Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Cahaya Ramadan untuk Arya

March 15, 2025 16:36
IMG-20250315-WA0100

Oleh: Drs. Mochamad Taufik, M.Pd (guru SD Al Hikmah Surabaya)

Cerpen ke12 Romadan 1446 H

HATIPENA.COM – Arya menatap langit sore dari jendela kamarnya. Bulan sabit kecil mulai tampak, pertanda bahwa besok Ramadhan dimulai. Tapi, hatinya masih ragu. Tahun lalu, ia sering bolong puasa, malas tarawih, dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan game online. Kali ini, ia ingin berubah, tapi bisakah ia?

“Arya, sudah siap sahur besok?” tanya Ibunya sambil masuk ke kamar.

Arya mengangguk pelan. “Iya, Bu. Tapi… Arya takut nggak kuat puasa penuh.”

Ibunya tersenyum. “Puasa itu bukan cuma menahan lapar dan haus, Nak. Tapi juga melatih diri jadi lebih sabar, lebih rajin ibadah, dan lebih dekat dengan Allah. Kamu mau coba sesuatu yang baru di Ramadan kali ini?”

Arya mengangguk, meski masih ragu.

Hari Pertama: Tantangan Diri

Saat adzan Subuh berkumandang, Arya berusaha menahan kantuknya. Setelah sahur, biasanya ia langsung tidur lagi. Tapi kali ini, ia mengikuti ayahnya ke masjid untuk shalat berjamaah. Rasanya berat, tapi ada kebanggaan tersendiri saat melihat banyak anak seumurannya juga melakukan hal yang sama.

Di sekolah, godaan muncul. Teman-temannya bercerita tentang game baru yang seru dimainkan sambil menunggu berbuka. Arya nyaris tergoda, tapi ia ingat nasihat ibunya. “Ramadan ini aku mau berubah,” bisiknya dalam hati. Ia memilih mengisi waktu dengan membaca Al-Qur’an dan membantu ibunya menyiapkan takjil.

Hari Kelima: Ujian Kesabaran

Hari makin terik. Arya merasa haus dan lapar. “Aduh, kok masih lama ya Maghrib?” keluhnya.

Tiba-tiba, adiknya, Aisyah, menjatuhkan gelas berisi air dingin ke lantai. Arya hampir marah, tapi ia mengingat bahwa Ramadan melatih kesabaran. “Nggak apa-apa, lain kali hati-hati ya,” katanya sambil membantu membersihkan.

Ibunya tersenyum bangga. “Nah, ini baru Arya yang lebih sabar!”

Hari Ke-15: Kenikmatan Tarawih

Malam itu, Arya merasa berbeda. Jika dulu ia selalu malas ke masjid, kini ia justru semangat. Ada rasa nyaman ketika sujud lama-lama, ada ketenangan saat mendengar imam membaca ayat-ayat suci. “Ternyata ibadah itu bikin hati adem, ya,” gumamnya.

Ia mulai merasakan indahnya Ramadan. Puasa bukan lagi beban, tapi kesempatan untuk lebih baik.

Hari Ke-27: Malam yang Istimewa

Suasana masjid lebih ramai dari biasanya. Semua orang bersemangat mencari Lailatul Qadar. Arya ikut larut dalam doa-doa panjang. Ia berbisik dalam hati, Ya Allah, jadikan aku anak yang lebih baik, lebih rajin ibadah, dan lebih dekat dengan-Mu.

Idul Fitri: Hadiah dari Perubahan

Saat takbir berkumandang, Arya menatap dirinya di cermin. Ia bukan lagi Arya yang malas ibadah, tapi Arya yang lebih sabar, lebih kuat, dan lebih dekat dengan Allah.

“Ibu, tahun ini Ramadan terasa beda. Arya senang banget!” serunya.

Ibunya mengelus kepalanya dengan bangga. “Karena kamu sudah menemukan cahaya Ramadan dalam hatimu.”

Arya tersenyum. Ia tahu, Ramadan tahun ini bukan akhir, tapi awal dari perjalanan baru dalam hidupnya.(*)

Selesai

Cerpen ini mengajarkan bahwa Ramadan bukan sekadar menahan lapar, tetapi juga momen untuk memperbaiki diri, menemukan ketenangan dalam ibadah, dan merasakan kebahagiaan sejati dalam kedekatan dengan Allah.