Oleh: Aan Budianto
Dosen Prodi SPI UIN Raden Intan Lampung, Peneliti PSSIL
HATIPENA.COM – Lampung, gerbang utama Sumatera, memiliki potensi besar sekaligus tantangan yang tak kalah kompleks. Multikulturalisme masyarakatnya—dari etnis Lampung, Jawa, Sunda, hingga Bali—berkembang dalam lanskap ekonomi yang bertumpu pada pertanian dan pariwisata. Namun, infrastruktur yang belum optimal dan kebijakan pembangunan yang kerap tambal sulam membuat potensi tersebut belum tergarap maksimal.
Di sinilah riset perguruan tinggi seharusnya berperan. Tidak hanya sebagai bahan akademis yang tersimpan rapi di perpustakaan, tetapi sebagai peta jalan pembangunan berbasis ilmu pengetahuan. Dengan kepemimpinan baru Rahmat Mirzani Djausal dan Jihan Nurlela sebagai gubernur dan wakil gubernur periode 2024–2029, Lampung memiliki peluang menyelaraskan kebijakan dengan temuan akademik demi pembangunan yang lebih terarah.
Riset dan Tantangan Pembangunan
Masalah infrastruktur menjadi pekerjaan rumah utama. Jalan pedesaan yang rusak, transportasi umum yang belum terintegrasi, serta distribusi hasil pertanian yang tersendat menjadi tantangan klasik. Riset dari perguruan tinggi dapat menawarkan solusi berbasis teknologi, seperti desain jalan tahan cuaca ekstrem atau sistem logistik berbasis digital.
Sektor pertanian pun menghadapi kendala. Lampung dikenal sebagai penghasil kopi, lada, dan sawit, tetapi produktivitasnya masih jauh dari optimal. Diperlukan riset agroteknologi yang mendorong inovasi pertanian berkelanjutan, dari pemanfaatan varietas unggul hingga penerapan precision farming berbasis data.
Di sektor pariwisata, Lampung memiliki Taman Nasional Way Kambas, gugusan pantai eksotis di Pesisir Barat, hingga homestay berbasis budaya Sai Batin. Sayangnya, strategi pemasaran dan infrastruktur pendukungnya masih belum maksimal. Riset pariwisata berbasis analisis perilaku wisatawan dapat membantu menyusun strategi promosi digital yang lebih efektif.
Namun, yang lebih mendesak dari itu semua adalah riset sosial yang bisa membantu merumuskan kebijakan inklusif. Dengan keberagaman etnis yang tinggi, Lampung perlu menjaga harmoni sosialnya. Kajian antropologi dan sosiologi dapat menjadi panduan bagi pemerintah dalam merancang program pendidikan multikultural atau pelatihan kewirausahaan berbasis kearifan lokal.
Kolaborasi, Bukan Sekadar Formalitas
Tantangan terbesar dalam dunia riset adalah implementasi. Hasil penelitian kerap menguap begitu saja, tanpa tersentuh kebijakan nyata. Di sinilah pentingnya kolaborasi. Perguruan tinggi harus keluar dari menara gading akademis dan aktif membangun sinergi dengan pemerintah daerah serta masyarakat.
Kolaborasi seperti yang terjadi antara UIN Raden Intan Lampung dan Pemkab Lampung Timur dalam memperjuangkan KH. Ahmad Hanafiah sebagai Pahlawan Nasional menjadi contoh konkret bagaimana riset bisa berdampak luas. Namun, ini baru langkah awal. Perguruan tinggi harus lebih proaktif menawarkan solusi berbasis riset bagi persoalan daerah.
Pemerintahan baru Lampung diharapkan tidak sekadar menjadikan riset sebagai aksesoris kebijakan, tetapi benar-benar menggunakannya sebagai fondasi dalam menyusun program pembangunan. Pemerintah daerah perlu memberi ruang lebih luas bagi akademisi untuk terlibat, baik dalam perumusan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) maupun dalam evaluasi kebijakan berbasis data.
Dengan kolaborasi yang erat antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat, Lampung bisa melangkah lebih jauh. Bukan hanya menjadi gerbang Sumatera dalam arti geografis, tetapi juga dalam hal inovasi, kesejahteraan, dan keberlanjutan pembangunan.(*)