Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Rahasia Bank Swiss, Tabungan Masa Depan Para Koruptor?

March 20, 2025 04:44
IMG-20250320-WA0013

Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar

HATIPENA.COM – Kalau ada bahan untuk ditulis, sangat sulit mau tidur. Padahal, sudah larut. Efek kopi liberika juga kali. Sambil menunggu mata 5 watt, saya ingin menulis tentang Bank Swiss. Maaf saya belum pernah ke sana sih, baru nyampe Amsterdam (awas kalau bilang ke Red Light, ya!).

Bank Swiss. Nama yang menggoda iman dan mengguncang nurani. Sebuah tempat suci bagi uang-uang haram yang butuh perlindungan lebih baik dari sakunya Doraemon. Semua orang tahu, tapi pura-pura tidak tahu. Ajaib? Tidak. Ini seni. Seni menyimpan hasil rampokan tanpa perlu pakai topeng dan senjata.

Dulu, ada sebuah kisah tentang seorang diktator menyimpan miliaran dolar di Swiss. Dunia menjerit, rakyatnya kelaparan, tapi rekeningnya tetap aman, tak terguncang gejolak revolusi. Bank-bank Swiss diam seribu bahasa, seolah-olah uang itu jatuh dari langit tanpa dosa. Begitulah keajaiban sistem mereka. Kerahasiaan di atas segalanya. Lebih kuat dari janji kampanye, lebih kokoh dari cinta pertama.

Swiss bukan sekadar negeri penghasil cokelat dan jam tangan mahal. Swiss adalah legenda dalam dunia keuangan. Mereka punya aturan ketat soal kerahasiaan nasabah. Bahkan, CIA sekalipun tidak bisa sembarangan mengintip. Pada masanya, informasi rekening bank di Swiss lebih rahasia dari kode nuklir.

Ekonom pernah menghitung, sekitar 2,3 triliun dolar AS pernah mengalir ke Swiss dalam bentuk deposito dari seluruh dunia, termasuk dari negara-negara berkembang yang sedang berdarah-darah berjuang melawan kemiskinan. Dari total itu, sebagian besar berasal dari orang-orang yang tak ingin dunia tahu bahwa mereka kaya. Para pejabat, mafia, konglomerat gelap, semua berlindung di balik sistem perbankan yang lebih kokoh dari benteng pertahanan abad pertengahan.

Kenapa harus Swiss? Kenapa bukan di bawah kasur? Kenapa bukan di kaleng biskuit bekas? Simpel. Swiss adalah surga keuangan. Banknya lebih setia dari pasanganmu. Rahasianya lebih rapat dari dompet teman saat diajak patungan. Bank Swiss menjaga privasi nasabah seperti ibu-ibu menjaga resep masakan keluarga. Bahkan FBI saja perlu usaha ekstra buat mengintip. Kalau rekeningmu kebuka, itu bukan skandal, itu keajaiban.

Dunia boleh berteriak soal transparansi. Amerika, Uni Eropa, OECD, semuanya mulai menggedor pintu Swiss, menuntut lebih banyak keterbukaan. Tapi Swiss bukan sembarang negara. Mereka tahu cara bermain. Mereka beradaptasi tanpa kehilangan pelanggan. Memang benar, sekarang Swiss lebih kooperatif dalam membocorkan rekening hasil kejahatan. Tapi tenang, masih ada cara lain. Shell company, trust fund, investasi emas, bahkan cryptocurrency. Koruptor selalu selangkah di depan.

Maka, jangan heran kalau ada pejabat yang sering bolak-balik Swiss. Alasannya? Seminar, studi banding, atau sekadar ingin menikmati keindahan pegunungan Alpen. Tapi di balik itu, mungkin ada sesuatu yang lebih dalam. Sesuatu yang tidak bisa kita lihat di laporan perjalanan dinas. Mungkin dia sedang mengecek saldo. Mungkin dia sedang menyusun strategi agar uang itu tetap aman hingga tujuh turunan.

Swiss tetap Swiss. Negeri yang netral dalam perang, tapi berpihak dalam urusan uang. Mereka tidak butuh tentara besar. Mereka hanya butuh satu hal, kepercayaan dari para penyimpan uang gelap. Sejauh ini, kepercayaan itu masih ada. Mungkin tidak sekuat dulu, tapi cukup untuk membuat banyak orang tidur nyenyak. Sementara kita? Hanya bisa menyaksikan dari jauh, sambil menebak-nebak, kapan lagi uang rakyat akan mengalir ke sana, tanpa bisa kembali.

Semoga followers saya semakin cerdas. Tak hanya cerdas dengan masalah dalam negeri sendiri, tapi juga internasional. Mantap kan, wak! Kalau pun tak bisa tidur, teruskan sampai sahur saja.(*)

#camanewak