Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Hukum Ekonomi Pasar Tak Berlaku di Dunia Kerja

March 18, 2025 15:39
IMG-20250318-WA0003

Penulis : Ririe Aiko

HATIPENA.COM – Emak melangkah mantap ke pasar, niatnya cuma mau beli bahan makanan buat buka puasa. Tapi baru sampai lapak ayam, niat itu mulai goyah.

“Empat puluh empat ribu sekilo?”

Emak nyaris pingsan, tapi dompetnya sudah duluan lemas. Biasanya harga ayam berkisar di angka tiga puluhan ribu, tapi sekarang melesat seperti roket tanpa izin dari kantong belanja masyarakat. Padahal lebaran masih dua minggu lagi, tapi harga sudah berasa H-1.

Mulailah emak berpikir keras. Apakah para ayam sekarang menerapkan childfree sehingga stok berkurang? Atau mereka kena krisis eksistensial dan memutuskan tidak bertelur demi menjaga kesehatan mental? Atau justru ada fenomena baru: ayam-ayam di kandang mogok kerja, menuntut kesejahteraan lebih baik? Mungkin mereka mulai sadar bahwa selama ini hidupnya cuma berakhir di wajan dengan kuah santan? Atau jangan-jangan, ini semua strategi besar-besaran dari para pedagang yang tahu bahwa menjelang lebaran, manusia tetap akan beli, meski harga bikin jantungan!

Tapi setelah menyingkirkan teori konspirasi yang berlebihan, emak sadar: ini hukum ekonomi klasik, permintaan naik, harga ikut naik. Dan semakin dipikirkan, semakin lucu juga. Prinsip ini berlaku untuk harga kebutuhan pokok, tapi anehnya, tidak berlaku dalam dunia kerja.

Lihat saja guru dan dosen. Mereka punya ilmu yang luar biasa, mencetak generasi pintar, mengajarkan orang cara berpikir, bahkan membentuk para pemimpin masa depan. Kalau mengikuti logika pasar, harusnya semakin tinggi keahlian, semakin mahal bayaran. Tapi nyatanya? Gaji mereka sering kali tidak sebanding dengan ilmu dan tanggung jawab yang mereka emban.

Emak jadi bertanya-tanya, kenapa harga ayam bisa naik karena banyak yang butuh, tapi ilmu yang bikin peradaban maju tetap dihargai murah? Harusnya ilmu itu banyak yang butuh sehingga nilainya juga bisa naik, kan? Tapi di dunia kerja tidak begitu. Semakin seseorang punya banyak kemampuan, semakin banyak dimanfaatkan, tanpa tambahan penghasilan.

Pada akhirnya, emak pulang dengan dompet yang lebih tipis, tapi kepala yang lebih penuh pertanyaan. Seandainya sistem pasar diterapkan di dunia kerja, mungkin guru dan dosen sudah hidup lebih sejahtera. Jadi kalau ayam saja bisa dihargai mahal sebelum lebaran, kenapa ilmu yang membuat dunia lebih baik justru terus dihargai murah? (*)