Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

IHSG Jatuh 5 Persen, Krisis di Depan Mata

March 18, 2025 20:41
IMG-20250318-WA0156

Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar

HATIPENA.COM – Wak, ini bukan menakut-nakuti. Cukup dijadikan bacaan sambil duduk ngopi. Karena, dengan ngopi tanpa gula kita tetap nikmat melihat negeri ini, walau pahit.

Ceritanya begini, wak! Hari ini, 18 Maret 2025, Bursa Efek Indonesia resmi menjadi panggung drama ekonomi dengan skenario yang nyaris klise, IHSG terjun bebas 5 persen. Ini membuat BEI harus menekan tombol trading halt. Dalam dunia pasar modal, ini sama dengan adegan slow motion di film aksi, kamera berputar, semua orang menjerit, dan IHSG terkapar di level 6.146,91. Lebih dari 500 saham ambruk, membuat investor ritel ternganga, bertanya-tanya apakah ini saatnya kembali ke pekerjaan lama atau mulai ternak lele saja.

Situasi ini begitu buruk hingga memunculkan tiga biang kerok utama yang menjadi kambing hitam sempurna. Pertama, kekhawatiran terkait pengumuman suku bunga Bank Indonesia dan The Fed minggu ini. Investor mulai gelisah, mirip perasaan saat menunggu pesan dari gebetan yang tak kunjung dibalas. Setiap pernyataan dari The Fed terasa seperti notifikasi beracun yang bisa meledakkan portofolio dalam hitungan detik.

Kedua, investor asing tiba-tiba berubah pikiran seperti pasangan yang mulai ragu dengan hubungannya. Aliran dana keluar dari pasar Indonesia mencapai Rp26,9 triliun hingga 17 Maret 2025. Ini bukan sekadar “outflow” biasa. Ini eksodus massal. Bayangkan dana sebesar itu, cukup untuk beli semua klub Liga 1 Indonesia dan bikin stadion baru dengan atap otomatis. Tapi, bagi investor asing, sepertinya pasar Indonesia sudah tak lagi menarik. Mereka kabur, meninggalkan kehancuran seperti maling ayam yang ketahuan.

Ketiga, sentimen negatif pasar makin menjadi-jadi. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kini berada di level Rp16.428 per USD, melemah 22 poin dari posisi pembukaan. Kalau ini terus berlanjut, mungkin kita harus mulai mempertimbangkan transaksi barter pakai beras dan cabai karena nilai rupiah bisa jadi tinggal setara dengan koin arcade.

Para pengamat ekonomi tentu saja tidak mau ketinggalan berkomentar. Maximilianus Nicodemus dari Pilarmas Investindo Sekuritas menyebut bahwa ketegangan geopolitik, mulai dari perang Rusia yang tak berkesudahan hingga tarif balasan Uni Eropa terhadap AS, memperburuk sentimen pasar. Kalau IHSG anjlok, kita tinggal tunjuk Rusia atau AS sebagai biang keladinya. Beres.

Bhima Yudhistira dari Celios menyoroti kinerja fiskal Indonesia yang makin berantakan. Defisit APBN melebar, penerimaan pajak turun hingga 30 persen, dan pemerintah tampaknya mulai kehilangan arah. Jika ini terus dibiarkan, kita mungkin akan menyaksikan situasi di mana negara ini lebih sibuk mencari cara menambal defisit dari memperbaiki fundamental ekonomi.

Wijayanto Samirin dari Universitas Paramadina menambahkan bumbu drama politik ke dalam situasi ini. Isu megakorupsi dan revisi UU TNI menciptakan ketidakpastian yang membuat investor mulai kehilangan kepercayaan. Ketidakstabilan politik dan ekonomi ini seperti rumah tangga yang sedang di ambang perceraian, tegang, penuh intrik, dan sulit ditebak akhirnya.

Sementara itu, di lapisan bawah, investor ritel sudah mulai panik. Grup-grup Telegram dan WhatsApp dipenuhi dengan jeritan ketakutan dan motivasi murahan ala seminar MLM. “Tenang, saham itu naik-turun, yang penting sabar!” seru seorang anggota grup. Tapi lima menit kemudian, orang yang sama memutuskan untuk jual rugi karena tidak tahan melihat portofolionya yang berdarah-darah.

Apakah ini awal dari krisis ekonomi? Jawabannya tergantung pada bagaimana pemerintah dan Bank Indonesia bereaksi. Jika mereka bisa mengambil langkah cepat untuk menstabilkan rupiah, memberikan insentif pada investor, dan memperbaiki kinerja fiskal, maka kita mungkin bisa selamat. Tapi kalau mereka malah sibuk berdebat soal revisi anggaran atau mempermasalahkan hal teknis tanpa solusi nyata, maka bersiaplah menyaksikan nilai tukar rupiah menyentuh angka Rp20 ribu per USD. Jika itu terjadi, mungkin investasi terbaik adalah mulai buka usaha bakso dan cilok, setidaknya orang Indonesia akan selalu butuh makan.

Meski situasi saat ini tampak seperti jurang yang tak berdasar, banyak analis percaya ini hanya fase biasa dalam dunia saham. Pasar akan pulih, investor akan kembali, dan IHSG akan naik lagi, sampai episode drama berikutnya. Karena satu hal yang pasti di dunia saham adalah, tidak ada yang benar-benar pasti. Kencangkan sabuk pengaman, siapkan mental, dan selamat menikmati roller coaster ekonomi ini. Kita semua sedang berada di wahana yang sama, dan satu-satunya pilihan adalah bertahan atau terjun bebas. (*)

#camanewak