HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Sukses Itu Gak Jatuh dari Langit

April 18, 2025 05:31
IMG_20250418_053054

Nadirsyah Hosen

HATIPENA.COM – Kata mereka..“Ya kamu mah enak… anak kiai, anak prof. Pasti pinter. Pasti sukses.”Padahal saya juga pengen ngomong, “Coba deh lihat gimana saya bergadang sampai pagi di kampus, tidur ditemani tumpukan buku. Usaha saya 10x melebihi usaha kamu”

Iya, abah saya kiai. Iya, beliau juga profesor. Tapi bukan berarti ilmunya otomatis turun via WiFi tiap saya tidur. Gak semua anak kiai itu alim, dan gak semua anak prof itu jenius.

Fakta bahwa saya lahir dari keluarga dengan nama besar itu benar. Tapi kayak kata Da Vinci: bakat itu cuma 1%, sisanya? Kerja keras.

Kalau saya cuma duduk manis pakai sorban, berharap gelar akademik nyasar ke kepala saya gara-gara abah kenal pejabat—ya udah, sekarang saya mungkin lagi nganggur sambil nunggu validasi.

Dua gelar PhD saya gak jatuh dari langit. Gak ada kurir paket yang tiba-tiba datang bawa disertasi yang udah jadi. Semua itu hasil dari begadang, ditolak berkali-kali, dicoret dosen pembimbing, lalu bangkit lagi walau beasiswa tipis dan self-esteem lebih tipis. Ini ijazah-nya ashli (pakai huruf shad).

Orang sering lupa: nama besar ortu itu bisa jadi tekanan. Kalau gagal, langsung disorot: “Masa anaknya kiai gitu doang?” Kalau berhasil? “Ya iyalah, anak prof.”

Disangkanya hidup saya ini lucu dan menggemaskan, padahal lugu dan mengenaskan.

Tapi gapapa. Saya belajar untuk gak hidup dari komentar mereka. Karena kalau saya sibuk menjawab semua asumsi, kapan saya nulis artikel di jurnal internasional? Kapan saya siapin bahan ngajar di Melbourne Law School? (Lho kok malah jadi fleksing?!)

Jadi kalau ada yang bilang saya sampai di titik ini karena status ortu, mungkin kamu benar—tapi cuma 1%. Sisanya? Keringat, doa, dan tekad buat ngebuktiin: saya bukan sekadar “anak siapa”, tapi “jadi siapa.”

Dan banyak kok kawan2 saya yang jadi guru besar atawa rektor tapi dulunya bukan anak siapa2. Dan sebaliknya, yang notabene bapaknya Kiai atau bapaknya seorang tokoh berada yg punya segalanya, tapi anaknya cuma bisa … ya sudahlah…

Jadi buat kamu yg cuma ngandelin nama besar dan harta ortu, tunggu aja saat ortu mu udah tiada, dan kamu nanti bukan siapa-siapa…baru nyesel deh gak effort 10x lebih dari yg lain. (*)

Tabik