Oleh: Hi. Makmur, M.Ag
Edisi Nuzulul Qur’an
HATIPENA.COM – Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)…” (QS. Al-Baqarah: 185).
Ayat ini mengandung dua pesan penting. Pertama, Al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadan, menjadikan bulan ini begitu istimewa dan penuh berkah. Kedua, tujuan diturunkannya Al-Qur’an adalah sebagai petunjuk bagi manusia, sebagai pedoman yang mengantarkan kepada kehidupan yang lebih baik dan penuh makna.
Barang siapa yang menjadikannya sebagai pegangan hidup, ia akan berjalan dalam cahaya petunjuk Ilahi. Namun, siapa yang mengabaikannya, ia akan kehilangan arah dan terjerumus dalam kesesatan.
Di bulan Ramadan, umat Islam berlomba-lomba membaca dan mendalami Al-Qur’an. Tadarus menggema di setiap waktu, dari subuh hingga larut malam. Ini menunjukkan bahwa Ramadan adalah bulan untuk lebih akrab dengan Al-Qur’an, bahkan menjadikannya sebagai sahabat sejati.
Bagi orang awam, Ramadan menjadi kesempatan emas untuk memperbaiki bacaan dan tajwid. Sedangkan bagi para cendekiawan, bulan ini adalah waktu terbaik untuk menggali makna, mengkaji tafsir, dan memahami lebih dalam hikmah yang terkandung dalam wahyu Ilahi.
Jejak para sahabat dan ulama terdahulu menunjukkan bahwa membaca Al-Qur’an tidak sekadar mengejar khatam, melainkan memahami setiap ayat yang dibaca.
Para sahabat Nabi, seperti Abdullah bin Mas’ud, tidak akan melampaui sepuluh ayat sebelum mereka benar-benar memahami maknanya dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Bagi mereka, Al-Qur’an bukan sekadar bacaan, tetapi cermin yang memantulkan diri mereka sendiri.
Abdullah bin Mas’ud pernah berkata, “Jika engkau membaca Al-Qur’an, jadikanlah ia sebagai cermin bagi dirimu. Jika engkau melihat bahwa dirimu sesuai dengan apa yang tercermin di dalamnya, maka bersyukurlah dan tingkatkanlah amalmu. Tetapi jika engkau mendapati bahwa dirimu tidak sesuai dengannya, maka segeralah bertaubat.”
Menjadikan Al-Qur’an sebagai cermin berarti menjadikannya sebagai pedoman dalam berpikir, bersikap, dan bertindak. Jika segala aktivitas kita—dalam pekerjaan, keluarga, maupun hubungan sosial—sesuai dengan ajaran Al-Qur’an, maka teruskanlah dan istiqamahlah. Namun, jika sebaliknya, hendaknya kita segera introspeksi, memperbaiki diri, dan kembali kepada petunjuk Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
“Wahai manusia, sungguh telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada, serta petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus: 57).
Ayat ini menegaskan bahwa Al-Qur’an bukan hanya sekadar kitab suci, tetapi juga obat bagi hati yang gelisah, cahaya bagi jiwa yang redup, dan rahmat bagi mereka yang beriman. Dengan menjadikannya pedoman hidup, kita akan merasakan ketenangan, kebahagiaan, dan keberkahan yang tiada tara.
Allah SWT juga berfirman:
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena) kamu menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah…” (QS. Ali ‘Imran: 110).
Jika kita benar-benar menjadikan Al-Qur’an sebagai cermin, maka kita akan menjadi umat terbaik—umat yang mengajak kepada kebaikan, mencegah keburukan, dan selalu menegakkan keimanan kepada Allah.
Kita akan menjadi pribadi yang senantiasa berusaha memperbaiki diri, mengamalkan ajaran Islam dengan sepenuh hati, dan memberikan manfaat bagi sesama.
Sebagai penutup, marilah kita jadikan Al-Qur’an sebagai cermin kehidupan kita. Jangan hanya membacanya, tetapi juga renungkanlah maknanya dan amalkan dalam keseharian. Ramadan adalah momentum terbaik untuk kembali kepada Al-Qur’an, mendekatkan diri kepada Allah, dan memperbaiki segala khilaf serta dosa.
Semoga kita termasuk hamba-hamba yang mendapatkan cahaya petunjuk-Nya, serta meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Aamiin. (*)
Wallahu a’lam.