”
Mak Leha tersenyum. Dalam hatinya, ia merasa bangga bisa melihat langsung keunggulan kota ini, meski tetap terbersit rasa prihatin terhadap kampung halamannya yang masih tertinggal dalam bidang sains dan teknologi.
Setelah puas berkeliling, mereka duduk di sebuah kafe dalam museum untuk beristirahat sejenak. Saat itulah, diam-diam Nohran mendekati Mega dan berbisik pelan.
“Mega, aku mau tanya sesuatu.”
Mega mengangkat alis. “Apa?”
“Sebenarnya, siapa sih lelaki misterius yang sering mengirimi aku kopi liberika dari Pontianak? Kau tahu sesuatu?”
Mega tersenyum kecil, lalu memainkan sedotan dalam minumannya sebelum menjawab. “Aku tahu, tapi mungkin lebih baik kau yang mencari tahu sendiri.”
Nohran mengerutkan dahi. “Kenapa harus aku?”
Mega menatapnya serius. “Karena kadang, jawaban yang paling berharga adalah yang kita temukan sendiri, bukan yang diberikan orang lain.”
Nohran terdiam. Hatinya berdebar. Ada sesuatu dalam kata-kata Mega yang membuatnya semakin penasaran. Siapa dia? Kenapa ia begitu peduli? Yang paling mengganggu pikirannya, kenapa ia merasa seolah-olah mengenal lelaki itu?
Pertanyaan itu menggantung di udara, membawa rasa penasaran yang semakin membesar di hati Nohran. Satu hal yang pasti, ia harus menemukan jawabannya sendiri. (Maaf bersambung lagi)
#camanewak