Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Kematian di Arena Sabung Ayam

March 18, 2025 05:16
IMG-20250318-WA0020

Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar

HATIPENA.COM – Kita ucapkan belasungkawa buat tiga polisi yang gugur dalam menjalankan tugas. Mereka menghembuskan napas terakhir demi tegaknya hukum. Yok, kita bahas wak, walau tak bisa lagi ngopi.

Langit Kampung Karang Manik memerah. Sore itu, 17 Maret 2025, mentari tak sekadar tenggelam, ia menyaksikan darah mengalir di atas tanah becek, bercampur lumpur dan bulu ayam yang beterbangan. Tiga polisi gugur. Tiga nyawa melayang. Semua bermula dari perkara sepele, sabung ayam.

Mereka datang dengan niat baik. Menegakkan hukum, katanya. 17 personel Polsek Negara Batin dikerahkan ke sebuah arena sabung ayam di pelosok Way Kanan. Tugas rutin. Tapi siapa sangka, sore itu berubah menjadi medan perang.

Mereka turun dari mobil patroli dengan keyakinan. Jaket dinas masih rapi. Lencana masih berkilau di bawah ncahaya senja. Kapolsek Iptu Lusiyanto memimpin barisan, wajahnya penuh ketegasan. Bripka Petrus Apriyanto berjalan di belakang, matanya waspada. Bripda Ghalib Surya Ganta, anggota muda yang baru beberapa tahun di lapangan, menggenggam senjata dengan tangan yang sedikit gemetar.

Lalu, dooor!

Tembakan pertama memecah udara. Burung-burung beterbangan dari pohon-pohon sekitar. Suara tembakan bersahutan, memantul di antara bilik bambu dan atap seng yang berkarat. Lusiyanto terhuyung. Peluru menembus pelipisnya. Seketika ia jatuh ke tanah. Matanya masih terbuka, tapi jiwanya sudah terbang ke langit.

Petrus berteriak. Ia berusaha menembak balik, tapi peluru kedua menembus dadanya. Napasnya terputus. Tubuhnya tersungkur di atas lumpur. Darah mengalir dari mulutnya, menciptakan genangan merah di bawah tubuhnya.

Ghalib? Pemuda itu bahkan belum sempat menarik pelatuk. Sebuah peluru tajam merobek tengkuknya. Tubuhnya ambruk, matanya menatap kosong ke arah langit yang mulai menggelap. Tangan kirinya masih memegang senjata. Tangan kanannya terkapar di tanah, jari-jarinya masih menggenggam harapan yang kini sudah tiada.

Hening. Hanya suara ayam yang berkokok di kejauhan. Ayam-ayam itu masih bertarung, mencabik satu sama lain dengan taji yang dilapisi pisau. Darah ayam bercampur dengan darah manusia. Dua nyawa melayang dalam satu arena. Dua jenis darah yang sama merahnya. Tapi beda nilainya.

Jenazah mereka dievakuasi ke RS Bhayangkara. Mobil ambulans menderu di jalanan sempit Karang Manik, menyisakan jejak darah di aspal. Di rumah sakit, tubuh mereka dibaringkan berjajar. Wajah mereka pucat. Tubuh mereka dingin. Hanya luka tembak yang masih menganga, seolah ingin bercerita tentang pertempuran yang tak adil.

Kapolsek Iptu Lusiyanto, perwira berdedikasi yang pernah memimpin penggerebekan narkoba terbesar di Way Kanan. Kini terbaring tanpa nyawa.

Bripka Petrus Apriyanto, sosok tegas yang dikenal karena keberaniannya menghadapi kelompok kriminal bersenjata. Kini hanya jadi nama di atas nisan.

Bripda Ghalib Surya Ganta, anak muda penuh semangat, yang baru saja merencanakan liburan bersama keluarganya. Kini liburannya abadi.

Mereka gugur. Untuk sabung ayam.
Untuk pertempuran yang bahkan ayam pun mungkin bingung memaknainya.

Informasi terbaru, ada pelaku sudah menyerahkan diri. Namun, pihak kepolisian berjanji mengusut tuntas kasus ini. Penyelidikan sedang berlangsung. Pelaku akan diburu, diadili, dihukum. Mungkin akan ada konferensi pers. Mungkin ada tangis dari para pejabat yang berdiri di depan mikrofon, bersumpah akan menegakkan keadilan. Tapi, siapa peduli?

Nyawa sudah melayang. Tiga nyawa. Untuk sabung ayam. Ayam-ayam di Karang Manik? Mereka tetap berkokok esok pagi. Tetap bertarung. Tetap menumpahkan darah. Karena di dunia ini, terkadang nyawa manusia memang semurah taji ayam di lapangan sabung. (*)

#camanewak