Warsit MR
Catatan Masa Kecil dari Sudut Desa, Menakar Keberanian
HATIPENA.COM – Tempat wingit yang kelima yang saya datangi malam itu adalah luweng sekaligus gua Jurug, di desa kuwangen -masih dalam satu wilayah Kelurahan Pacarejo Kapanewon Semanu.
Kami berdua masuk gua Jurug pukul 01.00 WIB. Bermunajad di dalam gua selama 15 menit. Dalam kesunyian malam penuh hening, yang terdengar hanyalah suara jangkrik disertai desiran angin malam yang dingin.
Dalam keheningan malam itu tiba tiba terdengar suara orang mendengkur. Ketika saya telisik dengan seksama, suara dengkuran itu berasal dari dalam gua. Aku pandangi ruang dalam gua, tapi yang kulihat hanyalah gelap hitam pekat. Tak sedikit cahaya pun mampu menembus dinding gua itu.
Perasaan merindingku makin menjadi-jadi. Untuk mengusir perasaan takut aku mengucap doa-doa sebisaku. Ketika suara dengkuran itu sudah tak terdengar lagi, kami berdua pelan pelan keluar dari dalam gua dengan cara melangkah mundur, sebagai sikap waspada manakala ada serangan yang tak terduga dari dalam gua.
Setelah situasi kami anggap aman, kami melanjutkan perjalanan menuju Kali Suci.
Kali Cuci adalah target yang keenam dalam perjalanan mistis kami malam itu. Jarak antara gua Jurug dengan kali Suci sekitar dua kilo meter.
Jarum jam menunjuk angka 01.55 menit. Meski tidak ada penerangan sinar lampu, suasana nampak sedikit lebih terang karena disinari bintang gemintang dari atas langit.
Sampai di jalan perempatan Surem menghentikan langkahnya. Dia menunjuk arah lurus ke depan untuk menuju Kali Suci. Dan aku pun mengikuti di belakangnya.
Aku tahu persis bahwa di depan sana, lima ratus meter dari perempatan itu ada makam. Makam itu ada di sebelah kanan dan sebelah kiri jalan yang akan kami lewati.
Sebentar lagi kami akan melewati makam, tinggal seratus meter akan sampai. Tiba tiba cuaca malam agak gelap. Muncul sekelompok orang yang di tengah kerumunannya ada yang memikul sebuah keranda. Layaknya akan menghantar mayat ke dalam kuburan. Melihat gelagat yang tidak baik itu Surem menghentikan langkah sambil menghadap ke arah kerumunan keranda. Dengan gerakan spontan Surem mengangkat sarungnya tinggi-tinggi dan aku pun dengan refleks mengikutinya. Sementara kami berdua tak bercelana.
Dalam waktu sekejap kerumunan lelembut beserta keranda itu lenyap. Peristiwa yang baru saja saya alami tersebut membuat nyaliku menyusut. Mulai saat itu kami melangkah sambil bergandeng tangan, tapi tetap tanpa bicara sepatah kata pun.
Sesampainya di Kali Suci istirahat sebentar. Waktu menunjukkan pukul 02.15. Mestinya istirahat sambil minum. Tapi kami sengaja dari rumah tidak membawa bekal apa pun. Sehingga perut kami benar-benar kosong dan tenggorokan kering.
Kami mulai menuruni jalan setapak menuju sumber air Kali Suci. Sampai di tengah tengah perjalanan Surem menghentikan langkah sembari menunjuk-nunjuk ke arah bawah. Setelah saya cermati, di sungai bawah sana ada beberapa lampu kecil yang dikelilingi beberapa perempuan yang sedang bermain air. Aku menebak pasti itu bukan insan biasa.
Surem memastikan memberi isyarat untuk kembali naik ke atas menuju jalan keluar, maka aku manut saja.
Sambil menahan rasa takut aku melangkah menapaki jalan terjal nenuju jalan ke luar dari Kali Suci.
Selanjutnya menuju sasaran ketujuh atau target yang terakhir, yaitu Telaga Jonge.
Jarak antara Kali Suci ke Telaga Jonge sekitar dua kilo meter. Dengan langkah yang gontai aku terus melangkah sembari menahan kantuk.
Sampai di telaga Jonge, waktu menujuk pukul 03.35. Setelah bermunajad aku dan Surem tidur di bawah pohon Bulu. Tempat di mana biasa dipergunakan masyarakat untuk kenduri atau menggelar sesaji. Selain itu pada kesempatan lain juga sebagai tempat pagelaran pertunjukan seni budaya reyog ala kesenian Gunung Kidul.
Meski hanya beralaskan rumput, kami bisa tidur lelap. Pagi subuh kami terjaga dari tidur. Bangun dalam keadaan baik dan sehat.
Terima kasih kepada Tuhan Sang pencipta yang Maha segalanya.
(Tamat)
Semarang, 21092023.21.43
Note :
Peristiwa ini saya alami sendiri.
Semoga bisa diambil nilai positifnya.
Terima kasih dan salam.