Oleh: Ahmad Gusairi
Suaramu tajam, tapi tak selantang dulu yang garang
Nafasmu terengah, langkah pun kadang goyah
Tulisanmu masih menyala, meski tak seganas masa berkibar
Jemarimu gemetar, namun makna tetap mengakar
Namamu legenda di pusaran kata yang tak pudar
Dihormati penyair senior, dijaga dalam ingatan sabar
Dikagumi yunior, awam pun ikut menyapa
Menjadi kiblat bagi pena-pena muda yang membara
Di kertas lusuh kau titipkan api zaman
Puisi-puisimu jendela, menyingkap kebenaran
Meski usia mengikis tajamnya suara
Jiwamu abadi di tiap aksara
Kau menulis tentang luka dengan kasih
Tentang cinta yang tak lelah berbenih
Mencatat hidup, menari dalam sunyi
Menjadi saksi waktu, tak pernah berhenti
Di balik gemetar tangan, semesta bersujud
Menghormati kata yang terus menyulut
Selama kata berdenyut di relung jiwa
Kau takkan pudar, abadi selamanya (*)
Toboali, 16 Maret 2025