Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Korupsi: Menyelamatkan Negeri dari Cengkeraman Kejahatan Terstruktur

March 19, 2025 14:21
IMG-20250319-WA0151

#menulis30esai&opiniramadan1446H. Esai ke-5

Oleh: Drs.Mochamad Taufik, M.Pd, Guru SD Al Hikmah Surabaya

HATIPENA.COM – Korupsi di Indonesia bukan sekadar kasus hukum biasa, tetapi telah menjadi penyakit sistemik yang mengakar kuat di berbagai sektor. Dari BUMN, kepolisian, kehakiman, hingga legislatif, praktik korupsi terus terjadi secara masif dan terstruktur, menghambat pembangunan, merusak moral bangsa, serta memperdalam jurang ketimpangan sosial.

Masyarakat kerap dibuat geram dengan terbongkarnya kasus demi kasus, namun upaya pemberantasan seolah berjalan di tempat. Apakah ada solusi konkret untuk menghentikan kejahatan yang telah merajalela ini? Artikel ini akan mengupas fakta mengejutkan terkait korupsi di berbagai instansi serta menawarkan strategi solutif berdasarkan penelitian dan literatur terbaru.

-0-

Fakta Korupsi di Berbagai Sektor

1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN): Mesin Uang yang Dikorupsi

Kasus korupsi di BUMN seringkali melibatkan angka yang fantastis. Beberapa kasus besar yang mencoreng nama BUMN antara lain:

Skandal Garuda Indonesia: Pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 9,37 triliun.

Kasus Pertamina: Dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah menimbulkan kerugian Rp 193,7 triliun.

Penelitian menunjukkan bahwa lemahnya implementasi Good Corporate Governance (GCG) di BUMN menjadi faktor utama suburnya praktik korupsi. Pengawasan yang tidak ketat dan budaya suap memperparah kondisi ini (jurnal.kpk.go.id).

2. Kepolisian: Aparat Penegak Hukum yang Tersandera Korupsi

Korupsi dalam institusi kepolisian makin mencederai kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum. Salah satu kasus yang mencolok adalah:

Kasus Djoko Tjandra (2020): Buronan korupsi ini dengan leluasa keluar-masuk Indonesia berkat bantuan oknum kepolisian dan kejaksaan.

Korupsi di sektor ini menciptakan sistem hukum yang bisa diperjualbelikan, menjauhkan masyarakat dari keadilan sejati.

3. Kehakiman: Lemahnya Integritas Pengadil Negeri

Badan peradilan yang seharusnya menjadi benteng keadilan justru sering terjerat kasus suap. Contohnya:

Suap Hakim Mahkamah Konstitusi (MK): Patrialis Akbar ditangkap KPK karena menerima suap terkait uji materi undang-undang.

Peristiwa ini membuktikan bahwa bahkan di lembaga setinggi MK pun, korupsi masih merajalela.

4. DPR dan Legislatif: “Wakil Rakyat” atau “Bandit Berkedok Legislator”?

Korupsi di kalangan anggota legislatif bukanlah hal baru. Salah satu skandal terbesar yang pernah terjadi adalah:

Kasus Korupsi e-KTP: Proyek pengadaan KTP elektronik menimbulkan kerugian negara hingga Rp2,3 triliun, melibatkan sejumlah pejabat tinggi DPR.

Para elite yang seharusnya menjadi wakil rakyat justru menjadi pelaku utama dalam menguras uang negara.

-0-

Solusi Strategis: Memutus Rantai Korupsi

Melawan korupsi yang telah mengakar memerlukan strategi yang komprehensif. Berikut beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan:

1. Penegakan Hukum yang Tegas dan Independen

Hukuman yang lebih berat bagi pelaku korupsi, termasuk penyitaan aset hasil korupsi.

Penguatan sistem peradilan untuk memastikan bahwa aparat hukum tidak mudah disuap.

2. Transparansi dan Akuntabilitas dalam Tata Kelola Pemerintahan

Penerapan e-government dan e-procurement untuk mengurangi interaksi langsung antara pejabat dan pengusaha.

Pengawasan real-time terhadap proyek-proyek pemerintah.

3. Pendidikan Anti-Korupsi Sejak Dini

Mengintegrasikan nilai integritas dan kejujuran dalam kurikulum pendidikan.

Meningkatkan kesadaran publik melalui kampanye anti-korupsi.

4. Peran Masyarakat dan Media dalam Pengawasan

Kebebasan pers harus dilindungi untuk mengungkap praktik korupsi tanpa tekanan.

Perlindungan bagi whistleblower agar mereka berani melaporkan tindak korupsi.

5. Reformasi Birokrasi dan Penguatan Kelembagaan

Menyederhanakan prosedur birokrasi untuk mengurangi celah suap.

Meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri guna menekan motivasi korupsi.

6. Kolaborasi Antar Lembaga

Kerja sama antara KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian harus ditingkatkan untuk mempercepat penanganan kasus korupsi.

Implementasi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas-PK) secara konsisten.

-0-

Perspektif Islam: Korupsi dalam Tinjauan Al-Qur’an dan Hadis

Islam dengan tegas melarang korupsi dan segala bentuk penyalahgunaan wewenang. Al-Qur’an dan Hadis memberikan peringatan keras bagi mereka yang melakukan tindakan koruptif.

1. Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 188:


“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”

2. Hadis Nabi ﷺ:


“Barang siapa yang kami angkat menjadi pegawai dalam suatu jabatan, kemudian ia menyembunyikan satu jarum atau lebih dari kami, maka itu adalah korupsi yang kelak harus ia pertanggungjawabkan di hari kiamat.” (HR. Muslim)

Dari dua dalil di atas, jelas bahwa korupsi adalah tindakan kejahatan yang tidak hanya merusak dunia, tetapi juga membawa kehancuran di akhirat.

-0-

Kesimpulan: Perang Melawan Korupsi adalah Kewajiban Bersama

Korupsi di Indonesia bukan sekadar masalah hukum, tetapi juga krisis moral dan akhlak. Memerangi korupsi membutuhkan komitmen kuat dari semua pihak, mulai dari pemerintah, penegak hukum, dunia pendidikan, hingga masyarakat sipil.

Dampak korupsi yang begitu besar harus menjadi peringatan bagi kita semua bahwa diam berarti mendukung kehancuran negeri ini. Oleh karena itu, mari bergerak bersama, berani melaporkan, dan menjadi bagian dari solusi untuk Indonesia yang lebih bersih dan bermartabat.

“Jika bukan kita, siapa lagi? Jika bukan sekarang, kapan lagi?” (*)