Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Doa Ayam Petarung

March 19, 2025 20:48
IMG_20250319_204722

Rizal Pandiya
Sekretaris Satupena Lampung

HATIPENA.COM – Di tengah sunyinya kebun karet di Kampung Karang Manik, Way Kanan, Lampung, sebuah arena sabung ayam dikunjungi banyak warga yang sedang mencari hiburan. Tapi jangan bayangkan ada tribun VIP atau layar LED buat replay slow-motion. Nggak ada. Penerangannya cuma lampu ala kampung yang kalo ditiup angin langsung redup, dan bangkunya lebih banyak diisi para jagoan kampung yang siap bertaruh.

Arena ini sudah lama jadi tempat favorit para penyabung ayam. Katanya sih, aman! Soalnya dibecking sama oknum anggota TNI. Siapa yang berani ngusik? Preman? Lewat! Satpol PP? Apalagi! Tapi malam itu, nasib berkata lain. Datanglah 17 personel polisi dari Polsek Negara Batin dengan misi mulia: menggerebek arena judi.

Malam itu para ayam sudah merasa ada yang nggak beres. Biasanya, kalau malam, mereka cuma dipanasin dikit sebelum naik ring. Tapi entah kenapa, bulu mereka tiba-tiba merinding. Mungkin firasat, atau mungkin juga efek doa yang mereka panjatkan sejak awal Ramadan. Siapa tahu, kan? Namanya juga bulan penuh berkah!

Tapi ada yang bikin bingung. Katanya kalau bulan puasa, setan dikurung. Tapi kok, para penyabung ayam ini masih betah main judi? Apa jangan-jangan ada setan yang lepas? Atau mungkin, mereka ini setannya? Pertanyaan itu nggak terjawab, karena yang terjadi berikutnya lebih kacau lagi.

Begitu polisi datang, bukannya dihadang dengan negosiasi atau argumen hukum, mereka malah langsung disambut dengan… DOR! DOR! DOR! Tiga anggota Polri langsung tumbang. Suasana yang tadinya penuh suara “kokok petarung” langsung berubah jadi festival kabur massal.

Para ayam? Langsung panik! Ayam-ayam yang tadi siap adu nyawa di arena tiba-tiba mendadak alim, lari kocar-kacir mencari perlindungan. Ada yang nekat loncat pagar, ada yang pura-pura pingsan biar dikira korban, bahkan ada yang masuk ke kerumunan warga sambil berlagak kayak penonton. Saking paniknya, beberapa ayam mungkin sudah berniat hijrah dan daftar jadi ayam kampung biasa.

Tapi di tengah kekacauan itu, ada satu hal yang nggak kalah menarik: nasib uang taruhan! Dengan situasi kacau balau, banyak uang yang tercecer di tanah. Para penyabung yang tadinya sibuk mendukung ayam jagoannya, tiba-tiba berubah jadi lebih cepat dari maling jemuran. Ada yang pura-pura jatuh buat sekalian nyomot uang, ada yang buru-buru kabur sambil mengantongi lembaran ratusan ribu, bahkan ada yang lebih fokus menyelamatkan duitnya daripada ayamnya sendiri.

Sementara itu, ada satu kejadian yang lebih absurd. Dua oknum TNI yang tadinya garang bak koboi, menembak sana-sini tanpa pikir panjang, ternyata malah ikut kabur setelah kejadian. Lari terbirit-birit meninggalkan arena, entah sembunyi di mana. Tapi yang lebih lucu, nggak ada angin nggak ada hujan, tiba-tiba dia muncul sendiri dan menyerahkan diri ke POM AD. Mungkin baru sadar kalau jadi buron itu nggak enak, atau mungkin ayam-ayam yang lolos tadi juga ikut berdoa biar dia insaf. Siapa yang tahu?

Malam itu benar-benar jadi malam pembebasan bagi para ayam petarung. Mungkin doa mereka dikabulkan karena ini bulan puasa. Siapa sangka, yang berjuang menutup arena sabung ayam bukan hanya aparat, tapi juga campur tangan doa-doa tulus dari para ayam yang pengin pensiun dini. (*)